Debat Pilpres 2019 - Prabowo Sebut Jawa Tengah Lebih Luas dari Malaysia, Jokowi Singgung Kasus Ratna
Dalam debat Pilpres 2019 yang dilaksanakan pada Kamis (17/1/2019) kemarin malam, Prabowo Subianto menyinggung kesejahteraan gubernur di Indonesia.
Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Dalam debat Pilpres 2019 yang dilaksanakan pada Kamis (17/1/2019) kemarin malam, calon Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto menyinggung kesejahteraan gubernur di Indonesia yang tidak sebanding dengan luas wilayah yang ditanganinya.
Dalam debat Pilpres 2019 ini, Prabowo juga menyebutkan, luas wilayah Jawa Tengah lebih besar daripada Malaysia.
"Sebagai contoh, bagaimana bisa seorang gubernur gajinya hanya Rp 8 juta? Kemudian dia mengelola provinsi umpamanya Jawa Tengah yang lebih besar dari Malaysia dengan APBD yang begitu besar," kata Prabowo dalam debat Pilpres 2019 kemarin.
Benarkah luas wilayah Jawa Tengah lebih besar daripada luas wilayah Malaysia?
Baca: Debat Pilpres 2019- Janji Naikkan Gaji PNS, Prabowo Ingin Pelaku Koruptor Dikirim ke Pulau Terpencil
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), luas wilayah Jawa Tengah di tahun 2017 adalah 32.544 km persegi.
Dikutip dari Britanica, luas Malaysia seluruhnya adalah 330.323 km persegi.
Selain itu, dalam debat Pilpres 2019, Prabowo juga membahas soal kepala desa yang ditangkap karena mendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Bapak kan sudah memerintah selama 4 tahun lebih. Yang kita ketemukan ada perasaan di masyarakat, kadang-kadang aparat itu berat sebelah."
"Sebagai contoh kalau ada kepala daerah/gubernur-gubernur yang mendukung palson 1, itu menyatakan dukungan tidak apa-apa."
"Tapi ada kepala desa di Jawa Timur menyatakan dukungan ke kami, sekarang ditahan, Pak," ujar Prabowo.
Baca: Debat Pilpres 2019- Curhat Anaknya Tak Diterima CPNS, Jokowi Akui Tak Keluar Biaya Saat Pilkada DKI
Soal kepala desa yang disebut Prabowo tersebut memang benar terjadi pada Suhartono.
Diketahui, Suhartono merupakan Kepala Desa Sampangagung, Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Suhartono ditetapkan sebagai tersangka atas kasus tindak pidana pemilu.
Dikutip dari Surya.co,id, Suhartono diduga terlibat dalam kampanye Sandiaga Uno saat berkunjung ke Wisata Pemandian Air Panas Padusan, Pacet pada 21 Oktober 2018.
Baca: Jokowi Serang Prabowo soal 6 Caleg Gerindra Mantan Napi Koruptor di Debat Pilpres 2019, Ini Faktanya
Saat itu, Suhartono mengumpulkan massa untuk menyambut rombongan Sandiaga.
Kepala Desa Sampangagung tersebut mengumpulkan 200 orang yang sebagian besar merupakan ibu-ibu.
Massa tersebut diajak Suhartono untuk berswafoto bersama Sandiaga Uno dan menunjukkan gestur dukungan untuk pasangan calon nomor urut 02 ini.
Diketahui Suhartono menghabiskan uang sebanyak Rp 20 juta sebagai uang lelah untuk massa yang hadir.
Baca: Diduga Serangan Jantung, Mau Tonton Debat Pilpres 2019 Ketua DPRD Blitar Tiba-tiba Meninggal
Saat berstatus terdakwa, Suhartono sempat mangkir dari panggilan Kejaksaan Negeri Mojokerto untuk menghadiri sidang perdana.
Suhartono akhirnya divonis dua bulan penajra dan denda Rp 6 juta subsider satu bulan pada 19 Desember 2018.
Prabowo menganggap kasus tersebut sebagai perlakuan tidak adil dan pelanggaran HAM karena menyatakan pendapat dijamin UU.
Menanggapi hal itu, calon Presiden nomor urut 01, Joko Widodo membalas dengan menyinggung kasus hoaks yang dialami oleh mantan anggota juru kampanye Prabowo-Sandi, Ratna Sarumpaet.
Baca: Nobar Debat Pilpres 2019 di Solo, Pendukung Bersorak saat Jokowi Ungkit Kasus Operasi Plastik
Jokowi menyinggung sikap Prabowo yang dengan cepat mempercayai pengakuan juru kampanyenya yang mengaku dipukuli namun kemudian ternyata operasi plastik.
"Jangan menuduh seperti itu Pak Prabowo. Karena kita ini negara hukum, ada prosedur hukum, ada mekanisme hukum yang bisa kita lakukan."
"Kalau ada bukti sampaikan saja ke aparat hukum. Jangan kita ini sering grusa grusu menyampaikan sesuatu."
"Misalnya jurkamnya Pak Prabowo. Katanya dianiaya, mukanya babak belur, kemudian konferensi pers bersama-sama, akhirnya apa yang terjadi? Ternyata operasi plastik."
"Ini negara hukum, kalau ada bukti, bukti, silahkan lewat mekanisme hukum. Gampang sekali, kenapa harus menuduh-nuduh begitu," ujar Jokowi.
(Tribunnews.com/Whiesa)