Kalah di Kualfikasi Piala Dunia 2022, Simon McMenemy Butuh Waktu Bersama Timnas Indonesia
Kalah di Kualfikasi Piala Dunia 2022, Simon McMenemy butuh waktu bersama Timnas Indonesia, Jumat (11/10/2019)
Penulis: Gigih
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
Simon McMenemy, didapuk menjadi pelatih kepala Timnas Indonesia pada awal tahun ini, targetnya ? Masuk 120 besar Dunia dan Juara Piala AFF 2020, adakah target tuntutan lolos ke Piala Dunia? tidak ada.
Ekspektasi membesar ketika mengetahui di fase grup, Indonesia tergabung bersama Vietnam, Malaysia, Thailand dan UEA, tiga nama pertama adalah "saingan" abadi di Asia.
"Piala AFF mini" menjadi tema bahasan di Grup G ini, dan seolah memberikan kesan bahwa Timnas Indonesia bisa kompetitif di Kualifikasi Piala Dunia kali ini.
Baca: Persija Wajib Waspada, Marko Simic Diincar Klub Kaya Malaysia
Kembali ke target yang diberikan PSSI, ajang ini mestinya menjadi ajang bagi Simon menentukan komposisi terbaik di tim, bukan diberikan ekspektasi besar dan menyulitkan untuk berkreasi.
Membandingkan Simon dengan nama-nama besar di Asia juga tidaklah tepat, tetapi apabila dipaksakan maka perbandingannya adalah : berapa banyak gelar yang diberikan pelatih besar tersebut bagi Negara yang diasuhnya saat ini? jawabannya : 0.
Marcelo Lippi, van Marwijk, Paulo Bento, Marc Wilmots dan Vital belum memberikan gelar, hanya Felix Sanchez Bas yang sudah memberikan juara Piala Asia kepada negaranya.
Lippi dan Paulo Bento dalam tekanan luar biasa, Paulo Bento dianggap belum bisa memaksimalkan para pemain bintangnya di ajang Piala Asia 2019 lalu, sedangkan Lippi masih belum memberikan prestasi apapun bagi China sejauh ini.
Pun dengan Wilmots dan van Marwijk, bahkan secara permainan negara yang mereka asuh tidak sementereng nama besar sang pelatih.
Membandingkan Luis Milla dengan Simon, jelas lebih komedik, Milla memang membawa banyak perubahan di cara bermain Indonesia, dan kita harus berterima kasih untuk itu.
Namun, sama seperti Simon, Milla juga pernah mengalami kekalahan, bahkan melawan Malaysia, Indonesia saat itu kalah telak 3-0 di Kualifikasi Piala Asia U-23, Indonesia kemudian dikalahkan Palestina di ajang Asian Games.
Selain itu, kontrak Luis Milla beserta timnya saat itu mencapai 2 Miliar per bulan, bandingkan dengan Simon yang "hanya" 6 Miliar dalam satu musim.
Lalu apa bedanya Milla dengan Simon? Keduanya juga mendapatkan tekanan besar, namun seiring waktu Milla mampu membuktikan kemampuannya, jadi tidak ada salahnya memberikan waktu kepada Simon McMenemy.
Simon adalah pelatih yang terstruktur, keunggulannya adalah kekompakan tim, masih ingat dengan Bhayangkara yang dibawanya juara tahun 2017, nyaris tanpa pemain bintang, sebagai tim baru, Simon menyulapnya menjadi tim yang merata di seluruh aspek, dan di akhir musim meraih gelar juara Liga 1.
Lalu bagaimana membenahi sepakbola Indonesia saat ini? Tentu sebuah sistem pembinaan adalah kuncinya, tidak ada sesuatu yang bisa semudah itu berubah, Negara-negara Eropa membuktikannya, apa yang mereka raih di usia senior adalah program dari 10-20 tahun sebelumnya, dan itulah yang harus ditiru Indonesia.
Maka memberikan Simon sebuah tekanan untuk lolos ke Piala Dunia 2022 ataupun target muluk di Kualifikasi jelas tidak masuk akal, Simon McMenemy butuh waktu, sembari itu, mari kembali membuka buku "Filanesia" yang sempat digarap PSSI beberapa tahun lalu.
(Tribunnews.com/Gigih)