Pordasi ke BAKI Kamis Pagi ini
PP Pordasi ajukan gugatannya terhadap Komite Olahraga Indonesia (KOI) ke Badan Arbitrase Keolahragaan Indonesia (BAKI)
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Pusat Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (PP Pordasi) memastikan menyampaikan pengajuan gugatannya terhadap Komite Olahraga Indonesia (KOI) ke Badan Arbitrase Keolahragaan Indonesia (BAKI) pada Kamis (16/5/2013) pagi ini.
Gugatan diajukan terkait adanya perbedaan pendapat antara Pordasi dengan KOI, yang mengakibatkan Pordasi 'kehilangan' hak keanggotaannya pada Federation Equestre Internationale (FEI). Hal ini dilatarbelakangi adanya surat rekomendasi yang diberikan KOI pada Maret 2010 kepada Equestrian Federation of Indonesia (EFI), yang akhirnya mengakibatkan keanggotaan Pordasi FEI yang sudah diembannya sejak tahun 1975, menjadi dialihkan ke EFI.
Pordasi dan KOI berkali-kali melakukan usaha-usaha penyelesaian masalah namun tetap menemukan jalan buntu. Oleh karenanya untuk mendapat kepastian penyelesaian yang final, yang mana hal ini diatur di dalam perundangan-undangan yang berlaku serta lazim ditempuh di dalam penyelesaian keolahragaan internasional, maka Pordasi akan memulai
penyelesaian persengketaan keolahragaan melalui arbitrase, yakni dalam forum BAKI.
Pordasi berharap bahwa apapun keputusan final arbitrase ini akan dapat diterima dan dilaksanakan dengan baik oleh para pihak.
MENPORA
Sementara masalah 'pengalihan' keanggotaan Pordasi di FEI dibawa ke arbitrase (BAKI), Menpora KRMT Roy Suryo justru tengah mencoba mencari solusi atas permasalahan dualisme pembinaan equestrian di dalam negeri. Namun demikian, upaya Menpora tampaknya akan menuai kritik jika langkahnya lebih kearah intervensi.
Hal ini sehubungan dengan keputusan Menpora untuk menyerahkan penyelesaian masalah dualisme pembinaan equestrian antara EFI dan Equestrian Indonesia (Eqina) kepada pihak KON Pusat. Menurut Menpora, KON berhak untuk menjadi 'penyelesai' kasus dualisme pembinaan cabang equestrian tersebut mengingat posisinya sebagai organisasi induk dari seluruh cabang olahraga.
"Ya nanti KON yang memutuskan, mungkin saja melalui Munas Equestrian. Mengenai kepastian waktu dan tempatnya, ya bagaimana KON saja," kata Menpora Roy Suryo.
Keterangan yang diperoleh wartawan menyebutkan, Menpora juga tampaknya sudah mempunyai opsi untuk penyelesian masalah equestrian. Khususnya, terkait pilihan figur yang akan dijadikan ketua umum melalui Munaslub penyatuan equestrian tersebut. Posisi ketua umum disebut-sebut akan dijabat oleh Danjen Kopassus Mayjen TNI Agus Sutomo. Menpora mengakui, terkait penyelesaian masalah equestrian ini, dia sudah mencoba menjaring masukan dari Eqina dan EFI.
"Saya sudah berbicara dengan teman-teman dari Eqina. Mereka datang ke kantor dan memberi banyak masukan. Saya juga berbicara panjang lebar dengan ibu Triwatty Marciano dan teman-teman dari EFI," papar Roy Suryo.
Dalam pertemuan antara Eqina-Pordasi dengan Menpora dan jajarannya, pekan lalu, tidak ada pembicaraan terkait kemungkinan penyelesaian masalah dualisme pembinaan equestrian tersebut akan dilimpahkan kepada KON Pusat. Ketua Umum PP Pordasi Muhammad Chaidir 'Eddy' Saddak pada kesempatan itu bahkan menegaskan, bahwa secara konstitusional equestrian masih berada dibawah payung PP Pordasi.
Ketua Umum Eqina Jose Rizal Partokusumo dan Sekjen Ardi Hapsoro Hamidjoyo juga menyatakan bahwa penyelesaian masalah pembinaan equestrian seyogyanya diberikan kepada masyarakat equestrian sendiri. Keduanya menyatakan, kembalikan kedaulatan equestrian kepada 'stakeholder' equestrian, biarkan komunitas dan 'stakeholder' equestrian menentukan langkahnya tanpa perlu intervensi dari penguasa. Hormati mekanisme organisasi dan taat azas agar segala sesuatunya menghasilkan Keputusan yang 'legitimated', jujur atas dasar aspirasi dan kedaulatan masyarakat equestrian dan Pordasi.
"Biarkan komunitas equestrian menentukan pilihannya sendiri apakah masih berafiliiasi kepada Pordasi atau independent, hormatilah Pordasi sebagai organisasi yang 'legitimated ' serta hargailah jasa para senior dan pendahulu kita yang telah meletakan sejarah olahraga berkuda di Indonesia melalui Pordasi," ungkap Jose.
JANGAN NGAWUR
Upaya Menpora memfasilitasi "perdamaian' equestrian dengan menyerahkannya ke KON kemungkinan besar sulit diterima oleh mayoritas pelaku equestrian sendiri. Penyatuan Eqina dan EFI melalui Munas yang akan memilih ketum baru, lalu kemungkinan adanya dua sekjen masing-masing dari Eqina dan EFI, juga dianggap bukan sebuah solusi yang baik. Beberapa pelaku equestrian mengatakan, Menpora sudah kebablasan, dan karenanya perlu diingatkan. Menpora jangan kebawa atau ikut-ikutan ngawur, aturan mau ditabrak. Kalau memang mau memfasilitasi, yang harus dilakukan adalah kembali ke titik awal di mana semua tertib kembali di Pordasi.
"Nah, yang di Munaslubkan adalah apakah equestrian keluar atau tetap di Pordasi, dan biarkan anggotanya yang memutuskan. Ini baru bener," kata Ardi Hapsoro Hamidjoyo.
"Tapi, harus siap juga kalau keputusannya tetap di Pordasi, ya semua harus terima. Begitu juga sebaliknya," tegas Ardi.
KELUAR DARI EFI
Sementara itu, sesepuh Eqina Alexander Benyamin, memaparkan beberapa 'fakta' menarik tentang EFI. Dia menyatakan, EFI itu memang organisasi berkuda, didirikan oleh 9 orang. Tetapi, 4 orang diantarnya, yakni dia sendiri, Ardi Hapsoro Hamidjoyo, Triyusni Prawiro, dan Rafiq Hakim Radinal telah keluar dari EFI.
"Karena kami sadar bahwa EFI hanya mementingkan kelompok terbatas, dan sebagian besar klub, atlit, pelatih, ofisial adalah bukan anggota EFI. Pada awal tujuanya baik krn EFI didirikan dengan spirit sebagai federasi olahraga berkuda indonesia karena pada saat itu Pordasi lebih fokus di pacuan) yang mengembangkan equestrian di Indonesia," papar Alex Benyamin.
Tapi, dalam perjalananya Ivan Yusrizal Gading dkk telah menyimpang dari maksud pendirian karena pembinaan hanya utk kelompok terbatas(hanya kelompk pendiri) dmn mereka tdk mengakui sebagian besar klub, atlet, pelatih dan official sbg anggota EFI. Sehingga sebagian besar mayarakat equestrian sepakat mendeklarasikan berdirinya eqina dan kembali kpd induk Pordasi.
"Bahwa saat ini EFI tlh diterima sbg aggota KONI, kita tahu bhw prosesnya cacat hukum krn Koni memaksakan merubah persyaratan keanggotaan dan mengabaikan keberadaan Pordasi yg notabene juga anggota Koni yg sah," jelas pemilik Santamonica stable itu.
Alex Benyamin menambahkan, kalau pemikiran Menpora ingin mempersatukan masyarakat equestrian melalui forum munas EFI, ya salah kaprah. Adakan saja munaslub di Pordasi utk menerima anggota EFI ( yg tinggal tersisa 5 orang pendiri) dan bbrp orang yg dekat dg EFI utk masuk sebagai anggota Eqina Pordasi. "Pendekatan hrs melalui pendekatan legal dan sosial bukan pendekatan politis. Sekedar sharing. Semoga bisa dicari pemikiran lain yg bisa memberikan solusi secara 'comprehensive'," tegas Alex.
Di sisi lain, terkait dengan program kegiatan Eqina, Ardi Hapsoro Hamidjoyo menegaskan komitmen kepengurusannya untuk tetap menjalankan program kegiatan seperti yang sudah direncanakan. Walau begitu, Ardi juga menyampaikan tentang perubahan jadwal penyelenggaraan seri kejurnas AE Kawilarang Memorial-2, yang awalnya direncanakan pada tanggal 24-26 Mei 2013 di Nusantara Polo Club (NPC), Jagorawi, Jawa Barat, akan ditunda ke tanggal 14-16 Juni 2013 di Pulomas, Jakarta Timur bersamaan dengan acara HUT ke-486 Jakarta yang akan memperebutkan Piala Gubenur Jokowi dan Piala Wakil Gubenur Ahok. Acara ini adalah kolaborasi antara PP. Pordasi dan Pengprov Pordasi DKI Jaya.