Terungkap! Misteri di Balik Mundurnya Edy Rahmayadi
KPSN disebut Yesayas mau melengserkan Edy Rahmayadi dari jabatan Ketua Umum PSSI. Benarkah?
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nama Komite Perubahan Sepak Bola Nasional (KPSN) mencuat setelah disinggung Yesayas Oktovianus, wartawan senior media terkemuka, dalam program Mata Najwa di Trans TV yang mengusung tema, “PSSI Bisa Apa III: Saatnya Revolusi!”, Rabu (23/1/2019).
KPSN disebut Yesayas mau melengserkan Edy Rahmayadi dari jabatan Ketua Umum PSSI.
Benarkah?
Yesayas mengakui KPSN memang didirikan untuk melengserkan Edy, bahkan ia menyebut nama Ketua KPSN Suhendra Hadikuntono.
Sebab itu, Yesayas yang mengklaim sebagai pendiri dan sekaligus Ketua KPSN pertama yang hanya berumur sehari, memilih untuk mundur dari tim KPSN.
Dihubungi wartawan, Jumat (22/1/2019) malam, Yesayas Oktovianus mengaku mundurnya dia dari tim KPSN karena tidak sanggup memenuhi target melengserkan Edy Rahmayadi dari kursi Ketua Umum PSSI hanya dalam waktu satu bulan.
“Target satu bulan itu terlalu berat dan tidak masuk akal,” katanya.
Baca: Ketua KPSN Suhendra Hadikuntono: Bubarkan Tim Ad Hoc PSSI
Adapun mundurnya Edy Rahmayadi disebut Yesayas karena memang sudah tidak nyaman lagi dengan adanya penangkapan demi penangkapan terhadap tersangka match fixing, di samping ada mosi tidak percaya yang digalang KPSN melalui voters atau para pemilik hak suara beberapa hari menjelang Kongres PSSI di Bali, 20 Januari 2019. Itu seperti operasi intelijen yang membuat Edy tidak nyaman.
Dihubungi terpisah, Ketua KPSN Suhendra Hadikuntono menampik klaim Yesayas.
Menurutnya, KPSN didirikan atas dasar rasa keprihatinan yang mendalam atas prestasi sepak bola nasional yang tidak mampu bersaing baik di tingkat regional maupun dunia, dan salah satu penyebabnya adalah maraknya match fixing.
Adapun tujuan didirikannya KPSN, lanjut Suhendra, adalah memberantas match fixing dan melakukan perubahan terhadap PSSI ke arah yang lebih baik, demi mengembalikan PSSI ke khittah-nya pada 19 April 1930 di Yogyakarta, yakni sebagai alat perjuangan dan pemersatu bangsa serta sarana menyejajarkan diri dengan bangsa-bangsa lain yang lebih maju melalui prestasi sepak bola nasional.
“Bahwa dalam perjuangan ke arah PSSI yang lebih baik itu ada pihak-pihak yang menjadi korban, misalnya Ketua Umum mundur atau Plt Ketua Umum menjadi tersangka, itu konsekuensi perjuangan. Revolusi kadang-kadang memang menelan anak kandungnya sendiri,” ujar Suhendra menanggapi isu balas dendam politik karena partai yang didukungnya kalah dalam Pilkada Sumut 2018.
Suhendra pun menjawab diplomatis, "Jika saya kalah di Sumut, tapi menang di PSSI, skor ja 1-1 dong. Ingat ya, di PSSI ada 30-an juta massa mengambang yg tadinya berada di bawah pengaruh Gubernur Edy Rahmayadi, yang salah satu partai pengusungnya adalah Gerindra, kini sudah saya netralkan, dan kemudian mendukung Pak Jokowi."