Film Dokumenter 'Joshua Tree' Abadikan Tumbuh Kembang Remaja dengan Autisme yang Hidup 'Normal'
Dr. Deibby Mamahit, ibu dari Joshua mengatakan “Joshua Tree" adalah suatu pesan mengenai cinta dan pengharapan.
Editor: Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM - Film dokumenter berjudul “Joshua Tree” menuai perhatian saat pemutaran perdana do di Metropole XXI, Megaria, Jakarta, belum lama ini.
Tercatat ada sekira 150 orang menyaksikan film yang masuk nominasi Best Documentary Award tersebut.
Film dokumenter itu mengisahkan Joshua, anak kedua dari empat bersaudara. Ia didiagnosis mengalami autisme.
Baca juga: Profil Jada Pinkett Smith, Pemeran Ratu Cleopatra di Seri Dokumenter Queen Cleopatra di Netflix
Meski demikian, Joshua dapat menjalani kehidupan seperti masyarakat pada umumnya. Termasuk melanjutkan sekolah asrama di luar negeri.
Joshua juga memiliki dua orang adik. Seluruh keluarganya berperan aktif dalam tumbuh kembangnya. Tak terkecuali saat pembuatan film produksi Golden Collaboration ini.
Di masa pandemi Covid 19, orangtua Joshua memiliki ide membuat film tentang anak remaja laki-laki mereka yang mengalami autisme berat dan kemajuan luar biasanya selama enam bulan.
Hal ini dilatarbelakangi oleh kepekaan dan kesadaran orangtua dan pendamping anak-anak dengan autisme berat, seringkali merasa putus asa ketika mereka tumbuh dari masa remaja ke dewasa.
Film dokumenter ini menunjukkan lingkungan, asupan nutrisi, aktivitas fisik, dan pola pikir orang di sekitarnya yang tepat, sangat mungkin untuk membawa perubahan menakjubkan dalam hidup individu autistik.
Dr. Deibby Mamahit, ibu dari Joshua mengatakan “Joshua Tree" adalah suatu pesan mengenai cinta dan pengharapan.
Individu dengan Autisme, menurut dia, bisa terus berkembang dan belajar.
"Jangan pernah menyerah. Nikmati mereka dan keistimewaan yang mereka punya,” ucapnya.
Menurut dia, manusia adalah bagian dari alam dan dapat dimetaforakan sebagai pohon. Seorang anak dalam spektrum autisme sangat memerlukan keluarganya.
"Sutradara melihat bahwa keluarga Joshua adalah inti dari semua ini, pohon tempat Joshua berpegang, berlindung, merasa aman dan berjalan terus menjalani hidupnya, atau dalam kata lain, keluarga adalah Joshua Tree," lanjut dia.
Dr. Deibby Mamahit juga merupakan bagian dari Golden Collaboration, suatu segitiga kolaborasi bersama Gerd Winkler dan Rita Gendelman yang membantu keluarga dengan autisme lewat metode mereka yang unik dan efektif.
Cerita inspiratif ini menarik perhatian dan akhirnya digarap oleh sutradara George Arif bersama tim produksinya, Jeruk Bali.
“Secara organik selama beberapa tahun, saya diberi berkah untuk terlibat dalam beberapa film dokumenter tentang menjadi inklusif, tentang kawan difabel.
"Menarik. Cukup lama saya mengobservasi bagaimana belum siapnya kita menerima kawan-kawan ini."
"Apalagi kawan yang terlihat “berbeda” secara kasat mata, seperti teman dalam spektrum autisme atau teman dengan hydrocephalus misalnya."
"Saat saya dihubungi oleh Dr. Deibby Mamahit tentang film Joshua Tree, saya meresponnya dengan senang hati. Mengapa tidak? Kita bisa membuat film dengan penceritaan sinematik tentang ini,” ujar George.
Film ini diproduksi selama 2 tahun, dengan footage yang kebanyakan terdiri atas rekaman online meeting dan kamera telepon genggam, serta sebagian footage diproduksi secara proper dengan kamera sinema.
Bukan proses yang mudah, karena saat pasca produksi kita berenang dalam lautan rekaman online meeting yang puluhan jam dan kamera yang gelap terang bergoyang-goyang karena tidak dioperasikan oleh kru profesional.
Namun, kedekatan personal ibu, kakak dan pengasuh Joshua akan jauh lebih berpengaruh pada kekuatan isi dan cerita, ketimbang kecanggihan kru profesional.
Sejauh ini Joshua Tree terpilih sebagai Official Selection London Best Documentary Award.
Sebuah kisah, sebuah perjuangan keluarga, sebuah kemungkinan akan masa depan lebih baik bagi teman dalam spektrum autisme, dan bagi kawan difabel lainnya. Semoga dapat menjadi sesuatu bagi kita, bagi Indonesia.
Proyek kasih sayang ini juga akan diputar di berbagai kota di Indonesia serta di Singapura.
Diharapkan pula, lokasi pemutaran dapat bertambah agar merangkul lebih banyak orang untuk melihat bahwa ada potensi luar biasa dalam individu autistik.
Film berdurasi 23 menit ini juga dapat diakses dan ditonton publik secara gratis di www.joshuatree.id pada periode terbatas yaitu 5-13 Mei 2023.
Joshua Tree diharapkan menjadi inspirasi untuk setiap orang yang sedang mendampingi orang tersayang dengan autisme agar tidak berputus asa dan terus bersemangat dalam menjalani hari-harinya.