Mengenal All England, Ajang Bulutangkis Tertua Dunia hingga Daftar Atlet Indonesia yang Pernah Juara
Mengenal Turnamen Bulutangkis Tertua di Dunia All England serta mengetahui atlet Indonesia yang pernah menaiki podium tertinggi ajang bergengsi itu.
Penulis: Muhammad Nursina Rasyidin
Editor: Gigih
TRIBUNNEWS.COM - Tengah pekan ini akan berlangsung turnamen bulutangkis tertua di dunia yakni All England, 11-15 Maret 2020 di Birmingham, Inggris.
Ajang bulutangkis bergengsi yang memiliki level super 1.000 ini akan memperebutkan total hadiah sebesar 1.100.000 dollar Amerika.
Tahun ini merupakan helatan yang ke-110, sejak pertama kali diperkenalkan Asosiasi Bulutangkis Inggris tahun 1899, dilansir situs BWF.
Baca: 2 Rekor yang Bisa Diraih The Daddies dalam Turnamen Bulutangkis All England 2020
Gelar All England bisa dibilang turnamen yang paling didambakan oleh para pebulutangkis dunia dari tur BWF.
Hal ini tak terlepas dari nilai prestise dan sejarah yang melekat dalam ajang All England.
Awalnya turnamen ini bernama "The Badminton Association Tournament" yang hanya menampilkan pertandingan ganda.
Lalu, pada tahun 1902, nama turnamen ini dirubah menjadi Kejuaraan "All-England".
Seorang editor di majalah Badminton Dunia, dan juga mantan Sekretaris Kehormatan Federasi Badminton Internasional Herbert Scheele pernah menulis pada Maret 1975 alasan kenapa pnyebutan turnamen ini menjadi All England.
"Mengapa Kejuaraan All-England, dan tidak mungkin lebih deskriptif secara deskriptif Kejuaraan Terbuka Inggris atau Kejuaraan Internasional Inggris.
"Turnamen ini sering disebut di negara lain sebagai Kejuaraan Dunia tidak resmi, meskipun tidak ada seorang pun di Inggris yang pernah menyebutnya demikian.
"Tentu saja, judulnya, historis, dan namanya benar-benar ketinggalan zaman, terutama di Inggris.
"Nama turnemen diubah pada tahun 1902 menjadi Kejuaraan All-England, yang tidak masuk akal, karena turnamen dianggap sebagai sarana penunjukkan juara musim ini.
"Penggunaan nama itu (All-England) juga dimaksudkan untuk mengiklankan bahwa kejuaraan untuk pemain dari seluruh negeri dan tidak hanya mereka yang berada dalam jarak yang dekat dari London.
Berdasarkan renungan Scheele, awalnya turnamen ini hanya untuk mengapresiasi para pebulutangkis terbaik di seluruh Inggris, oleh karena itu namanya All-England.
Hingga akhirnya menjadi ajang internasional pada tahun 1938, setelah kontingen asal Denmark berhasil meraih trofi All England dari sektor tunggal putra (Tage Madsen) dan ganda putri (Ruth Dulsgaard/Tonnny Ahm).
Dalam perjalanannya, ajang All England sempat terhenti dua kali akibat perang yang melanda dunia.
Tepatnya pada 1915 hingga 1919 karena Perang Dunia I dan kemudia pada tahun 1940-1946 akibat Perang Dunia II, dilansir Kompas.com dari All England.
All England sudah menggunakan delapan venue, termasuk Birmingham Arena yang dipakai sejak 1994.
Berikut ini delapan venue yang pernah dipakai untuk All England:
1. HQ London Scottish Regiment Drill Hall, Buckingham Gate (1899 hingga 1901)
2. Crystal Palace, Sydenham, Hill (1902)
3. London Rifle Brigades City Headquarters, Bunhill Hill, London (1903 hingga 1909)
4. The Royal Horticultural Hall, Vincent Square, London (1910 hingga 1939)
5. Haringay Arena, London (1947 hingga 1949)
6. Empress Hall, Earls Court, London (1950 hingga 1956)
7. Wembley Arena, London (1957 hingga 1993)
8. Barclaycard Arena (bekas National Indoor Arena), Birmingham (1994 hingga sekarang)
Pebulu Tangkis Indonesia yang Bersinar di All England
Untuk diketahui, pebulutangkis yang paling sukses dalam All England adalah wakil Inggris George Alan Thomas.
Dia berada di urutan teratas dengan meraih 21 gelar. Rinciannya 4 gelar tunggal putra, 9 ganda putra, dan 8 ganda campuran.
Sementara bagi pebulutangkis asal Indonesia, nama Tan Joe Hok merupakan pemain Tanah Air yang menginjakkan kaki di podium tertinggi All England tahun 1959.
Setelah Tan Joe Hok, Indonesia seakan mati suri setelah 9 tahun lamanya menunggu untuk kembali berada di podium teratas turnamen bergensi dunia tersebut.
Ialah Rudy Hartono dari sektor tunggal putra dan Minarni Sudaryanto/Retno Koestijah dari sektor ganda putri.
Merka meraih gelar All England pada tahun 1968.
Bahkan setelah itu, Indonesia tak absen dalam menyumbang gelar All England selama tujuh tahun berturut-turut dari sumbangsih Rudy Hartono di sektor tunggal putra.
Raihan Rudy Hartono sempat terhenti pada tahun 1975 oleh pebulutangkis asal Denmark Svend Pri. Sebelum kembali naik podium satu tahun berikutnya.
Setelah masa kejayaan Rudy Hartono usai, Indonesia masih unggul dari sektor tunggal putra, kali ini melalui Liem Swie King yang berhasil merebut medali tahun 1978, 1979, dan 1981.
Banyak lagi perjalanan pebulutangkis asal Indonesia hingga terakhir kali pada tahun 2018 lewat aksi ganda putra Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan.
Sebelumnya, aksi dua pebulutangkis yang kini unggulan satu dunia sektor ganda putra juga pernah mendapat gelar All England dua tahun beruntun, ialah marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya.
Berikut daftar pebulutangkis Indonesia yang pernah menjuarai All England:
Tunggal putra
1. Tan Joe Hok (1959)
2. Rudy Hartono (8 kali juara, 1968-1974, 1976)
3. Liem Swie King (3 kali juara, 1978-1979, 1981)
4. Ardy B Wiranata (1991)
5. Hariyanto Arbi (1993-1994)
Tunggal putri
1. Susy Susanti (4 kali, 1990-1991, 1993-1994)
Ganda putra
1. Christian Hadinata/Ade Chandra (1972-1973)
2. Tjun Tjun/Johan Wahjudi (6 kali, 1974-1975, 1977-1980)
3. Rudy Heryanto/Hariamanto Kartono (1981, 1984)
4. Rudy Gunawan/Eddy Hartono (1992)
5. Rudy Gunawan/Bambang Suprianto (1994)
6. Ricky Subagja/Rexy Mainaky (1995-1996)
7. Candra Wijaya/Tony Gunawan (1999)
8. Tony Gunawan/Halim Haryanto (2001)
9. Candra Wijaya/Sigit Budiarto (2003)
10. Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan (2014, 2019)
11. Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo (2017-2018)
Ganda putri
1. Minarni Sudaryanto/Retno Koestijah (1968)
2. Verawaty/Imelda Wiguna (1979)
Ganda campuran
1. Christian Hadinata/Imelda Wiguna (1979)
2. Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir (3 kali juara, 2012-2014)
3. Praveen Jordan/Debby Susanto (2016)