Tuntut Gaji, 11 Pemain PSMS Tidur di Pelataran Monas
Sebelas pemain PSMS tidur di pelataran monumen, beralaskan ubin dan beratapkan langit. Beruntung saat itu hujan tidak turun.
Editor: Ade Mayasanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso P
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya mengadukan nasib 11 pemain PSMS Medan ke Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) tak mudah bak membalik telapak tangan. Dody, Stopper PSMS medan mengatakan mereka sempat punya kenalan warga negara asing yang bermain di Persiko Tanjung Jabung Barat, Jambi yang punya kediaman di kawasan Tangerang, Banten, tak jauh dari bandara. Di rumah tersebut mereka menginap selama satu malam sebelum meneruskan perjalanan ke ibukota untuk memperjuangkan hak mereka.
Pada hari Selasa 11 Juni 2013, kesebelas pemain itu akhirnya bisa menyambangi kantor PT Liga, mereka ditemui oleh Sekretaris PT Liga Indonesia, Tigor Shalom Boboy dan staf bagian Pengesahan Pemain PT Liga, Johnny Toeken. Kepada dua orang pejabat PT.Liga itu kebelas pemain PSMS Medan itu menceritakan nasib mereka yang tidak kunjung menerima gaji.
Selesai bertemu dengan pejabat PT. Liga mereka berencana untuk menumpang di kediaman Muhamad ali Nafiyah (50), mantan pemain PSMS Medan di pertengahan tahun 1980 yang tinggal di Jalan Bungur, Kampung Rambutan, Jakarta Timur. Kesebelas pemain itu menyewa angkot untuk menuju rumah Ali, namun sialnya sang supir angkot justru membawa mereka ke Jalan bungur yang terletak di kawasan Pasar Senen, Jakarta Pusat, alhasil merekapun tersesat.
Muhamad Irfan (24) Gelandang Serang PSMS Medan mengatakan karena tak satu pun dari pemain yang akrab dengan jalanan di ibukota dan saat itu sudah larut malam, mereka akhirnya memutuskan untuk pergi ke tugu Monas dan bermalam di monumen tersebut. Irfan mengaku kesebelas pemain tidur di pelataran monumen, beralaskan ubin dan beratapkan langit. Beruntung saat itu hujan tidak turun.
"Kita tidur sembarang saja di Monas. Paginya sekitar jam 04.00 WIB, pagi-pagi kita langsung gerak ke kantor PSSI, kita mau mengadukan nasib kita, tapi ternyata kita berangkat terlalu pagi sampai di kantor PSSI ternyata kantor itu belum buka, belum ada yang datang, kita singgah dulu di masjid sampai kantor buka, " kata Irfan.
Sesampainya mereka di kantor PSSI mereka secara kebetulan berpapasan dengan ketua Komisi Disiplin PSSI, Hinca Pandjaitan. Hinca saat itu hendak pergi keluar dari kantor. Mereka pun langsung melaporkan nasib mereka ke Hinca. Namun bukannya mendapat dukungan Hinca malahan menghina mereka yang masih bersedia bemain di PSMS walaupun gaji tidak dibayar.
"Kita cuma dapat makian, dia bilang kalian kan pemain professional, kok bodoh kali? Tiga bulan tidak dibayar tapi masih mau main," kata Irfan mengulangi ucapan Hinca.
Para pemain sempat naik pitam atas jawaban tersebut, namun hal itu tidak memancing mereka untuk berbuat kasar terhadap Hinca. Hinca juga menyarankan mereka untuk menunggu Ketua Umum PSSi Djohar Arifin. Namun saran itu diakhiri dengan pernyataan Hinca yang kembali merendahkan para pemain PSMS Medan.
"Kalau kalian tunggu satu hari tidak ada ya kalian tunggu, kalau sampai satu bulan kalian tunggu tidak ada ya kalian tunggu," ujar Irfan kembali mengulangi pernyataan Hinca.
Untungnya sore itu Menteri Pemuda dan Olahraga, Roy Suryo dan Djohar Arifin dijadwalkan hadir di lapangan C kawasan Senayan untuk menyaksikan sebuah pertandingan. Kesebelas pemain itu pun langsung menuju lapangan C yang kerap diamanfaatkan Tim Nasional untuk latihan, dan usai pertandingan sekitar pukul 18.00 WIB para pemain dapat mencegat Roy Suryo dan Djohar Arifin untuk menceritakan nasib mereka.
"Tapi kita jumpa tidak lama, Menpora menyarankan kami untuk melapor ke (Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia)," tambah Irfan. Bersambung Bepe Bantu 11 Pemain PSMS