Lokananta dan Bengawan Solo Sejarahmu Dulu
Tahukah juga Anda, seberapa bersejarah tempat rekaman itu maupun nasibnya kini?
Editor: Robertus Rimawan
“Bengawan Solo, riwayatmu ini sedari dulu jadi perhatian insani… Mata airmu dari Solo, terkurung gunung seribu, air meluap sampai jauh, dan akhirnya ke laut.. ”
BETUL, dua penggal kalimat di atas merupakan lirik tembang teramat lawas, Bengawan Solo.
Bercerita tentang sungai yang membelah Solo, Jawa Tengah, dan pernah menjadi sumber penghidupan bagi banyak orang di sepanjang alirannya yang berakhir di Jawa Timur.
Tapi, tahukah Anda, di mana lagu itu pertama kali direkam?
Tahukah juga Anda, seberapa bersejarah tempat rekaman itu maupun nasibnya kini?
Adalah sosok musisi muda Glenn Fredly yang belakangan kembali melambungkan nama tempat rekaman pertama untuk tembang legendaris karya Gesang tersebut.
Glenn bahkan membuat album mencuplik nama tempat itu pada 2012, Glenn Fredly & The Bakuucakar Live from Lokananta.
Betul, nama tempat itu adalah Lokananta dan lokasinya ada di Solo.
Sejarahnya pun panjang, tetapi nyaris pula terlupakan seperti banyak situs penting lain dalam perjalanan negeri ini.
Bayangkan, seperti apa nasib ribuan keping piringan hitam yang pernah dihasilkan di sini, seberapa banyak suara emas anak negeri yang terkubur berdebu tanpa seorang pun ingat.
"Galau melihatnya. Begitu masuk Lokananta, merinding, enggak ada yang ngomong. Kayak deja vu. Kami cuma bilang, ini nih tempat rekaman DVD live."
"Semua sepakat dan ini takdir. Segala sesuatu ada waktunya dan ini tempatnya," kata Glenn mengenang kali pertama menapakkan kaki ke bangunan lawas tempat rekaman itu.
Perjumpaan Glenn dengan Lokananta bermula dari pencarian tempat rekaman yang memiliki ruang dan kualitas untuk karya monumental bersama para pemusik The Bakuucakar.
”Saya ingin yang (merupakan) legacy, bisa dibanggakan bersama," kata dia.
Glenn pun bermimpi deretan artis muda menyambangi dan berkarya di Lokananta.
Hadir dalam peluncuran album Glenn itu, Andi, karyawan Lokananta. Ini kisahnya soal tempat itu.
“Cuma dipakai untuk gamelan dan mati tidak ada aktivitas sama sekali, alat yang ada kami servis sendiri dan berharap tidak ada rayap,” ucap dia lirih.
Tempat ini dirawat 20 karyawan yang lebih banyak mencoba menghidupi diri mereka sendiri demi menjaga 500 masterpiece musik Indonesia di Lokananta.
Tak kurang, master lagu kebangsaan Indonesia Raya dibuat dan tersimpan di sini.
Lokananta lahir pada 29 Oktober 1956, berlokasi di Jalan Ahmad Yani 287 Surakarta. Oetojo Soemowidjojo dan Raden Ngabehi Soegoto Soerjodipoero, pegawai RRI Surakarta menjadi pelopornya.
Musisi legendaris yang terkenal dengan ciptaan lagu Di Bawah Sinar Bulan Purnama, Raden Maladi, menjadi penggagas namanya, berdasarkan filosofi dari dunia pewayangan.
Lokananta punya arti gamelan dari khayangan yang bersuara merdu.
Asa pada teknologi
Adalah teknologi digital dan kemudian menyebar luas lewat internet, asa bagi kelanjutan Lokananta. Lagi-lagi ada sosok anak muda di sana.
Salah satu dari mereka adalah David Tarigan dari Irama Nusantara.
Sekelompok anak muda tersebut memulai gerakan sosial berlandaskan kesadaran tentang pengarsipan dan pelestarian data musik populer Indonesia.
"Kami ingin melestarikan karya-karya musik asli Indonesia yang semakin sulit dicari. Dengan adanya pengarsipan ini masyarakat Indonesia akan dengan mudah menemukannya. "
"Selain itu kami ingin masyarakat Indonesia saat ini tahu seperti apa perkembangan dunia permusikan di Indonesia, sehingga mereka bisa lebih menghargainya," ungkap David dari Irama Nusantara.
Mula-mula, Irama Nusantara mengumpulkan data dan mendata semua rekaman fisik musik populer.
Tak terkecualikan adalah semua informasi terkait sang artis hingga perusahaan rekamannya.
Seluruh data tersebut kemudian diubah menjadi data digital yang diunggah ke situs mereka, iramanusantara.com.
Rencananya, mereka bakal melanjutkan proyek ini dengan membangun sentra media berisi diorama, perpustakaan musik, kafe, studio, sekaligus auditorium.
“Kami beri servis bagi siapa pun yang butuh data-data tersebut,” kata David, dalam cuplikan video yang diunggah di situs indonesiadigitalnation.com.
“(Untuk) anak muda yang ingin tahu tentang musik populer Indonesia, orang tua yang ingin nostalgia, bahkan kami sendiri karena kami suka,” lanjut dia.
David mengatakan, proses pengumpulan piringan hitam, termasuk dari Lokananta, tidaklah mudah. “Sulit didapat, nyaris punah bahkan,” ujar dia.
Dari satu per satu keping piringan hitam yang didapat itu, lanjut dia, Irama Nusantara pindahkan ke format digital, untuk kemudian diunggah ke situs mereka dan bisa diakses dari seluruh belahan bumi.
“Ini konsep gila,” aku dia.
Setidaknya, asa David bertaut pada sekelompok anak muda yang lain.
Pada 2012, misalnya, berlangsung festival untuk menghidupkan kembali cikal-bakal industri musik Indonesia ini, Festival Lokananta.
Bersama festival yang menghadirkan dua panggung bersamaan tersebut, digelar pula workshop rekaman, pameran foto konser, dan pemutaran film dokumenter musik.
Seperti dikutip Antara pada saat itu, Ketua Penyelenggara Festival Lokananta, Stefanus Aji, menyatakan artis papan atas pada masanya mulai Bing Slamet dan Lilis Suryani, hingga dalang Ki Narto Sabdo dan pelawak Basyo pernah meninggalkan jejak suara di antara lantai dan langit-langit Lokananta.
"(Festival ini) semua untuk menghidupkan kembali Lokananta yang dulunya cikal bakal industri rekaman musik di Indonesia," kata Aji.
Terlebih lagi, peralatan musik di tempat rekaman tersebut tak kehilangan kualitas internasionalnya meski tergilas waktu.
Langkah David, Aji, dan para pencinta Lokananta maupun karya anak-anak bangsa serupa, tidak semestinya berhenti.
Kemajuan teknologi informasi—berupa kehadiran era internet dan digital—juga dapat menjadi jalan pelestarian jejak-jejak sejarah bangsa seperti ini, yang bisa jadi menjadi inspirasi untuk mewujudkan karya besar lain di kemudian hari.
David sudah berkisah lewat indonesiadigitalnation.com.
Dia menjadi satu dari 60 orang yang berbagi inspirasi tentang pemanfaatan teknologi informasi, internet, dan dunia digital bagi upaya mendongkrak produktivitas anak negeri.
Bila punya visi yang sama, Anda pun bisa berbuat dan berbagi seperti mereka.
Salah satunya, cukup dengan membuat video pendek, unggah di Youtube, lalu kabarkan di Twitter dan Instagram, kemudian pasang tagar #IndonesiaDigitalNation.
Kalau Glenn, David, Aji, dan sederet nama anak-anak muda sudah mencoba berkarya dan menjaga Lokananta, termasuk lewat kemajuan teknologi informasi ini, Anda pun punya peluang yang sama untuk bisa berbuat dan berbagi demi kemajuan Indonesia. Berani? (*)