Edukasi Kelompok Rentan Penting untuk Cegah Stunting
Sepanjang pandemi Covid-19, tantangan baru banyak dihadapi, termasuk dalam penanggulangan stunting.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sepanjang pandemi Covid-19, tantangan baru banyak dihadapi, termasuk dalam penanggulangan stunting.
Stunting atau pertumbuhan anak terhambat disebabkan kurang gizi disebabkan sejumlah faktor.
Faktor utamanya adalah akses terhadap makanan bergizi, sanitasi, maupun air bersih. Serta keluarga berpenghasilan rendah maupun kehilangan pendapatan selama pandemi.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Agus Suprapto menjelaskan, secara teoritis pandemi dinilai berpengaruh terhadap peningkatan angka stunting di Indonesia.
Diketahui, pemerintah menargetkan penurunan angka stunting hingga 14 persen pada 2024.
Baca juga: BKKBN Kembangkan “Elsimil”, Aplikasi untuk Percepatan Penurunan Stunting
Untuk itu, edukasi stunting diharapkan tidak hanya berfokus pada bayi atau anak, melainkan juga pada kelompok risiko, yaitu remaja anemia, calon pengantin, pasangan usia subur, ibu hamil, anak yang baru lahir.
“Untuk mencapai target 14 persen, orientasi edukasi kita harus ke hulu lagi,” ujar Agus dalam Dialog Produktif dari Media Center Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) - KPCPEN, Selasa (30/11/2021).
Agus menekankan, edukasi di bidang gizi sangat dipengaruhi kebudayaan setempat.
Pendampingan dan pendekatan pada ibu hamil dianjurkan dilakukan orang per orang, karena setiap individu memiliki keunikan dan permasalahannya masing-masing.
“Karena itu, edukasi sebaiknya dilakukan oleh warga setempat,” tuturnya, sementara
Plt. Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI, Kartini Rustandi menyoroti kekhawatiran masyarakat untuk mengunjungi Puskesmas semasa pandemi.
Baca juga: Pemerintah Targetkan Penurunan Angka Stunting Hingga 14 Persen
Meski dalam situasi pandemi, Kartini mengatakan beberapa upaya tetap dapat dilaksanakan guna memastikan anak bertumbuh dengan sehat. Di antaranya, mempersiapkan dan memantau
pertumbuhan serta perkembangan anak dengan baik, melalui Posyandu dengan disertai prokes.
“Di daerah-daerah tertentu para kader dan tenaga kesehatan juga datang dari rumah ke rumah,” imbuh Kartini.
Selain itu, dengan memanfaatkan teknologi, bisa dilakukan telekonseling, agar nakes tetap aman namun kesehatan anak-anak juga terpantau.
Kepada ibu hamil, Kartini memberikan beberapa saran agar bayi terlahir sehat. Di antaranya, pemeriksaan kesehatan secara berkala, menjaga kesehatan, asupan makanan yang baik, juga menjaga lingkungan agar tetap sehat, termasuk bebas dari asap rokok.
Ia menjelaskan banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting, bukan hanya pada asupan makanan, melainkan juga pola asuh, pola makan, budaya setempat.
Sebagai contoh, pemahaman lokal yang salah seperti makan ikan bisa mengganggu kesehatan. Hoaks yang demikian dapat berdampak pada asupan gizi anak atau ibu hamil.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, M. Adib Khumaidi juga menegaskan pentingnya edukasi sebagai bagian dari upaya preventif promotif dalam hal kesehatan, termasuk mencegah stunting.
“Problematika utama mengatasi kesehatan adalah dengan upaya preventif promotif, bukan upaya kuratif,” ujarnya.
Ia mengharapkan revitalisasi peran Puskesmas dalam upaya tersebut.
“Puskesmas adalah manajer wilayah, perwakilan Kemenkes di satu wilayah. Itu peran yang harus dikedepankan,” ujar Adib.
Pentingnya edukasi stunting disampaikan oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Gorontalo, Cokro R. Katilie.
Ia memaparkan pihaknya bekerja sama dengan berbagai pihak, telah menggencarkan edukasi. Di antaranya dengan Kementerian Agama, berupa edukasi melalui pendampingan calon pengantin baru melalui Kantor Urusan Agama.
Upaya menanggulangi stunting memerlukan koordinasi tanpa sekat dengan berbagai pihak, karena stunting bukan hanya permasalahan kesehatan, melainkan juga infrastruktur, sanitasi, kebudayaan, ketahanan pangan, dan berbagai sektor lainnya.
Berkat kerja sama tersebut, termasuk tim pendamping keluarga dari BKKBN, ia menjelaskan, angka stunting di wilayahnya turun menjadi sekitar 9 persen dari sebelumnya pernah berada pada angka 37 persen.