Di Jepang Bersorak Mendukung Tim Sepak Bola Favorit Bisa Dilakukan Virtual
Menyedihkan melihat stadion harus dikosongkan saat Liga Jepang akan mulai bertanding kembali beberapa minggu ini.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Menyedihkan melihat stadion harus dikosongkan saat Liga Jepang akan mulai bertanding kembali beberapa minggu ini.
Meski sudah mengakhiri keadaan darurat Covid-19, tapi melibatkan kerumunan penonton stadion agaknya terlalu berlebihan di masa pandemi ini.
Sebagaimana yang dikatakan ahli virologi di Universitas Tohoku, Hitoshi Oshitani, yang menilai wabah belum berakhir.
"Saya mengharapkan wabah kecil dari waktu ke waktu," katanya.
Namun, kini suporter sepak bola di Jepang terfasilitasi oleh sebuah aplikasi di ponsel pintar untuk tetap bersorak mendukung tim favoritnya, dikutip dari The Guardian.
Baca: Anggaran Tambahan Kedua Atasi Pandemi Covid-19 di Jepang Lebih dari 31 Triliun Yen
Baca: Pelaku Pembakaran Gedung Kyoto Animation yang Menewaskan 36 Orang Ditangkap Polisi Jepang
Sistem Remote Cheerer yang dikembangkan oleh perusahaan Jepang, Yamaha, memungkinkan penggemar mengikuti pertandingan di TV, radio, atau online.
Sehingga nantinya penonton bisa ikut bersorak, mencaci, atau bahkan meneriaki pemain melalui ponsel pintar mereka.
Audio dari para penonton akan bergema di sekitar stadion secara real time melalui pengeras suara.
Pada uji coba baru-baru ini, pengguna aplikasi di sejumlah lokasi terpencil mampu menyuarakan sorakan, tepuk tangan, nyanyian, dan celaan ke Shizuoka Stadium Ecopa.
Suara-suara itu keluar melalui 58 pengeras suara yang dipasang di antara kursi kosong.
Jadi mendengar suara saja bagaikan didukung kurang dari 50.000 kursi di stadion itu.
Namun, aplikasi ini belum memungkinkan untuk para suporter memprotes wasit atau memperhatikan pemain secara detail.
"Pengguna dapat merasakan kehadiran di tempat tersebut, meskipun itu adalah stadion besar," kata Yamaha dalam sebuah pernyataan.
Pihaknya menambahkan sistem ini menunjukkan kemampuan menciptakan suasana penonton yang mirip pertandingan nyata.
Yamaha mengatakan akan meningkatkan aplikasi yang dikembangkan dengan bantuan dari klub J-League Jubilo Iwata dan Shimizu S-Pulse.
Hingga nantinya aplikasi ini bisa diadaptasikan ke berbagai pertandingan olahraga.
Bisa juga ke berbagai acara lain yang diadakan di dalam ruangan dengan penonton terbatas.
"Fans adalah elemen penting dari atmosfer pertandingan," kata Jumpei Takaki dari divisi penjualan di S-Pulse.
"Sebagai mantan pemain sepak bola profesional, saya tahu betapa menggembirakan dukungan mereka bagi para pemain di lapangan," tambahnya.
Jepang terus mengembangkan teknologi untuk menghasilkan atmosfer ini dengan aman.
Di lain sisi, ketika liga sepak bola profesional Korea Selatan dibuka awal bulan ini, panitia berusaha menciptakan suasana yang mirip dengan menyetel musik ke stadion yang kosong.
Tapi seminggu kemudian, upaya FC Seoul untuk menambahkan sentuhan realisme dengan mengisi beberapa kursi stadionnya menjadi bumerang tersendiri.
Sebab baru diketahui orang-orangan yang diletakkan ke kursi penonton adalan boneka seks.
Klub sepak bola ini mendapat tamparan keras atas perilakunya hingga meminta maaf di kemudian hari.
Olahraga profesional Jepang siap memulai kehidupan kembali dalam beberapa minggu mendatang.
Ini dilakukan pasca Perdana Menteri Shinzo Abe mengakhiri keadaan darurat Covid-19 di Jepang pada Senin lalu.
Keputusan ini dilakukan menyusul penurunan kasus infeksi baru yang tajam di negara ini.
Baca: Panduan Pengisian Formulir Aplikasi Bagi WNI di Jepang untuk Mendapatkan Subsidi Rp 13,7 Juta
Baca: 7 Produk Unik yang Cuma Ditemukan di Jepang, Termasuk Permen Karet Anti Penuaan
J-League diperkirakan akan melanjutkan pertandingan pada akhir Juni atau awal Juli sambil menunggu persetujuan dari 58 timnya.
Pertandingan singkat liga teratas dimulai sejak 21 Februari lalu dengan divisi kedua menyusul dua hari kemudian.
Pertandingan ini dilakukan sebelum Jepang akhirnya bergulat dengan wabah corona.
Worldometers pada Rabu (27/5/2020) mencatat 16.623 kasus infeksi di negeri matahari terbit ini.
Adapun angka kematiannya mencapai 846 dan pasien sembuh sebanyak 13.810.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)