Hendardji Supandji: Prima itu Program Bukan Organisasi
Ketua Umum PB FORKI Hendardji Supandji mengkritik keras keberadaan Satlak Prima yang dianggapnya sudah berkembang menjadi organisasi
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum PB FORKI Hendardji Supandji mengkritik keras keberadaan Satlak Prima yang dianggapnya sudah berkembang menjadi organisasi.
“Prima itu program, jika kemudian berkembang menjadi organisasi lebih baik dibubarkan saja dan dikembalikan ke KONI,” kata Hendardji Supandji di sela-sela Acara Diskusi Olahraga Nasional yang digelar Seksi Wartawan Olahraga (Siwo) PWI Pusat di Jakarta, Kamis (30/1/2014).
Jika Prima berkembang menjadi organisasi maka akan membebani negara.
“Dengan anggaran yang terbatas, otomatis negara juga ikut memikirkan gaji para pegawainya,” ungkapnya.
Karena itu, program pemusatan latihan harus dijalankan KONI. Dengan begitu, akan terjadi penghematan.
”Tidak membebani seperti sekarang ini,” tandasnya.
Di dalam menjalankan program olahraga, pendekatannya harus mengedepankan sport science.
“Semua unsur, apakah itu psikolog, dokter, wasit, ikut dilibatkan. Jadi, benar- benar terakomodasi,” papar Hendardji.
Menurut Hendardji, Prima selaku program bentukan pemerintah harus menerapkan sport science dalam meningkatkan prestasi atlet. Dan, semua anggaran harus berorientasi pada sport science.
“Prestasi olahraga suatu negara adalah gambaran martabat dan kekuatan suatu bangsa. Ini membutuhkan keterlibatan pemerintah,” ujar Hendardji yang mengaku sangat prihatin hasil kotingen Indonesia di SEAG 2013 Myanmar.
Dari SEA Games Myanmar, kontingen Indonesia membawa pulang hanya 65 medali emas dan kehilangan gelar juara umum. Padahal sebelum SEA Games, pemerintah telah membentuk Satlak Prima.
“Saya setuju kalau Prima sebagai organisasi bubar saja. Tap,i sebagai satuan tugas dan program, Prima harus terus berjalan untuk penghematan biaya,” tutur Hendardji.
Secara khusus, ia juga menyoroti pentingnya character building menjadi bagian dari program Prima.
”Jangan berdiri sendiri. Dengan alokasi dana cukup besar, Rp 5 miliar, waktu hanya dua minggu, itu adalah pemborosan. Sebaiknya dana itu digunakan untuk kepetingan lain, seperti biaya uji coba, pelatih, dan lainnya,” kata Hendardji.