Korban Penipuan CPNS Olivia Nathania Minta Anak Nia Daniaty Dihukum Maksimal, Pengacara Membela
Olivia Nathania, anak Nia Daniaty, kini duduk sebagai terdakwa kasus penipuan CPNS.
Editor: bunga pradipta p
TRIBUNNEWS.COM - Karnu adalah salah satu pelapor yang membuat Olivia Nathania, anak Nia Daniaty, duduk sebagai terdakwa kasus penipuan CPNS.
Ia mengaku mendapat tawaran dari Olivia Nathania, untuk bisa meloloskan anaknya mengikuti tes CPNS.
Kala itu, Olivia Nathania mengaku direktur batubara kepadanya.
"Ya karena mmemang kami diiming-imingu beliau (Oi). Lalu dia juga bisa memasukkan karena dia punya link di dalam untuk orang BK-nya. Menjamin masuk 100 persen," kata Karnu ketika ditemui usai sidang Olivia Nathania, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (26/1/2022).
Baca juga: Soal Dakwaan Jaksa, Pengacara Akui Nathania Olivia Salah: Tapi Jangan Dilimpahkan Semua ke Dia
Karena tergiur atas iming-imingan dari Oi, Karnu pun langsung mengirimkan uang agar anaknya bisa menjadi PNS.
"Uang yang masuk kesana Rp 40 juta untuk masukin anak saya," ucap Karnu.
Kuasa hukum Karnu, Desi Hadi Saputri menyebutkan kliennya diiming-imingi kemewahan dan juga meyakini anak Karnu bisa lolos CPNS.
Baca juga: Fakta-fakta Sidang Perdana Penipuan CPNS yang Jerat Anak Nia Daniaty
"OI juga bilang kalau dia seorang direktur PT batubara dan dia kenal dengan para pejabat itu yang meyakinkan para korban," jelas Desi Hadi Saputri.
"Dan pembayarannya itu uang cash diberikan ke Oi dan kalau non tunai menggunakan rekening Rafly," sambungnya.
Desi mewakili Karnu sebagai pelapor, menyerahkan semua proses ke Jaksa Penuntut Umum (JPU), agar masalah yang dihadapi kliennya kepada Olivia Nathania bisa selesai.
"Kami meminta kepada JPU untuk memberikan sanksi semaksimal mungkin," ujae Desi.
Diberitakan sebelumnya, salah satu korban bernama Karnu melaporkan Olivia Nathania dan suaminya, Rafly Noviyanto Tilaar ke Polda Metro Jaya pada 23 September 2021.
Laporan yang teregister dengan nomor LP/B/4728/IX/SPKT/Polda Metro Jaya itu menyangkakan dengan Pasal 378 dan atau Pasal 372 dan atau Pasal 263 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) Tentang Penggelapan, Penipuan, serta Pemalsuan Surat.
Sementara, korban dari kasus tersebut disebut telah mencapai 225 orang dengan kerugian ditaksir Rp 9,7 miliar.