Kuasa Hukum APPI Sangat Keberatan Keputusan PSSI Masalah Gaji Pemain
Keluarnya putusan PSSI dianggap mendadak oleh Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI) terlebih masalah gaji pemain.
Penulis: Atreyu Haikal Rafsanjani
Editor: Gigih
TRIBUNNEWS.COM - Keluarnya putusan PSSI dianggap mendadak oleh Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI) terlebih masalah gaji pemain.
PSSI pada Jumat (27/3/2020) mengeluarkan keputusan mengenai nasib Kompetisi sepak bola di Indonesia khususnya Liga 1 dan Liga 2.
Selain itu PSSI menganggap wabah virus Corona ini menjadi sebuah force majeure yang mempersilahkan klub kontestan untuk membayarkan 25 persen gaji dari pemain dan tim pelatih pada bulan Maret, April, Mei dan Juni.
Baca: Penjelasan Ketum PSSI Soal Keputusan Penundaan Liga 1 dan Liga 2 Hingga 29 Mei 2020
Baca: Ini Sikap Persebaya, Arema FC, dan Madura United Soal Penundaan Liga 1 sampai 29 Mei 2020
Namun ternyata meskipun rata-rata klub menyetujui dan tidak mempermasalahkan keputusan ini, pihak APPI merasa keputusan ini terlalu mendadak.
Dalam wawancara yang dilakukan dengan Superball.id, kuasa hukum APPI, Riza Hufaida mengatakan pihaknya tidak diajak berdiskusi meskipun pemain sepak bolalah yang pada akhirnya yag merasakan dampaknya.
"Ini mendadak sekali lagi-lagi, padahal semestinya tapi kita ga diajak diskusi padahal kan kita yang paling terdampak, lagi-lagi ini yang kita khawatirkan sama sekali ga dianggap, ditinggal dan gak diajak ngobrol."
"Entah apa dasarnya PSSI kan kita gak tau padahal kan disitu ada kontrak kita dengan klub," terang Riza.
Lalu untuk keputusan PSSI yang memperbolehkan pihak klub memotong gaji hingga dibayarkan hanya 25 persen Riza cukup keberatan.
Baca: Kegalauan Frank Lampard Soal Liga Inggris Musim Ini, Berharap Situasi Lekas Pulih
Baca: Cucu Somantri: Liga Indonesia Baru Tetap Utamakan Kepetingan dan Keselamatan Pemain dan Masyarakat
Terlebih pada bulan Maret ini beberapa klub masih melangsungkan latihan dan para pemain mengikutinya, sehingga pemotongan tersebut tidak adil.
Selain itu, Riza menganggap keputusan melakukan pemotongan gaji pada empat bulan kedepan dianggap tidak ada dasarnya dan pertimbangannya tidak jelas.
"Lalu yang kedua kaitanya dengan besaran nilainya tentu aja kita keberatan karenakan untuk bulan Maret sudah pada berkerja selama setengah bulan sudah main semua bahkan sampai menit terakhir masih banyak yang latihan itu kan termasuk sudah bekerja jadi ya kalo dikasih 25% apalagi ada tulisan maksimal, itu menurut saya gak fair dan itu bertengangan dengan aturan."
"Termasuk dengan bulan April, Mei, Juni dengan dasar 25% itu dasarnya apa bisa menetapkan seperti itu pertimbangannya apa yakan itu kita ga pernah tau karena pemain ga diajak ngomong," terang Riza.
Riza juga menjelaskan pihaknya tanpa mengesampingkan wabah yang terjadi, tetap ingin tahu alasan dibalik pemotongan gaji tersebut.
"Padahal kalau ini mau menjadi force major, ya tarolah ini sementara mau ada revisi kontrak atau apa, itukan kontrak pemain dengan klub, pemain harus diajak ngomong dong sampaikan alasannya kita bernegosasi."
"Bukannya kita ga mau tau tentang bencana ini atau wabah ini tidak, tapi kan harusnya ngomong dong alasannya kenapa dan semua itu ga dipukul rata," ungkap Riza.
Baginya keputusan PSSI tersebut terlalu terburu-buru dan sepihak.
"Gaji pemain masing-masing berbeda, kemampuan klub juga berbeda, saya kira itu terburu-buru dan sangat sepihak lah dari PSSI bisa menerbitkan seperti itu."
"Saya juga gak tau apakah klub sudah diajak ngomong atau belum, karenakan ini keputusan dari PSSI tapi didalamnya nyangkut hukum pemain dan klub."
"Ya mungkin disitu PSSI secara ini ga ada pihaknya kok tiba-tiba bisa mengintervensi seperti itu," ujar Riza menjelaskan.
Dengan pernyataan tersebut, Riza mengatakan APPI sangat keberatan dengan pembayaran gaji maksimal 25 persen tersebut.
Dirinya berharap pada bulan Maret bisa dibayar penuh karena menganggap para pemain juga sudah bekerja secara penuh.
"Kita pasti sangat keberatan sekali dengan keputusan 25 persen, maksimal loh itu."
"Kita menyatakan keberatan dengan keputusan tersebut karena kita tidak dilibatkan terus kita juga keberatan maksimal 25 persen, kita menuntut bulan Maret dibayar full karena pemain sudah bekerja penuh," jelasnya.
Lalu dirinya berharap PSSI meninjau kembali mengenai enam poin keputusan tersebut dan berharap diajak berdiskusi untuk memecahkan masalah yang terjadi.
"PSSI mau meninjau kembali SK tersebut dan kita para pihak duduk bareng untuk membicarakan win-win solution terhadap masalah ini," tutur Riza.
Berikut Isi Lengkap Enam Keputusan PSSI mengenai nasib kompetisi Liga 1 dan Liga 2 musim 2020
1. PSSI menetapkan bahwa bulan Maret, April, Mei, dan Juni 2020 adalah Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana terkait penyebaran Covid-19 di Indonesia. Maka status ini disebut keadaan Kahar (Force Majeure).
2. Berdasarkan ayat pertama, maka klub peserta Liga 1 dan Liga 2 dapat melakukan perubahan kontrak kerja yang telah ditandatangani atau disepakati antara klub dan pemain, pelatih, dan offisial atas kewajiban pembayaran gaji di bulan Maret, April, Mei, dan Juni 2020 yang akan dibayarkan maksimal 25 persen dari kewajiban yang tertera di dalam kontrak kerja.
3. Menunda gelaran kompetisi Liga 1 dan Liga 2 sampai tanggal 29 Mei 2020.
4. Apabila status keadaan tertentu darurat bencana tidak diperpanjang oleh Pemerintah Indonesia, maka PSSI menginstruksikan PT Liga Indonesia Baru untuk dapat melanjutkan kompetisi Liga 1 dan Liga 2 terhitung setelah tanggal 1 Juli 2020.
5. Apabila Pemerintah Indonesia memperpanjang status status keadaan tertentu darurat bencana setelah tanggal 29 Mei 2020, PSSI memandang situasi belum cukup ideal untuk melanjutkan kompetisi, maka kompetisi Liga 1 dan Liga 2 musim 2020 akan dihentikan.
6. Hal-hal terkait teknis termasuk namun tidak terbatas pada penjadwalan sistem dan format kompetisi, kewajiban klub terhadap pihak ketiga sistem promosi dan degradasi, akan diatur kemudian dalam surat keputusan yang terpisah.
(Tribunnews/Haikal)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.