Kharisma God Bless di Panggung Rock, Belum Muncul Saja Massa Sudah Heboh
Ketika lagu seperti ”Kehidupan” atau ”Semut Hitam” yang gagah gempita itu terdengar, penonton melonjak-lonjak.
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM - ”God Bless itu hidup saya, hidup kami semua,” kata Ahmad Albar, (68) salah seorang pembentuk band God Bless pada tahun 1973. Lebih dari 40 tahun gagah di pentas rock, belakangan God Bless tampil dari kafe ke kafe.
God Bless punya karisma kuat di panggung rock. Belum muncul saja massa sudah heboh. Dan ketika lagu seperti ”Kehidupan” atau ”Semut Hitam” yang gagah gempita itu terdengar, penonton melonjak-lonjak.
Atau ketika balada lembut seperti ”Panggung Sandiwara” dan ”Syair Kehidupan” mengalun, penonton terhanyut dalam suasana dan bernyanyi bersama.
Lagu-lagu tersebut telah menjadi bagian dari kehidupan penikmat God Bless yang terentang dari usia 20-an sampai 60-an tahun.
Setidaknya itu yang terlihat saat God Bless berkonser di arena santap La Piazza, Kelapa Gading, Jakarta, Jumat (27/3) malam. Sambil bersantap dan minum-minum, hadirin menikmati menu berupa legenda hidup bernama God Bless.
Musiknya tetap jantan, gagah, tapi melodik dan manis. Ahmad Albar sebagai figur utama mempunyai karisma kuat sebagai rocker.
Donny Fattah Gagola (65) pada bas, Ian Antono (64) dengan gitar Hamer-nya, serta Abadi Soesman (66) pada kibor menjadi ”benteng” penjaga rock yang tangguh. God Bless mendapat ekstra energi dari awak termudanya, Fajar Satritama (45) pada drum.
Karisma, wibawa panggung, dan kekuatan lagu menutup efek pertambahan usia, termasuk power atau daya vokal Ahmad Albar, yang tentu sudah berkurang dibanding saat mereka berjaya di era 1970-1980-an. God Bless menyiasati dengan menurunkan nada dasar yang lebih rendah agar Ahmad Albar nyaman bernyanyi.
Dengan cara itu Albar atau Iyek bisa bernyanyi selama 90 menit tanpa jeda. Semula God Bless menyiapkan 12 lagu, tapi melihat situasi penonton, mereka manambah 4 lagu.
”Gimana masih kuat, gue juga masih ...,” kata Ahmad Albar ”menantang” penonton dan menguji diri. Jawaban penonton yang meluap-luap itu tidak menguras energi awak God Bless, tapi malah membuat mereka makin garang.
Dengan peluh membasahi wajah dan T-shirt warna gelapnya, Iyek tampak penuh gairah. Kondisi fisik itu, menurut Iyek, sedikit banyak datang dari musik dan respons audiens. ”Musik rock itu sendiri sudah dinamis, energik. Kalau audiens semangat, kami juga terpengaruh, makin energik, makin bersemangat,” kata Iyek.
”Kami bersyukur saja, dalam usia mendekati kepala tujuh, kami masih bisa main musik. Kadang bisa sampai dua jam,” kata Iyek menambahkan. (Frans Sartono)