Hipertensi Jadi Penyebab Paling Sering Stroke Pendarahan
Ketua Departemen Bedah Saraf FKUI/RSCM Dr.dr. Setyo Widi Nugroho Sp.BS(K) mengatakan hidup sehat hindarkan stroke pendarahan.
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --Ketua Departemen Bedah Saraf FKUI/RSCM dan Ketua Divisi Neurovaskular Dr.dr. Setyo Widi Nugroho Sp.BS(K) mengatakan, seseorang yang menjalani hidup sehat dapat terhindar dari stroke pendarahan.
Adapun penyebab stroke pendarahan paling sering dan bisa dimodifikasi adalah hipertensi.
Baca juga: Penyebab Stroke Beserta Gejala dan Faktor Risikonya
"Khususnya bisa menghindarkan faktor-faktor risiko yang bisa diatasi atau bisa dimodifikasi, misalnya penyakit hipertensi (tekanan darah tinggi ) yang paling sering menyebabkan stroke perdarahan," ujar dia saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (8/9/2022).
Sementara lainnya stroke pendarahan disebabkan penyakit kelainan pembuluh darah otak, misalnya aneurisma otak, kelainan atau malformasi ( salah bentuk ) pembuluh darah otak, misalnya arterio-venous malformasi atau cavernous angioma.
"Kelainan tersebut sering ditemukan setelah terjadinya perdarahan otak. Cara mencegahnya dengan deteksi dini atau brain screening," ujar dokter Setyo.
Berikut faktor risiko hipertensi adalah usia, obesitas, makanan yang terlalu mengandung garam dan sedikit kalium, kurangnya berolahraga, merokok dan konsumsi alkohol, hingga stress.
Baca juga: Hipertensi Ditemukan pada 70 Persen Pasien Stroke, Dokter: Kendalikan Tekanan Darah
Serta dua faktor risiko tambahan yang juga perlu diperhatikan seperti udara dingin dan polusi udara.
Faktor risiko tersebut mampu membuat tekanan darah tidak stabil.
Menurut World Health Organization (WHO) pada 2021 terdapat 1,4 milyar penduduk dunia hidup dengan Hipertensi. Dan hanya 14 persen yang memiliki tekanan darah terkontrol.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2018 menunjukkan prevalensi Hipertensi 34,31 persen dan hanya 8,8 persen yang terdiagnosis, 13 persen yang tidak minum obat, serta 32,3 persen yang minum obat namun tidak teratur.
Kondisi ini hampir sama dengan hasil survei yang dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (PERHI), di mana tekanan darah tidak terkontrol pada 2017 menunjukkan 62,8 persen (di daerah urban) dan pada 2018 mencapai hingga 78 persen (mencakup daerah urban dan rural).
Penderita hipertensi harus terus patuh dalam menjalani pengobatan dan pengukuran tekanan darah secara benar dan berkala.
Pasien Stroke pun harus mengelola hipertensinya dengan baik agar tidak semakin parah dan berakibat kecacatan menetap atau kematian.