Save Our Soccer: Tiga Pelatih Timnas Indonesia Tidak Punya Izin Kerja di Indonesia
Departemen Penelitian dan Pengembangan (Litbang) menemukan bukti tiga pelatih asing Indonesia tidak memiliki izin kerja dan KITAS.
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah sebelumnya dihebohkan dengan adanya data pemain serta pelatih asing di Indonesia Soccer Championship A 2016 yang tidak memiliki izin kerja dan Kartu Izin Tinggal Sementara/Terbatas (KITAS), kini hal tersebut ternyata merembet ke pelatih Timnas Indonesia.
Seperti rilis Save Our Soccer (SOS), Departemen Penelitian dan Pengembangan (Litbang) menemukan bukti tiga pelatih asing Indonesia tidak memiliki izin kerja dan KITAS.
Alfred Riedl yang berkebangsaan Austria dengan paspor bernomor U0924628 dan dikontrak PSSI per 1 Juni 2016 sampai 31 Desember 2016 belum memiliki izin kerja serta KITAS.
Hal sama dialami asistennya, Wolfgang Pikal dengan nomor paspor U0221903 dan Hans Peter Schaller (Paspor P7629566), yang juga berkebangsaan Austria dan terikat kontrak per 1 Agustus 2016.
Ketiganya melanggar peraturan negara karena KITAS adalah syarat wajib mempekerjakan tenaga asing sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 12 Tahun 2013 dan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang imigrasi.
Koordinator SOS, Akmal Marhali, mengatakan sangat menyesalkan sikap PSSI selaku induk organisasi sepak bola Indonesia yang dalam statunya dijelaskan tunduk dan patuh terhadap Undang-undang negara justru melakukan pelangaran.
"Bagaimana anggotanya (klub) mau taat aturan bila induknya justru melakukan melanggar hukum negara, ini kelalaian yang sangat menyedihkan," kata Akmal.
Sebelumnya PT Gelora Trisula Semesta (GTS) selaku operator ISC A telah melakukan pembiaran terhadap pelanggaran regulasi dan manual ISC yang telah mereka buat terkait penggunaan pemain/pelatih asing.
Hal itu terus terjadi sejak putaran pertama berakhir dan awal putaran kedua dimulai.
Selain itu, sejumlah para pemain asing yang baru dikontrak klub untuk tampil di putaran kedua juga masih belum memiliki KITAS.
Contohnya, Marcio Teruel (Arema Cronus), Choi Hyun Yeon, Hedipo Gustavo Da Conceicao, Romeo Filipovic (Persela Lamongan), Rodrigo Antonio Lombardo Tosi (Persija), Muamer Svaraka (Semen Padang), Zoran Knezevic, dan Daniel Heffernan (Bali United).
Menurut Akmal, seharusnya PT GTS menjadi garda terdepan dalam menegakan aturan bukan malah melegalkan yang ilegal.
"Ini pelanggaran yang disengaja, bukan hanya pelanggaran terhadap regulasi yang dibuat tapi juga pelanggaran terhadap hukum negara," ucapnya.
Sebelumnya, beberapa hari yang lalu Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) ewat surat yang ditandatangani Menpora Imam Nahrawi bernomor S.2777/MENPORA/DIV/IX/2016 tertanggal 6 September 2016 telah memberikan batas waktu sampai tujuh hari agar PT GTS bersama klub segera mengurus izin kerja dan KITAS pemain/pelatih asing.
Selama itu, pemain/pelatih yang tak punya izin kerja tidak boleh dimainkan.
Kata Akmal, teguran yang diberikan Kemenpora kepada GTS harus dikawal dan jangan sampai sebatas peringatan normatif dan tetap digelar.
"Cita-cita reformasi tata kelola sepak bola nasional jangan sampai hanya sebatas slogan," kata Akmal.
Pihak PT GTS pun juga sudah menegur kepada semua klub ISC A 2016 agar segera mengurusi permasalahan KITAS dari pemain asingnya hingga pekan ini.
Selama putaran pertama, tercatat 82 pemain/pelatih asing yang keluar masuk ambil bagian di ISC A.
Kini, di putaran kedua, berdasarkan data yang dimiliki SOS sampai 6 September 2016, ada 26 pemain asing baru yang direkrut klub. plus, tentunya, tiga pelatih asing tim nasional.
Berdasarkan aturan ketenagakerjaan pekerja asing berkewajiban membayar Kompensasi Penggunaan Tenaga Kerja Asing (KPTKA) yang nilainya 100 dolar AS per bulan.
Artinya, bila pemain/pelatih asing dikontrak setahun mereka berkewajiban membayar 1200 dolar AS.
"Pada putaran pertama ISC, SOS mencatat lebih dari Rp 500 juta negara dirugikan akibat pembiaran terhadap pelanggaran aturan izin kerja dan KITAS, ini bukan nilai yang sedikit," ucap Akmal.
Untuk itu, SOS berharap agar semua aturan bisa ditegakan dengan sebenarnya dan sejujurnya.
BOPI sebagai kepanjangan pemerintah untuk urusan olahraga profesional harus pro aktif menegakan aturan negara janga lagi membiarkan pelanggaran.