Soe Hok Gie Belum Terlupakan di 'Zaman Android'
"Kita tak pernah menanam apa-apa, kita tidak akan kehilangan apa-apa," begitu perkataan Gie yang dikicaukan Riri Riza dalam akun twitter-nya @rizariri
TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA - Siapa yang masih mengenal aktivis era 1960-an bernama Soe Hok Gie?
Tentu saja generasi 1960an yang 'melek sejarah' yang mengenal aktivis keturunan Tionghoa ini.
Namun, di 'zaman android' ini, nama Gie--panggilan akrabnya--belum pudar terkikis waktu.
Setidaknya fenomena ini terlihat di jagat twitter, belakangan ini. Tanggal 16 dan 17 Desember adalah 'kalender keramat' yang tersemat pada sosok Gie.
Gie lahir di Jakarta, 17 Desember 1942, dan wafat 16 Desember 1969 di Gunung Semeru, Jatim.
Nah, di pertengahan Desember inilah, kicauan penghormatan terhadap Soe Hok Gie bergentayangan di jejaring sosial twitter.
Di antara mereka ada yang berkicau sembari mengutip perkataan Gie yang sebelumnya ditulis Gie dalam buku hariannya, atau yang tercetak di surat kabar pada zamannya.
Riri Riza misalnya, sutradara yang pernah menjadi komando lahirnya film semi-dokumenter GIE (2005) pun berkicau sembari mengutip perkataan Soe Hok Gie.
"Kita tak pernah menanam apa-apa, kita tidak akan kehilangan apa-apa," begitu perkataan Gie yang dikicaukan Riri Riza dalam akun twitter-nya @rizariri pada 17 Desember kemarin.
"Selamat hari lahir #soehokgie," sambung Riri Riza.
Dalam film GIE garapan Riri Riza ini, tokoh Soe Hok Gie diperankan aktor Nicholas Saputra.
Film ini diangkat dari buku harian Soe Hok Gie berjudul Catatan Seorang Demonstran.
Selain dikenal oleh generasi 1960 yang 'melek sejarah', nama Soe Hok Gie juga sudah familiar di kalangan pendaki gunung di 'zaman android' ini.
Bahkan, pembicaraan tentang Gunung Semeru, selalu diidentikan dengan nama Soe Hok Gie lantaran ia wafat di puncak gunung tertinggi di Pulau Jawa ini.
Di luar aktivitasnya sebagai pendaki gunung, Gie juga terkenal sebagai pemberontak kelas wahid ketika menjadi mahasiswa Ilmu sejarah di Universitas Indonesia.
Gie sering memprotes kebijakan pemerintahan yang dipimpin Presiden Soekarno melalui tulisan-tulisannya di media massa. (eko darmoko)