Mengenang Pujangga Ajip Rosidi, Prioritaskan Bangun Perpustakaan hingga Pilih Tidur di Masjid
Kabar duka dari dunia kesusastraan Indonesia. Ajip Rosidi meninggal dunia, Rabu (29/72020) malam pukul 22.20 WIB di RSUD Tidar Kota Magelang.
Editor: Willem Jonata
Dadan Sutisna, sastrawan Sunda yang paling dekat dengan Ajip di masa tuanya, mengatakan, Ajip pernah terjatuh dua kali.
Ia terjatuh di rumahnya saat menuju komputer untuk melanjutkan menulis roman. Sastrawan lainnnya, Etti RS, juga mengatakan hal yang sama.
"Roman yang ditulis Kang Ajip belum selesai, tapi sudah banyak halaman yang ditulisnya. Awalnya ia menulis sendiri, namun setelah terjatuh, dituliskan oleh anaknya, Titis, " kata Etti RS yang pernah mendapat hadiah sastra Rancage untuk kumpulan sajaknya "Maung Bayangan".
Hal itu dibenarkan oleh Titis. Sebelum sakit dan meninggal dunia, Ajip bercerita kepada Titis Nitiswari. Ia ingin membuat suatu karya, entah itu buku atau puisi yang menceritakan tentang Rasulullah SAW.
Namun sayang, sebelum keinginannya terwujud, Ajip telah tutup usia lebih dahulu.
"Waktu itu dia pernah ditanya oleh teman saya. Teman saya tahu karena sudah sepuh, tujuan terakhir bapak ini apa? Terus dia ingin membuat sesuatu tentang Rasulullah SAW. Entah itu buku atau puisi atau apa," ujar Titis, di rumah duka kepada Tribun Network, Kamis (30/7).
Titis menceritakan, ayahnya mulai membaca-baca untuk dijadikan karya tersebut. Ajip juga memiliki ide untuk membuat sebuah roman berjudul 'Menjadi Indonesia'. Ajip sudah bercerita tentang hal ini kepada salah seorang temannya di Prancis.
Bahannya sudah di kepala, tinggal diketik saja. Ia mengisahkannya pada Titi, lalu Titis membantu ayahnya untuk mengetik di komputer. Baru delapan halaman, tapi ada fragmen yang mesti dicek kebenaranya, dimana ada kondisi politik dalam cerita itu yang ia sedikit lupa.
Ajip pun meminta putri keenamnya itu untuk mengambil majalah Warta yang dulu terbit tahun 60 sampai 70-an.
Selama tiga hari, ia membaca dan mempelajariny sampai ia terjatuh dan sakit. Karya itu pun mengendap dan belum dapat lagi diteruskannya.
"Baru delapan halaman karena mungkin sudah sepuh ada bagian fragmen yang mesti dicek kebenarannya, saat itu kondisi politiknya saya lupa harus cek dulu, dia bilang. Dia minta diambilkan majalah dari perpustakaan. Jadi kami membawa majalah warta tahun 60-70an lalu dibawa ditaruh di situ, dia tiga hari baca. Udah bilang mau meneruskan, tapi keburu jatuh yang kedua, jadi nggak bisa diterusin lagi," katanya.
Buku-buku koleksi Ajip dari perpustakaan pribadi yang ada di Jati Niskala itu rencananya akan dipindahkan ke perpustakaan umum Ajip di Bandung. Hal itu baru wacana, karena memindahkan buku pasti membutuhkan biaya.
"Kalau ini perpustakaan pribadi. Kalau di Bandung, ada perpustakaan untuk umum. Kami juga, yang namanya perpustakaan butuh biaya dan segala rupa yang di Bandung pun belum bisa hidup. Mungkin yang terpikir oleh saya, kakak saya, baru bertiga untuk memindahkan aja buku-buku di sini ke Bandung aja. Kalau di Bandung kan buat umum, tapi itu hanya wacana sekilas belum dibicarakan," kata Titis.
Mantan Komisiner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Erry Riyana Hardjapamekas, rekan Ajip dari Yayasan Kebudayaan Rancage, mengenang almarhum sebagai orang besar dan baik. Beliau tak hanya cinta kemajuan bangsa, tetapi juga kelangsungan dan kelestarian bahasa daerah. Yayasan Rancage didirikan Ajip untuk melestarikan bahasa daerah.