Saya Berzikir Sampai Tertidur dan Merasa Berada di Ruang Operasi
Sebelum operasi, Marcella tetap berembug dengan keluarga besar. Saat rapat keluarga semuanya sepakat keputusan akhir ada di tangan Marcella.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM - Sebelum operasi, Marcella tetap berembug dengan keluarga besar. Saat rapat keluarga semuanya sepakat keputusan akhir ada di tangan Marcella.
“Posisi saya sangat dilematis. Saya harus segera memutuskan apakah Magali tetap dioperasi di Jakarta atau akan kami bawa ke Singapura? Nanda juga menyerahkan ke saya karena saya ibunya. Nanda tahu saya bisa memutuskan yang terbaik. Makanya saya coba cari lagi opini lain dari salah satu dokter di Singapura. Untungnya, beliau merekomendasikan dokter yang sama untuk melakukan tindakan bedah. Perasaan saya jadi nyaman saat tahu Magali berada di tangan dokter yang tepat,” kenang Marcella yang mengaku tak mempermasalahkan biaya demi kesembuhan sang anak.
“Saya udah enggak mikirin, deh, soal duit, yang penting anak saya tertolong,” cetusnya.
Operasi pun dilakukan. Ketegangan dirasakan Marcella, Nanda, berikut keluarga besar mereka yang menunggu di luar ruang operasi.
Sepanjang operasi yang berlangsung sekitar 3,5 jam itu, Marcella tak henti-hentinya berzikir, “Saya sampai ketiduran dan merasa berada di ruangan operasi bersama Magali. Saya stres banget,” ujar Marcella.
Begitu operasi selesai dan ia dipanggil dokter, “Dokter bilang Magali anak yang sangat beruntung dan kuat. Dugaan awal dokter itu adalah tumor Choroid Plexus Papilloma . Insyaallah ini masih tumor jinak, tapi tetap harus melalui proses patologi,” ujar Marcella sambil menerawang.