TRIBUNNEWS.COM - Pengacara Razman Arif Nasution berikan pembelaanya terkait perseteruannya dengan Hotman Paris.  

Ia menegaskan bahwa dirinya tidak bersalah dalam perselisihan yang terjadi antara dirinya dan Hotman Paris Hutapea.

Tak hanya omong kosong, Razman berdalih akan membuktikan dan siap menghadapi Hotman Paris. 

"Saya akan buktikan bahwa saya tidak bersalah di kasus Hotman, dan kami akan buka-bukaan. Ingat, ini beda kasus, ya," ujar Razman, dikutip dalam YouTube Mantra News, Selasa 918/2/2025). 

Ditekankan Razman, perkaranya dengan Hotman berbeda dari permintaan maaf yang ia sampaikan kepada Mahkamah Agung dan jajarannya.  

"Apa yang kami lakukan kemarin itu adalah sebuah upaya untuk perbaikan hukum di Indonesia," terangnya. 

Namun, pengacara berusia 54 tahun ini tetap tunduk pada aturan hukum, jika terdapat kesalahan dalam tindakannya. 

"Tapi kalau itu dinilai salah menurut organisasi kami, saya tunduk, saya patuh, dan saya lakukan," tandas Razman. 

Hotman Paris Nilai Permintaan Maaf Razman Tak Pengaruhi Proses Hukum

Di sisi lain, Hotman Paris menilai permintaan maaf dari Razman Arif Nasution pada Mahkamah Agung (MA) tak akan mengubah proses hukum yang berjalan. 

Sebab, Hotman Paris menyebut bahwa perangai Razman Nasution telah mencoreng nama pengadilan. 

Baca juga: Penuhi Unsur Pidana, Hotman Paris Desak Polisi Segera Menahan Razman Nasution dan Firdaus Oiwobo

“Bagaimana bisa permintaan maaf (ada efeknya), marwah pengadilan sudah begitu dihina begitu,” ujar Hotman. 

Mengingat, dalam persidangan yang digelar pada 6 Februari 2025 lalu, Razman sempat memukul meja para hakim usai hakim memutuskan untuk menjalankan sidang secara tertutup. 

Bukan tanpa alasan, sebab sidang pada waktu itu akan membahas terkait dugaan perbuatan asusila yang diperkarakan.  

“(Razman) Di meja hakim sambil mukul-mukul meja mengatakan kepada hakim 'koruptor, koruptor, koruptor',” terang Hotman. 

Ayah tiga anak ini mengatakan, apa yang dilakukan Razman beserta kuasa hukumnya merupakan kali pertama dalam sejarah persidangan di Indonesia. 

“Yang jelas ini adalah kasus pertama dalam sejarah peradilan Indonesia,” ujarnya.

(Tribunnews.com, Rinanda)