Tanggapan Sejumlah Tokoh Terkait Slamet Ma'arif jadi Tersangka, Jusuf Kalla hingga Sandiaga Uno
Berikut ini tanggapan sejumlah tokoh terkait penetapan Ketua Umum PA 212 Slamet Ma'arif sebagai tersangka kasus pelanggaran kampanye.
Penulis: Miftah Salis
Editor: Sri Juliati
Berikut ini tanggapan sejumlah tokoh terkait penetapan Ketua Umum PA 212 Slamet Ma'arif sebagai tersangka kasus pelanggaran kampanye.
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Umum Persaudaraan Alumni (PA) 212, Slamet Ma'arif, ditetapkan sebagai tersangka oleh Polresta Surakarta terkait dugaan pelanggaran kampanye di luar jadwal.
Pelanggaran diduga dilakukan dalam acara Tabligh Akbar PA 212 Solo Raya di Jalan Slamet Riyadi, Minggu (13/1/2019).
Sejumlah tokoh turut memberikan tanggapan terkait penetapan Slamet Ma'arif menjadi tersangka.
Slamet Ma'rif ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik Polresta Surakarta melakukan serangkaian gelar perkara, Jumat (8/2/2019).
Baca: Fakta dan Tanggapan Kasus Slamet Maarif: Kronologi hingga Bawaslu Telah Beri Peringatan
Berikut ini tanggapan dari sejumlah tokoh terkait penetapan Slamet Ma'arif menjadi tersangka dihimpun dari Kompas.com.
1. Jusuf Kalla
Wakil Presiden Jusuf Kalla turut memberikan tanggapan mengenai kasus yang menimpa Ketua Umum PA 212 Slamet Ma'arif.
Jusuf Kalla menilai tak ada kriminalisasi ulama yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah tokoh di kubu Prabowo-Sandi.
"Ya tentu kita harus bedakan kriminalisasi dengan masalah hukum. Kalau ya, memang ya, perlu dikaji dengan baiklah."
"Saya baca, (kasus yang terbaru) karena pelanggaran lalu lintas ya bukan karena masalah agama, tapi karena rapat akbarnya di jalan," ujarnya di Kantor Wakil Presiden pada Selasa (12/2/2019).
Menurutnya, pihak kepolisian telah mempertimbangkan dan mengedepankan aspek hukum.
"Itu hukum, memang harus diterapkan tetapi harus adil pada penerapannya," kata Kalla.
Baca: Jusuf Kalla Tidak Setuju Ahok Gabung Tim Sukses Jokowi di Pilpres, Ini Alasannya
2. Zulkifli Hasan
Zulkifli Hasan, Ketua Dewan Penasihat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi juga turut memberikan tanggapan.
Menurutnya, masyarakat dapat merasakan bagaimana keadilan penegakan hukum di Indonesia.
"(Penetapan tersangka) itu haknya aparat. Tetapi tentu sekali lagi ya kalau orang sedikit-sedikit bicara masuk penjara, ngomong sedikit-sedikit masuk penjara."
"Tentu kan pemerintah katanya sayang dan cinta ulama, menghargai kritik, perbedaan. Kalau ada perbedaan sedikit-sedikit kena UU ITE, akan dirasakan publik (tidak adil)," kata Zulkifli di Kompleks Parlemen, Selasa (12/2/2019).
Baca: Fadli Zon Sebut Ada Upaya Halangi Pemenangan Prabowo-Sandiaga, Termasuk soal Slamet Maarif
Zulkifli menambahkan jika pengakan hukum tidak adail maka kepercayaan terhadap penegak hukum juga akan rusak.
"Itu kan nanti kalau dirasa tidak adil ya akan merusak kepercayaan terhadap aparat penegak hukum," kata dia.
3. M Taufik
Penetapan Slamet Ma'arif sebagai tersangka dinilai oleh Ketua Umum Sekretariat Negara (Seknas) Prabowo-Sandi, M Taufik, sebagai suatu kepanikan dari kubu Jokowi.
"Sahabat kita Ketua 212 jadi tersangka. Ini bagian kalau kita perhatikan ini adalah bagian dari kepanikan," ujar Taufik di kantor Seknas Prabowo-Sandi, Jakarta Pusat, Selasa (12/2/2019).
Menurutnya, kepanikan dari kubu Jokowi akan menyebabkan blunder.
Blunder tersebut diartikan sebagai tanda kemenangan bagi kubu Prabowo-Sandi.
"Dari panik muncul menjadi blunder. Kalau blunder terus, Insya Allah ini tanda-tanda kita menang," ungkap dia.
4. Sandiaga Uno
Calon wakil presiden nomor urut 02 sekaligus mantan wakil gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno, menyatakan keprihatinannya terhadap kasus yang menimpa Slamet Ma'arif.
Menurutnya, seseorang tidak bisa dihukum akibat perbedaan pilihan politik.
"Janganlah orang dihukum karena pilihan politik," ujar Sandiaga ketika ditemui di Gedung Olahraga (GOR) Bulungan, Jakarta Selatan, Rabu (13/2/2019).
Sandiaga Uno menuturkan saat ini hukum yang berlaku justru memukul lawan dan melindungi kawan.
"Saya sangat prihatin, kembali lagi terulang, hukum itu digunakan untuk memukul lawan dan melindungi kawan. Hukum itu tidak tegak lurus, tapi justru tebang pilih," ungkapnya.
Baca: Budi Arie Setiadi: Pertarugan Pilpres ada di Akar Rumput
Baca: Jelang Debat Pilpres Kedua, Prabowo Akan Soroti Kedaulatan Pangan
Ia pun memberikan janji kepastian hukum kepada masyarakat jika terpilih dalam Pilpres mendatang.
"Ini (kasus Slamet Ma'rif) menambah semangat kami dan menunjukkan bahwa ada ketidakadilan saat ini. Visi dan misi Indonesia Makmur menjadi relevan untuk kita sampaikan ke masyarakat," jelasnya.
Slamet Ma'arif dijadwalkan menjalani pemeriksaan di Polda Jateng hari ini, Rabu (13/2/2019).
Pemindahan pemeriksaan dilakukan dengan alasan keamanan.
"Pemeriksaan Slamet Ma'arif akan kami lakukan di Polda Jateng. Penyidiknya tetap dari sini (Polresta Surakarta)," ujar Waka Polresta Surakarta AKBP Andy Rifai dikutip dari Kompas.com.
Slamet Ma'arif diduga melakukan pelanggaran kampanye dalam Tabligh Akbar, Minggu (13/2/2019).
Acara Tabligh Akbar tersebut terbuka untuk umum termasuk dihadiri oleh Bawaslu provinsi, kabupaten, dan kota untuk mengawasi.
Saat itu, Slamet Ma'arif diduga menyampaikan imbauan agar tak mencoblos gambar presiden dan kiai namun mencoblos gambar di sampingnya.
"Waktu itu dari orator dan dari peserta memiliki visi yang sama. Karena pada saat Pak Slamet Ma'arif menyampaikan ganti presiden, (dia bilang) '2019 apa?', dijawab (peserta) "ganti presiden'. (Slamet berseru) 'Gantinya siapa?', dijawab (peserta) dengan sebutan Prabowo," kata Anggota Bawaslu Solo, Poppy Kusuma.
Baca: Jadwal Debat Pilpres Kedua, Bertemunya 2 Capres hingga Adanya Debat Bebas, Minggu 17 Februari 2019
Baca: Didukung Keluarga Bani Kholil Bangkalan, Ma’ruf Amin Optimistis Menang di Pilpres
Slamet Ma'arif ditetapkan sebagai tersangka dugaan pelanggaran kampanye di luar jadwal seperti diatur dalam Pasal 521 atau Pasal 492 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Kampanye yang dilakukan Slamet Ma'arif tersebut diduga tergolong sebagai metode kampanye rapat umum.
Metode ini baru boleh dilakukan 21 hari jelang akhir masa kampanye, yaitu 24 Maret-13 April 2019.
(Tribunnews.com/Miftah)