Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Seleb

Perjalanan Karier Nano Riantiarno, Wartawan dan Pendiri Teater Koma yang Meninggal Dunia

Simak perjalanan karier pendiri Teater Koma, Nano Riantiarno yang meninggal dunia dalam artikel ini.

Penulis: Katarina Retri Yudita
Editor: Salma Fenty
zoom-in Perjalanan Karier Nano Riantiarno, Wartawan dan Pendiri Teater Koma yang Meninggal Dunia
Kolase Tribunnews / Instagram @nanoriantiarno
Inilah perjalanan karier pendiri Teater Koma, Nano Riantiarno. 

TRIBUNNEWS.COM - Berikut perjalanan karier pendiri Teater Koma, Nano Riantiarno.

Pemilik nama lengkap Norbertus Riantiarno tersebut dikenal sebagai pendiri Teater Koma yang berdiri pada 1977.

Selain itu, Nano Riantiarno juga merupakan seorang aktor, penulis, sutradara, dan wartawan.

Dikutip dari Tribun Style, Nano Riantiarno sudah aktif di dunia teater sejak SMA tahun 1965 di Cirebon.

Lulus SMA, Nano Riantiarno melanjutkan pendidikannya ke Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) di Jakarta, seangkatan dengan Slamet Rahardjo dan Boyke Roring.

Saat kuliah, Nano Riantiarno juga berguru dengan Arifin C. Noer, menjadi anggota Teater Kecil.

Baca juga: Profil Nano Riantiarno Pendiri Teater Koma Tutup Usia, Ini Rekam Jejak dan dan Karya-karyanya

Diketahui, Nano Riantiarno tidak lama bergabung dengan Teater Kecil.

Berita Rekomendasi

Namun, di teater tersebut, Nano Riantiarno bertemu dengan jodohnya, Ratna Karya Madjid.

Tahun 1971, Nano Riantiarno masuk ke Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara di Jakarta.

Nano Riantiarno bergabung bersama Teguh Karya, seorang dramawan terkemuka Indonesia dan ikut mendirikan Teater Populer tahun 1968.

Namun, sekitar tahun 1975, ia berkeliling Indonesia untuk mengamati teater rakyat serta kesenian tradisi.

Kemudian, Nano mendirikan Teater Koma pada 1 Maret 1977.

Diketahui, ia juga menjabat menjadi Ketua Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta tahun 1985 hingga 1990.

Pada 1991 hingga 1992, Nano menjadi Anggota Komite Artistik Seni Pentas untuk Kias (Kesenian Indonesia di Amerika Serikat).

Selain itu juga menjadi anggota Board of Artistic Art Summit Indonesia pada 2004.

Tahun 1997, Nano pernah menjadi konseptor dari Jakarta Performing Art Market/Pastojak (Pasar Tontonan Jakarta I) yang berlangsung selama satu bulan penuh di Pusat Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki.

Pernah Jadi Wartawan

Tak hanya aktif di dunia teater, Nano ternyata pernah menjadi wartawan.

Ia turut mendirikan Majalah Zaman tahun 1979 dan menjadi redaktur pada 1979 hingga 1985.

Selain itu, Nano juga mendirikan Majalah Matra pada 1986 dan menjadi pemimpin redaksi.

Ia pun pensiun dari wartawan tahun 2001.

Pernah Jadi Penulis dan Dapat Berbagai Penghargaan

Selain membuat naskah teater, Nano juga pernah menulis buku kumpulan puisi, novel, serta naskah film dan televisi.

Ia pun mendapat piagam penghargaan dari Menteri Pariwisata dan Budaya sebagai Seniman dan Budayawan Berprestasi tahun 1999.

Pemain Teater Koma mementaskan lakon berjudul Sie Jin Kwie Melawan Siluman Barat yang disutradarai Nano Riantiarno di Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis (9/11/2017). Pementasan ke-150 Teater Koma yang didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation itu digelar hingga Minggu (19/11). TRIBUNNEWS/HO
Pemain Teater Koma mementaskan lakon berjudul Sie Jin Kwie Melawan Siluman Barat yang disutradarai Nano Riantiarno di Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis (9/11/2017). Pementasan ke-150 Teater Koma yang didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation itu digelar hingga Minggu (19/11). TRIBUNNEWS/HO (TRIBUN/HO)

Pada tingkat internasional, ia meraih Sea Write Award dari Raja Thailand di Bangkok berkat karyanya Semar Gugat pada 1998.

Diketahui, karya skenario Nano, yakni Jakarta Jakarta meraih Piala Citra pada Festival Film Indonesia di Ujung Pandang tahun 1978.

Sementara itu, karya sinetronnya, yakni Karina meraih Piala Vidia pada Festival Film Indonesia di Jakarta tahun 1987.

Beberapa novel yang pernah ditulis Nano antara lain Cermin Merah, Cermin Bening, dan Cermin Cinta yang diterbitkan oleh Grasindo pada 2004, 2005, dan 2006.

Kemudian ada beberapa tulisan lain, seperti 'Ranjang Bayi' dan 18 fiksi, kumpulan cerita pendek, diterbitkan Kompas, 2005. Roman Primadona, diterbitkan Gramedia 2006.

Selain itu, Nano juga menulis dan menyutradarai empat pentas multi media kolosal, di antaranya Rama-Shinta (1994), Opera Mahabharata (1996), Opera Anoman (1998), dan Bende Ancol (1999).

Perkenalkan Teater Indonesia di Luar Negeri

Pada 1990, Nano membacakan makalah Teater Modern Indonesia di Universitas Cornell, Ithaca, AS.

Ia juga membacakannya di kampus-kampus wilayah Sydney, Monash-Melbourne, Adelaide, dan Perth tahun 1992.

Nano Riantiarno Meninggal Dunia

Nano Riantiarno meninggal dunia pada Jumat (20/1/2023) pagi setelah lama dikabarkan sakit hingga dirawat di rumah sakit.

"Telah berpulang ke rumah Bapa di Surga, suami, ayah, kakak, guru kami tercinta, Norbertus Riantiarno, di rumah beliau, pada pagi hari, Jumat, 20 Januari 2023, pukul 06.58 WIB," bunyi kabar duka yang diterima Tribunnews.com, Jumat (20/1/2023).

Saat ini, Nano disemayamkan di Rumah Duka di Sanggar Teater Koma, Jalan Cempaka Raya 15, Bintaro, Jakarta.

Pemakamana rencananya akan dilaksanakan besok.

"Penguburan almarhum direncanakan Sabtu, 21 Januari 2023, sebelum pukul 12.00 WIB siang, di Taman Makam Giri Tama, Tonjong, Bogor," demikian bunyi pesan diterima Tribunnews.com.

(Tribunnews.com/Katarina Retri/Anita K Wardhani) (Tribun Style/Gigih Panggayuh Utomo)

Berita lainnya terkait Nano Riantiarno Meninggal Dunia

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas