Kemenangan Timnas Indonesia, 94 Menit Pengalihan Isu Nasional
Di sebagian besar negara Eropa, sepakbola merupakan industri, bisnis yang menghasilkan aliran uang yang deras, beratus-ratus juta dalam bentuk dolar
Reputasi ini benar-benar ditunjukkan Thailand sepanjang gelaran AFF Suzuki Cup 2016. Rekor 100 persen. Lima laga lima kemenangan. Di semifinal, Myanmar, satu kekuatan baru Asia Tenggara yang mencoba mengusik hagemoni mereka, disikat enam gol tanpa balas.
Maka dari itu, bagi Indonesia, final ini ibarat laga yang tak berbeban. Sebab kalah pun barangkali akan dipandang sebagai kewajaran belaka. Dengan kata lain, terlepas dari semangat dan fanatisme kebangsaan yang menggebu, suporter Indonesia pada dasarnya sudah sangat siap apabila di Stadion Pakansari, Bogor, Rabu (14/12) malam kemarin, pemain-pemain Thailand melangkah ke luar lapangan sebagai pemenang.
Tapi ternyata Risky Pora bisa menyamakan skor. Lima menit berselang malah berbalik unggul. Nyaris mirip proses gol yang dicetaknya kontra Vietnam, Hansamu Yama menanduk bola umpan tendangan pojok Risky Pora. Dan kebahagiaan itu pun melesat-lesat.
Sisa laga melahirkan anomali lini masa media sosial Indonesia. Seperti di Brasil, sisa laga membuat agama-agama yang selama berbulan-bulan diletakkan di medan debat dan risak, kembali ke tempatnya yang sahih. Yang ada hanya sepakbola, dan Indonesia, dan gegap gempita kemenangan. Dan tidak sedikit yang ikut menangis melihat Risky Pora dan Hansamu menangis.
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN PEMAIN Indonesia melakukan sujud syukur di lapangan usai mengandaskan Thailand di putaran pertama final AFF Suzuki Cup 2016 di Stadion Pakansari, Bogor, Rabu (14/12).
Sebenarnya tangis ini agak janggal. Pasalnya masih ada 90 menit kedua di Bangkok. Sabtu, 17 Desember, Indonesia akan bentrok lagi dengan Thailand di Stadion Rajamangala. Jelas 90 menit yang lebih berat dan tentunya akan dirasa lebih panjang.
Tapi sudahlah, tak terlalu penting mempersoalkan tangis. Biarlah tangis Risky Pora dan tangis Hansamu, dan tangis pemain-pemain Indonesia lainnya, menjadi bagian dari kebahagiaan yang mulai menjadi barang langka di negeri terkasih ini.
Perkara laga di Rajamangala, entah kita akan tetap menyerang atau perlu parkir kereta api, dipikirkan nanti saja. (t agus khaidir)