Final Copa Amerika Bukan Tragedi Perang
"Saya harap orang-orang bisa memahami bahwa sepak bola adalah olahraga, bukan perang,"
Penulis: Deny Budiman
Editor: Husein Sanusi
TRIBUNNEWS.COM - Pemain bintang Argentina, Javier Mascherano coba menurunkan tensi yang memanas jelang duel Cile kontra Argentina pada final Copa America 2015 di Santiago, Minggu (5/7).
Cile sedang dalam kesempatan terbaik untuk meraih trofi pertama mereka di gelaran turnamen empat tahunan di Amerika Selatan tersebut. Selain punya tim solid, mereka pun mendapat dukungan melimpah sebagai tuan rumah.
Sedang Argentina dibakar ambisi untuk meraih lagi trofi yang terakhir mereka pegang 22 tahun lalu. Sama dengan Cile, mereka juga sekarang berada dalam penampilan terbaiknya.
Duel dua negara tetangga ini semakin memanas karena punya riwayat panjang menyangkut sengketa teritorial, dan juga hubungan diplomatik yang kerap tak harmonis.
Kedua negara berbatasan langsung sepanjang 5,150 kilometer, dan sering kali terjadi konflik gara-gara masalah perbatasan ini. Pada era tahun 1970-an misalnya, kedua negara terlihat konflik menyangkut status kepemilikan tiga pulau yang hampir menimbulkan perang. Untungnya, kedua negara tetangga ini akhirnya berdamai dengan mediasi dari Paus John Paul II pada 1984.
Konflik juga dipanaskan dengan sikap politik diktator Cile Augusto Pinochet (berkuasa dari 1973-1990) yang mendukung Inggris saat terjadi perang dengan Argentina pada 1982 memperebutkan kepulauan Fakland.
Jangan lupakan pula, saat final Copa America Cile kontra Argentina pada 30 Maret 1955 silam, terjadi kerusuhan yang menjadi salah satu episode kelam sepak bola di Amerika Selatan. Final yang dimenangi Argentina 1-0 itu berakhir rusuh yang mengakibatkan tujuh tewas, dan lebih dari 500 orang cedera.
Karenanya, Mascherano coba meredakan ketegangan. Menurutnya, hendaknya dunia sepak bola tak dicampur-adukkan dengan hal yang berbau politik. "Saya harap orang-orang bisa memahami bahwa sepak bola adalah olahraga, bukan perang," ujar pemain serba bisa Barcelona ini.
"Masa lalu sudah berlalu. Kita tak boleh menempatkan olah raga dalam ranah politik. Cile, dan Argentina adalah negara satu rumpun. Kita harus saling menghargai," ujar mantan gelandang Liverpool ini.
"Jika kita menuruti nafsu untuk berbuat agresi, dan kekerasan, berarti kita mengabaikan inti dari sportivitas. Olahraga itu menyangkut kesehatan, dan bersenang-senang, bukan perang," katanya mewanti-wanti.
Pada laga semifinal saat Argentina melumat Paraguay 6-1, sempat terjadi saling ejek antara pendukung tim tango, dan pendukung Cile yang berada dalam stadion.
Dikhawatirkan, aksi saling ejek itu skalanya akan membesar saat kedua tim bertempur akhir pekan ini.
Apa yang diutarakan Mascherano diamini Bek Cile, Eugenio Mena. Menurutnya, pertempuran itu sesungguhnya hanya terjadi selama 90 menit di lapangan hijau. "Itu adalah pertarungan para lelaki yang sportif. Kami bertempur 90 menit di lapangan hijau dengan penuh respek. Setelah itu kita akan saling berpelukan. Laga ini ditonton jutaan orang, karenanya penting kita untuk saling respek," katanya.
Stadion Nasional, yang menjadi tempat digelarnya babak final, mempunyai kapasitas tempat duduk 65 ribu sampai 70 ribu yang dipastikan akan terisi penuh oleh kedua pendukung. Pihak kepolisian, dikutip dari media lokal di Cile, sudah siap mengerahkan tak kurang dari 2000 polisi ditambah bantuan dari unsur keamanan lain untuk mengantisipasi terjadinya kerusuhan.