AEF Puji Disain Equestrian Asian Games 2018, Karantina Kuda Peserta Harus Jadi Perhatian
Kongres Federasi Equestrian Asia (AEF) di Pattaya, Thailand, merekomendasi atau menyetujui desain/rancangan untuk perlombaan equestrian Asian Games X
Penulis: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS, COM. JAKARTA - Kongres Federasi Equestrian Asia (AEF) di Pattaya, Thailand, merekomendasi atau menyetujui desain/rancangan untuk perlombaan equestrian Asian Games XVIII/2018 yang dibuat oleh PP Pordasi.
Rancangan venues dari kompetisi berkuda ketangkasan Asian Games XVIII/2018 ini bahkan mendapat pujian dari peserta Kongres.
Pujian, terutama, karena rancangan dari venues equestrian itu dibuat tanpa harus meniadakan trek pacuan yang sudah ada.
Venues equestrian, beserta kandang-kandang kuda atau karantina kuda-kuda peserta, bisa dibuat di lahan yang selama ini menjadi kompleks pacuan kuda Pulo Mas.
Untuk venuesnya sendiri, ungkap Ketua Umum PP Pordasi Mohammad Chaidir Saddak, dibuat diantara lahan yang saat ini menjadi trek pacuan.
Desain itu, kata Eddy Saddak, hasil "coret-coretan" dia dan jajaran pengurus PP Pordasi, jadi tidak perlu membayar jasa konsultan atau designer dari luar.
Bagaimana kira-kira venues dari equestrian Asian Games XVIII/2018 itu?
Begini, kata Eddy Saddak, untuk lapangan pertandingan dan latihan bisa dibuat dengan jumlah sekitar empat buah. Ukuran lapangan, sebagaimana lazimnya, antara 80 x 100 meter atau 40 x 70 meter.
"Yang 80 x 100 meter cukup satu, sisanya 40 x 70 meter. Yang penting, itu sudah ukuran lapangan standar internasional," jelas Eddy Saddak.
Selain lapangan serta perangkat pendukung lainnya, terutama tribun penonton, yang tak kalah pentingnya juga adalah kandang-kandang kuda yang lebih refresentantive. Menurut keterangan Eddy Saddak, yang kemungkinan akan menjadi masalah adalah terkait dengan karantina untuk kuda-kuda peserta.
Selama ini, katanya, Indonesia termasuk yang dijauhi oleh pemilik kuda-kuda dari kawasan Eropa. Pasalnya, kuda-kuda Eropa yang masuk ke Indonesia sulit untuk ke luar lagi dari Indonesia.
Mengapa?
"Karena pemilik kuda dari Eropa itu takut kudanya membawa penyakit dari Indonesia," papar Eddy Saddak.
Sehubungan dengan itu, ujar Eddy Saddak, dalam waktu dekat ia dan tim yang dibentuk oleh Kongres AEF di Pattaya akan melakukan pendekatan kepada pihak pemerintah, yang dalam hal ini adalah Dirjen Peternakan Departemen Pertanian, Mulatno.
"Kebetulan pak Mulatno itu dulu sempat duduk di PP Pordasi, sebagai ketua bidang peternakan," terang Eddy Saddak. tb