Kondisi Terkini Erupsi Gunung Anak Krakatau, Tinggi Debu Vulkanik Capai 12 Km pada Kamis Malam
Kondisi terkini Gunung Anak Krakatau setelah naik level menjadi siaga, debu vulkanik capai ketinggian lebih dari 12 kilometer di atas permukaan laut.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
Kondisi terkini Gunung Anak Krakatau setelah naik level menjadi siaga, debu vulkanik capai ketinggian lebih dari 12 kilometer di atas permukaan laut pada Kamis (27/12/2018) malam.
TRIBUNNEWS.COM - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi menyatakan Gunung Anak Krakatau naik status menjadi Level III (Siaga) pada Kamis (27/12/2018).
Hal tersebut didapat setelah dilakukan pengamatan dan analisis data visual maupun instrumental pada Kamis kemarin sejak pukul 00.00 WIB hingga 06.00 WIB.
Karena Gunung Anak Krakatau tengah siaga, para masyarakat maupun wisatawan tidak diperbolehkan mendekat dalam radius 5 kilometer dari kawah.
Baru-baru ini Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika membagikan kondisi terkini Gunung Anak Krakatau via Twitter.
Baca: 63 Meter Kubik Material Gunung Anak Krakatau Diangkat dari Perairan Kepulauan Seribu
BMKG menjelaskan bahwa ketinggian debu vulkanik Gunung Anak Krakatau pada Kamis pukul 22.00 WIB mencapai ketinggian lebih dari 12 kilometer di atas permukaan laut.
Terlihat adanya sebaran debu vulkanik dengan pergerakan menuju barat daya - barat.
"Berdasarkan pengamatan radar dan satelit #BMKG pukul 22.00 WIB terlihat ada pola sebaran debu vulkanik dengan arah pergerakan menuju Barat Daya - Barat.
Dari 'Cross Section' menunjukkan ketinggian debu vulkanik mencapai ketinggian lebih dari 12 km di atas permukaan laut."
Pada Kamis pukul 23.00 WIB, ketinggian debu vulkanik Gunung Anak Krakatau masih mencapai 12 kilometer di atas permukaan laut.
Seperti yang diungkapkan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati via Twitter.
"Pantauan kondisi cuaca dan sebaran debu vulkanik Gunung Anak Krakatau, 27 Des 2018 jam 23.00 WIB."
Sebelumnya pada Kamis siang pukul 13.00 WIB, debu vulkanik Gunung Anak Krakatau telah mencapai ketinggian 15 kilometer di atas permukaan laut.
Dari foto yang diunggah BMKG tersebut, disebutkan bahwa sebaran debu vulkanik bergerak menuju Barat Daya -Barat.
Meski ketinggian debu vulkanik mencapai lebih dari sepuluh kilometer, Air Nav Indonesia menyatakan hal tersebut tidak mengganggu jalur penerbangan.
Baca: BMKG Keluarkan Peringatan Soal Kondisi Gunung Anak Krakatau, Warga Terdekat Dengar Suara Menggelegar
“Sesuai NOTAM Nomor A5446/18 yang diterbitkan pada Kamis siang ini, ada 7 jalur penerbangan yang terdampak. Penutupan dan Pengalihan jalur penerbangan dilakukan di wilayah yang terdampak sebaran debu vulkanik Gunung Krakatau,” ujar Corporate Secretary AirNav Indonesia, Didiet KS Radityo dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/12/2018), seperti dikutip Tribunnews dari Kompas.com.
Naiknya status Gunung Anak Krakatau juga tak membuat jadwal penerbangan dibatalkan.
“Berdasarkan catatan yang dapat kami himpun sejauh ini, bandara-bandara terdekat seperti Bandara Soekarno-Hatta dan Bandara Raden Inten II Lampung tidak terdampak debu vulkanik dari Gunung Krakatau karena berjarak 28 Nautical Mile (NM) dengan batas luar area semburan debu vulkanik Gunung Krakatau,” tutur Didiet.
Aktivitas Gunung Anak Krakatau yang semakin meningkat sejak 22 Desember 2018 lalu membuat banyak orang khawatir.
Mengingat pada 1883 Gunung Krakatau meletus dahsyat hingga menyebabkan tsunami dan perubahan cuaca selama lima tahun setelahnya.
Namun, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan, Gunung Anak Krakatau tidak akan meletus sebesar 1883 silam.
Pasalnya saat itu ada tiga gunung yang meletus secara bersamaan di Selat Sunda, yaitu Gunung Rakata, Gunung Danan, dan Gunung Perbuwatan.
Baca: Gunung Anak Krakatau Berstatus Waspada, Yuk Kenali 4 Level Aktivitas Gunung Berapi
"Gunung Anak Krakatau (magma) dapurnya tidak akan besar seperti sana (ketiga gunung terdahulu)," kata Sutopo di kantor BNPB, Utan Kayu, Jakarta Timur, Selasa (25/12/2018).
"Banyak para ahli mengatakan, untuk terjadi letusan yang besar masih diperlukan sekitar 500 tahun lagi ke depan," sambungnya.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)