Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Sport

Tangan Diamputasi, Rohimi Mantan Atlet Tolak Peluru Asal Lampung Jadi Tukang Parkir

Keterbatasan fisik tangan kiri yang diamputasi tidak membuat atlet tolak peluru dan atlet lari, Rohimi ini menyambung hidupnya menjadi petugas parkir.

TRIBUNNEWS.COM, LAMPUNG - Keterbatasan fisik tangan kiri yang diamputasi tidak membuat atlet tolak peluru dan atlet lari. Rohimi kini menyambung hidupnya menjadi petugas parkir.

Saat ditemui Tribun Lampung ditempatnya mengais rezeki dibawah Ramayana Tanjungkarang, Bandar Lampung, Senin (5/1/2018) mengatakan bahwa dirinya itu sejak 15 tahun lalu memang sudah cacat dan berprofesi sebagai juru parkir sejak 10 tahun silam.

Baca: Politikus NasDem: Ini Bukan Pasal Penghinaan Presiden, Tapi Pasal Melindungi Presiden

"Saya lahir tidak cacat tapi kejadian dulu itu saya kan mau pasang instalasi listrik, tapi saya kecelakaan kesetrum hingga harus diamputasi karena cukup parah urat syaraf putus," katanya

Dari situlah dirinya berpikir keras untuk menyambung hidup meski tubuh yang tak normal. Tetapi dirinya harus bisa hidup layak seperti manusia lainnya.

Meski hanya tukang parkir "Bang Roy" sapaan akrab Rohimi selalu mensyukuri hidup dan tak menyurutkan niat untuk mengais rezeki.

Tercatat sebagai atlet disabilitas yang lolos seleksi selekda, dirinya pun mengadu nasib di Pekan Olahraga Cacat Nasional (Porcanas) pada 1993 silam di Yogyakarta.

Berita Rekomendasi

Baca: Amien Rais Puji Aksi Ketua BEM UI Beri Kartu Kuning untuk Jokowi

Pada Porcanas itu dia mampu mencatatkan namanya dipapan podium sebagai peraih medali perak cabor tolak peluru dengan raihan terjauh lemparan mencapai 11,75 meter.

Serta meraih medali perunggu cabor lari jarak 200 meter dengan memakan waktu 23,27 detik yang bersamaan pada Porcanas tersebut.

Prestasi tertinggi itu membuatnya bangga dengan capaian prestasi tersebut. Dan juga mampu memberikan kontribusi positif demi kemajuan olahraha di Lampung.

Tapi hingga kini jasa yang telah disumbangkannya itu hanya sebatas sejarah saja dan tidak ada perhatian lebih dari pemerintah.

Terutama kepada dirinya sebagai atlet yang dulunya membanggakan masyarakat Lampung dari cabor tolak peluru dan lari dari kategori cacat.

Sebenarnya tahun lalu juga dirinya kurang fokus dalam mengikuti kejuaraan serupa, karena sangat instan sekali prosesnya untuk melakukan pelatihan.

Karena anggaran yang diberikan kepada tim itu secara spontan. "Harusnya itu alokasi dana tiga bulan sebelum kejuaraan harus sudah ada," ujarnya.

Tak lain agar atlet itu semangat setiap latihan, bukan yang instan mencari bibit atlet yang berprestasi itu dan dibutuhkan waktu yang panjang.

"Hanya disanjung saat mendapatkan medali dan selebihnya tidak ada respon dari pemerintah," ujar suami dari Dede Purniati ini

Maka dari itu dirinya enggan mengikuti perlombaan lagi ditahun lalu, karena sangat minim respon dari pemerintah untuk menghidupi atletsepertinya ini.

Maka dari itu ia lebih suka memindahkan dari satu motor ke motor ke yang lainnya yang dilakoni setiap hari dari pukul 08.00 wib hingga pukul 21.300 wib atau tutupnya Ramayana.

Setiap harinya itu dirinya naik angkot untuk bisa sampai ke tempatnya kerja itu, dan sang istri telah lama berpisah dengannya.

Jadi setiap bulan itu dirinya harus merogoh kocek setoran kepada Dishub dan pengelola parkir lainnya itu sebesar Rp 2,8 juta.

"Alhamdulillah sih setiap hari bisa tembuslah sekitar Rp 200 ribu, jadi dikalkulasikan 30 hari kedepan mencapai hampir Rp 6 juta lebih," katanya

Tapi dirinya mampu membayar tagihan parkir itu, bahkan bisa melebihi ketentuan yang diminta Dishub. Serta bisa menafkahi Delen Rahmaniar anak sulungnya ini dan dapat membayar kontrakan di daerah Jagabaya.

Simak videonya di atas.(*)

Sumber: Tribun Lampung
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas