Doni Setiabudi tak Mudah Mengembangkan Bandung Premier League
Bandung Premier League dikenal sebagai kompetisi sepak bola amatir bernuansa profesional.
Editor: Toni Bramantoro
Laporan Reporter WARTAKOTALIVE.COM, Rafsanzani Simanjorang
TRIBUNNEWS, BANDUNG - Bandung Premier League dikenal sebagai kompetisi Sepakbola amatir bernuansa profesional.
Dibentuk tahun 2017 lalu, kompetisi ini mendapat respon positif dari masyarakat hingga saat ini.
Doni Setiabudi, CEO Bandung Premier League mengisahkan latar belakang pembentukan kompetisi amatir BPL (Bandung premier league) tiga tahun lalu.
"Berawal dari komunitas yang hendak bermain bola, tetapi terhambat oleh lapangan yang selalu penuh. Saya kemudian terinspirasi membuat liga dengan kultur Indonesia yang dikenal seperti turnamen," ujar Doni, Kamis (9/7/2020).
Doni pun mengumpulkan komunitas sepak bola dan melakukan persentasi, dimana di dalamnya dibahas tentang infratruktur serta biaya per timnya.
Doni mengakui, tak mudah untuk mengembangkan Bandung Premier League.
Namun ia berkeyakinan, sesuatu yang dikerjakan dengan konsisten dan berkesinambungan akan membuahkan hasil.
Kompetisi pun berlangsung tanpa ada sponsor dan hanya biaya peserta.
"Saat itu, saya sempat menjual papan iklan atau E-board Rp 250 ribu tapi tidak ada yang mau. Pertama dulu ada masuk sponsor dari sebuah loundry. Seirining berjalan wakti, ada kerja sama dengan bank BJP sebagai sponsor," paparnya.
Memasuki season ketiga, masalah pun muncul di kompetisi Bandung Premier League.
Doni menjelaskan, pada masa itu sering terjadi perkelahian akibat tidak menerima keputusan wasit.
"Saya sempat merenung, dan istri memberi masukan, nyari solusi atau menghentikan kompetisi," ujarnya.
Pergelaran Piala Dunia 2018 pun menjadi kebangkitan Bandung Premier League. Kala itu, pihaknya mencoba menggunakan sistem VAR (video assistant referee).
Pertama kali, pihaknya menggunakan GoPro namun terhambat oleh akses internet, lantas pihaknya beralih dengan menggunakan cctv.
"Saya masih ingat, dulu ada pertandingan dengan skor 0-0 hingga menit akhir. Menit 90'an terjadi hands ball, dan wasit tidak melihat. Akhirnya cctv pun dicek, baru diputuskan penalti. Saat itu tidak ada lagi yang protes karena memang adil dengan adanya cctv," ujarnya.
Penggunaan teknologi di pertandingan pun membuat kualitas kompetisi Bandung Premier League semakin membaik.
Saat ini, asosiasi sepak bola amatir Indonesia sudah ada di 19 kota.
"Saat ini saya masih harus memperbaiki dan meningkatkan Bandung Premier League. Tapi masih ada hambatan khususnya finansial. Semoga saja ada perhatian dari swasta atau pemerintah nantinya," tutup Doni.
Ada pun kondisi terkini, Bandung Premier League belum digulirkan kembali akibat pandemi Covid-19.