Sempat Dihantam Suhu Minus dan Badai, Putri dan Agi Taklukkan Puncak Gunung Denali Alaska
Pendaki tidak ditemani porter, oleh sebab itu seluruh peralatan harus dibawa sendiri dengan menarik sled berisi seluruh perlengkapan dan membopong
Penulis: Hendra Gunawan
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Sempat Dihantam Suhu Minus dan Badai, Putri dan Agi Taklukkan Puncak Gunung Denali Alaska
Hendra Gunawan/Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM - Dua pendaki Indonesia akhirnya mencapai puncak tertinggi Amerika Utara, tepatnya di Gunung Denali (6.190 meter di atas permukaan laut/mdpl) pada 9 Juni 2022 pukul 24.00 waktu Alaska (atau tanggal 10 Juni 2022, pukul 15.00 WIB).
Pendakian gunung Denali di Denali National Park and Preserve, Alaska, Amerika Serikat oleh Putri Handayani dan Fandhi Achmad atau disapa Agi dilakukan selama 14 hari perjalanan.
Dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com, Kamis (16/6/2022) diceritakan, perjalanan penaklukan dimulai dari basecamp Kahiltna di ketinggian 2.200 mdpl pada 28 Mei 2021.
Pendakian Denali agak berbeda dari pendakian gunung lainnya, kecuali Vinson Massif di Antartika.
Untuk mencapai base camp di gletser Kahiltna pendaki harus menumpang pesawat jenis Otter yang merupakan satu-satunya moda transportasi ke sana.
Baca juga: Dua Pendaki Indonesia Siap Kibarkan Merah Putih di Puncak Gunung Denali di Alaska Amerika Serikat
Pendaki tidak ditemani porter, oleh sebab itu seluruh peralatan harus dibawa sendiri dengan menarik sled berisi seluruh perlengkapan dan membopong sisanya di backpack.
Dengan berat beban yang 40 – 60 kg menjadi tantangan para pendaki.
Namun setidaknya taktik membagi barang seperti ini akan meringankan beban pendaki di saat menanjak maupun menurun.
Denali memiliki karakter salju tebal bahkan di saat musim panas seperti saat ini.
Hujan salju bisa terjadi sewaktu-waktu hingga membuat tenda pendaki tertimbun sampai ke atap.
Jika sudah begini ditambah jarak pandang yang terbatas jadwal pendakian bisa berubah dan tertunda beberapa hari.
Cuaca yang seringkali tidak bersahabat itu masih ditantang pula oleh suhu udara amat dingin.
Tidak asing jika tiba-tiba termometer menunjuk angka minus 20 derajat Celcius atau bahkan kurang.
Oleh karena itu pendakian gunung seperti Denali amat membutuhkan informasi cuaca yang akurat setiap hari.
Maka dapat dimaklumi jika jadwal pendakian terhitung cukup panjang. Hampir setiap mencapai camp diperlukan waktu istirahat dan beradaptasi selama setidaknya satu hari.
Pendakian tim Jelajah Putri melalui jalur West Buttress yang dikenal memiliki lima camp. Awal pendakian dimulai dari base camp (ketinggian 2.200 mdpl).
Baca juga: Alaska Hadapi Icemageddon, Suhu Ekstrem Picu Hujan Deras dan Salju Tebal
Selanjutnya masing-masing yaitu camp 1 berada di ketinggian 2.400 mdpl, camp 2 (2.900 mdpl), camp 3 (3.400 mdpl), lalu camp 4 (4.150 mdpl).
Strategi penyiapan logistik berubah ketika memasuki camp 3 ke camp 4 dan selanjutnya camp 4 ke camp 5. Kedua pendaki memerlukan waktu sehari untuk meletakkan logistik di sepanjang jalur camp 3 menuju camp 4.
Begitu pula halnya ketika melanjutkan pendakian dari camp 4 ke camp 5.
Taktik cacheing logistic seperti ini penting untuk mengantisipasi jika pendakian terhambat oleh cuaca. Selain itu juga untuk mengurangi beban agar tidak terlalu berat sesampainya di camp 5.
Pendakian duet Putri dan Agi sampai di camp 5 atau umumnya disebut high camp di ketinggian 5.200 mdpl pada hari ke 11 (7 Juni 2022).
“Menuju camp 5 menghabiskan waktu 10 jam. Besok kami akan beristirahat,” ujar Putri sesampainya di titik yang biasa disebut high camp itu.
Setelah cukup istirahat, keesokan harinya kedua pendaki yang pernah belajar ice and snow climbing di Mount Cook (Selandia Baru) ini mulai melakukan summit push.
Pendakian menuju puncak dikenal paling berat dan kerap makan korban. Salah satunya Matthias Rimml, pendaki Austria yang terjatuh dan tewas pada awal Mei silam.
Selain itu, pada musim pendakian tahun ini banyak [endaki gagal melakukan summit akibat diterpa oleh angin kencang yang mengakibatkan suhu drop sangat drastis di bawah 0 derajat Celcius.
Hari Kamis (9 Juni 2022) pagi waktu Alaska cuaca cukup bagus, walaupun hujan salju masih terus menemani.
Namun suhu udara sangat dingin dan terasa menusuk tulang. Putri dan Agi berjalan perlahan melewati Denali Pass yang terkenal berbahaya. Di jalur ini tenaga pedaki amat terkuras dan jurang yang dalam mengintai di kedua sisi. Kemudian melajutkan pendakian hingga di sisi Archdeacons Tower.
Dari sini, lamat-lamat puncak tertinggi di benua Amerika itu terlihat. Selanjutnya masih ditantang dengan mendaki lereng yang berhias jurang amat dalam di sisi kanan. Putri dan Agi terikat satu sama lain menggunakan teknik running belay.
Pendakian ke puncak melalui punggungan bersalju itu merupakan babak terakhir dengan jalur yang cukup panjang. Cukup menguras tenaga, ditambah lagi kondisi fisik yang drop akibat berhari-hari dicengkeram oleh suhu dingin.
Kaki sudah melangkah sangat jauh sampai di bumi Alaska yang buas. Perlahan dan perlahan menjejak salju dengan sudut elevasi yang lumayan.
Hingga kemudian tiba di ujung punggung dan tidak ada lagi elevasi.
Rasa Capek, dingin, nafas yang terengah-engah seakan hilang terbayar oleh pencapaian tertinggi tersebut.
Bangga, haru, dan hanya ucapan puji syukur kepada Tuhan melintasi Putri dan Agi, setelah melalui proses latihan dan perjalanan panjang.
Namun angin menerpa keduanya dengan amat kencang. Mustahil berlama-lama di puncak yang bisa mengakibatkan risiko fatal. Setelah mengabadikan momentum tersebut, keduanya segera kembali ke Camp 5.
Putri Handayani sbebelumnya telah melakukan pendakian gunung Kilimanjaro, Tanzania, Afrika berketinggian 5.895 mdpl pada 2016. Masih di tahun 2016 lanjut ke Tanah Air dengan menaklukkan gunung Cartenz Pyramid, Papua (4.884 mdpl).
Pada Juli 2017 giliran Mt. Elbrus di Rusia dengan ketinggian 5.642 mdpl oleh peraih gelar sarjana Teknik Sipil Universitas Indonesia dan MBA dari Universitas Pittsburgh, Pennsylvania Amerika ini.
Selanjutnya Februari 2018, Putri menaklukkan gunung Aconcagua di Argentina yang memiliki ketinggian 6.962 mdpl.
Misi berikutnya ada Vinson Massif (4.892 mdpl) sekalian penjelajahan kutub selatan, lalu Mt. Everest (8.848 mdpl) serta kutub utara guna meraih “gelar” the Explorer’s Grand Slam. Gelar pertama yang bakal dipersembahkan bagi Indonesia.
Sementara Fandhi Achmad yang juga lulusan niversias Indonesia adalah pendaki, pemandu gunung, pemanjat tebing, dan pelari gunung Indonesia. Pemandu petualangan profesional ini serba bisa. Dalam kurun waktu 17 tahun terakhir, ia mencapai puncak Cartensz Pyramid di Papua lebih dari 20 kali.
Dalam pendakian seven summits, ia telah menyelesaikan tiga gunung. Bahkan Gunung Elbrus tidak hanya dijajakinya dengan cara mendaki seperti biasa, tapi juga dengan mengikuti dan memenangkan lomba lari ultra (juara 3), Elbrus Race, di gunung tertinggi di Rusia itu.
Pendakian Denali Putri Handayani dan Fandhi Achmad selain mengharumkan nama Indonesia di dunia pendakian, juga ingin membuktikan bahwa perempuan Indonesia bisa mencapai puncak dunia, dalam pekerjaan dan pendakian, baik dengan bantuan pihak lain maupun atas usaha sendiri. (*/ewa)