Anak Tunggal Ismail Marzuki Kenang Kebiasaan Ayah Jika Cari Inspirasi, Semua Kejadian Bisa Jadi Lagu
Bagi anak semata wayang Ismail Marzuki, Rachmi Aziah ada kenangan bersama sang ayah sebelum tutup usia pada tahun 1958 silam yang selalu dikenangnya
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dwi Putra Kesuma
TRIBUNNEWS.COM, DEPOK – Nama sang ayah begitu terkenal karena karya-karyanya. Ada banyak kenangan ditorehkan komponis besar Indonesia Ismail Marzuki lewat lagu-lagu ciptaannya.
Bagi anak semata wayang , Rachmi Aziah (71) adan kenangan bersama sang ayah sebelum tutup usia pada tahun 1958 silam yang selalu dikenangnya.
Dijumpai wartawan bertepatan pada peringatan Hari Pahlawan, Rachmi pun antusias berbagi cerita tentang sosok ayahnya, yang kerap mencari inspirasi dengan mengajak keluarganya liburan.
Baca juga: Profil Ismail Marzuki, Komposer Musik yang Muncul di Google Doodle Hari Pahlawan 2021
Baca juga: Alasan Jokowi Anugerahkan Gelar Pahlawan Nasional Kepada Haji Usmar Ismail
Untuk informasi, Ismail Marzuki sendiri telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2004 silam, di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“Bapak itu kalau mencari inspirasi lagi kita jalan-jalan ke Lapangan Ikada, sekarang ini Monas ya.
Jadi saya masih anak-anak itu main keliling-keliling, tapi bapak duduk di bawah pohon besar, dia sudah siap dengan coretan-coretannya itu (membuat lagu).
Disitu tercetuslah lagu berjudul Kr. Pasar Gambir,” kata Rachmi di rumah kontrakannya yang beralamat di Komplek Bappenas, Sawangan, Kota Depok, Rabu (10/11/2021).
Rachmi mengatakan, hampir seluruh lagu ciptaan Ismail Marzuki tercipta dari sebuah kejadian.
“Jadi hampir semua lagu itu terinspirasi dari suatu kejadian. Waktu kenal sama ibu (almarhumah Eulis Zuraidah) di Bandung, ibu kan penyanyi keroncong, disitu bapak bikin lagu Halo Halo Bandung,” ungkapnya.
Hingga beberapa waktu sebelum Kembali ke pangkuan sang khalik, Rachmi mengatakan ayahnya membuat lagu yang dipersembahkan untuk ibunya.
“Lagu terakhir bapak itu judulnya Inikah Bahagia. Mungkin terinspirasi dari kebersamaan bapak dan ibu. Bapak itu banyak menciptakan lagu untuk ibu,” jelasnya.
Sosok Disiplin Ismail Marzuki
Kehilangan sosok sang ayah saat masih berusia delapan tahun, tak membuat Rachmi kehilangan memori bahagia dan kasih sayang yang dicurahkan Ismail Marzuki padanya.
Ia masih ingat betul, ayahnya merupakan sosok pria yang sangat bertanggung jawab dan sayang pada keluarga.
Tak hanya itu, kedisiplinan ayahnya juga masih sangat membekas dalam diri Rachmi, dan menjadi teladan yang ia pegang teguh hingga saat ini,
“Bapak itu terhadap anak, keluarga, itu disiplin banget. Jadi waktunya makan itu makan, meskipun ada tamu sekalipun ya tetap makannya harus dihabiskan dulu, gak boleh ditinggal, katanya gak baik,” ungkapnya.
“Terus jam tidur kalau ada tamu pun ya dia tidur saja. Jadi dia disiplin banget, teratur, sepertinya sulit ya sekarang menemukan yang kaya begitu,” timpalnya.
Lebih lanjut, Rachmi tak pernah menyangka bahwa nama dan karya almarhum Ismail Marzuki tetap abadi hingga sekarang.
“Sampai saat ini saya sekeluarga juga tidak menyangka nama bapak abadi sampai sekarang, banyak dikenang gitu,” ujarnya.
Bahkan, ia mengaku bahwa hingga detik ini masih menerima nafkah dari ayahnya yang telah tiada puluhan tahun silam.
“Sekarang ini istilahnya orang mati ngempanin orang hidup ya saya. Pak Ismail yang susah payah bikin lagu sampai tengah malam, dia tidak merasakan hasil jerih payah dia, tapi yang nikmatin anak cucunya, jadi bersyukur banget. Saya selalu berdoa semoga bapak selalu diberikan tempat terbaik disisinya, dan karyanya tetap abadi,” ucapnya.
Tunjangan Distop karena Covid-19
Sebelum pandemi Covid-19 melanda Indonesia, Rachmi mengisi hari tuanya dengan berdagang minuman sachet dingin di depan rumahnya.
“Sebelum pandemi saya berjualan di depan rumah, karena ada anak sekolah dasar kan. Ya itu untuk mengisi kekosongan masa tua saja, jadi bukan untuk mata pencaharian,” kata Rachmi.
Soal penghasilan, Rachmi berujar keluarganya mendapat tunjangan dari pemerintah sebesar Rp 50 juta per tahun.
“Saya sudah cukup dikasih pemerintah per tahun Rp 50 juta,” imbuhnya.
Tak hanya itu, tunjangan perbulan juga ia terima dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Namun tak sebesar nominal yang diberikan pemerintah pusat, Rachmi menuturkan tunjangan yang keluarganya terima dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 1.350.000 perbulan.
Namun sejak dua tahun belakangan, tunjangan perbulan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini sudah tak lagi ia terima.
“Terus dari DKI dikasih juga, perbulan Rp 1.350.000. Cuma karena pandemi distop sama Pak Anies (Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan). Katanya untuk biaya corona, penanggulangan Covid-19. Yaitu saya gak tahu tapi saya juga gak menuntut atau apa, biarin saja ya,” bebernya.
Menjalani hari tua di rumah kontrakan, Rachmi berharap ada bantuan tempat tinggal yang layak untuk keluarganya dari pemerintah pusat.
Sejak almarhumah ibunya masih ada, keluarga Rachmi terus berpindah dari satu kontrakan ke kontrakan yang lainnya.
“Dari ibu masih ada sampai sekarang kami ini kan masih ngontrak rumah, pindah dari kontrakan satu ke kontrakan lain,” ucapnya,
“Jadi saya ingin lah ada sesuatu kenangan atas nama Ismail Marzuki, kami sebagai ahli warisnya bisa menempati suatu tempat tinggal yang layak, gak kebocoran, cuma yang layak saja gak minta lebih,” pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Kenangan Anak Tunggal Ismail Marzuki: Liburan ke Lapangan Ikada untuk Cari Inspirasi Lagu ,