Egy Maulana Vikri dan Witan Sulaeman Jarang Dapat Menit Bermain, Apa yang Salah?
Apa yang membuat Egy Maulana Vikri dan Witan Sulaeman sangat jarang dimainkan di klub Eropa?
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Lola June A Sinaga/BolaSport.com
TRIBUNNEWS.COM - Apa yang membuat Egy Maulana Vikri dan Witan Sulaeman sangat jarang dimainkan di klub Eropa?
Egy adalah pemain Lechia Gdansk di Liga Polandia atau Ekstraklasa.
Bintang Timnas U-22 Indonesia itu bergabung ke Lechia pada 11 Maret 2018 dengan kontrak 3 tahun dalam usia 18 tahun.
Egy mencetak debut tim inti atau utama Lechia pada 22 Desember 2018 sebagai cadangan dalam duel versus Gornik Zabrze.
Egy juga tampil dalam final Piala Super Polandia 2019 melawan Piast Gliwice sebagai cadangan ketika Lechia menang 3–1.
Sepanjang musim perdananya di Lechia, 2018-2019, Egy hanya tampil 2 kali dengan durasi 10 menit.
Baca Juga: Nasib Timnas U-19 Indonesia Seusai Piala Dunia U-20 2021 Dibatalkan FIFA
Di musim keduanya, 2019-2020, Egy bahkan hanya tampil 1 kali, tapi sebagai starter dengan waktu 46 menit.
Sedangkan di musim ketiganya, 2020-2021, hingga jeda paruh waktu, Egy baru tampil 5 kali dengan total durasi 62 menit, seluruhnya sebagai cadangan.
Pemain yang kini berumur 20 tahun itu ternyata memang tak masuk dalam skema utama Pelatih Lechia Piotr Stokowiec.
Masalah Egy itu setali tiga uang dengan Witan Sulaeman di klub Liga Serbia, Radnik Surdulica.
Gelandang Timnas U-19 Indonesia itu bergabung ke klub Eropa-nya dalam usia 18 tahun, tepatnya 10 Februari 2020.
Pemain yang kini berusia 19 tahun itu dikontrak Radnik 3,5 tahun.
Witan mencetak debut di tim utama pada 14 Juni 2020, ketika masuk menggantikan Bogdan Stamenkovic dalam kekalahan 2-4 dari Radnicki Nis di Liga Serbia.
Baca Juga: Beda JDT Perkenalkan Pemain Baru, Syahrian Abimanyu Pegang Syal, Danial Amier Naik Limusin
Sepanjang musim pertamanya, 2019-2020, Witan cuma tampil 2 kali sebanyak 71 menit.
Sedangkan di musim keduanya saat ini, Witan belum pernah dimainkan sama sekali.
Egy dan Witan teramat minim dimainkan di klub mereka itu, karena kalah bersaing dengan pemain lokal atau yang lebih berpengalaman.
Kasus serupa terjadi pada sejumlah pemain Malaysia di Eropa, yang tak bisa bertahan lama dan harus kembali ke liga lokal.
Pemain Malaysia itu antara lain Akmal Rizal Ahmad Rakhli dan Juzaili Samion di Strasbourg, serta Fadzli Shaari dan Rudie Ramli di SV Wehen.
Yang masih hangat adalah kasus Safawi Rasid, yang dikirim Johor Darul Ta'zim (JDT) ke Portimonense, klub liga utama Portugal, dengan status pinjaman 1 musim.
Namun, berhubung tak pernah dimainkan di Portimonense hingga 3 bulan, padahal terkenal sebagai pemain andalan Timnas Malaysia, maka Safawi terpaksa kembali ke JDT.
Baca Juga: Danurwindo Ungkap Gairah Syahrian Abimanyu dan Masa Depannya di JDT
Satu lagi pemain muda Malaysia yang "dipaksakan" ke klub senior Eropa adalah Luqman Hakim Shamsudin dalam usia 18 tahun.
Luqman bergabung dengan KV Kortrijk (Courtrai) di Liga Belgia sejak 6 Agustus 2020.
Dia baru tampil 1 kali selama 16 menit melawan Anderlecht tanggal 23 Oktober 2020.
Penampilan itu diduga hanya untuk menyenangkan hati Luqman dan rakyat Malaysia, apalagi Kortrijk dimiliki pengusaha asal negeri sendiri, Vincent Tan.
Setelah itu, Luqman tak pernah lagi tampil di Kortrijk.
Jangan ke Tim Senior
Di Malaysia, kasus yang menimpa para pemain mudanya di klub Eropa disadari sebagai langkah yang salah.
Namun, Malaysia tetap sangat bergairah mengirimkan pemain mudanya ke klub Eropa.
Agen sepak bola ternama Malaysia, Effendi Jagan Abdullah, berpendapat, mengutus pemain berusia 20 tahun ke atas ke Eropa, apalagi ke tim utama, adalah langkah keliru.
Baca Juga: Asisten Pelatih Timnas Indonesia, Gong Oh-Kyun Mengundurkan Diri?
Effendi adalah pemilik sekaligus Managing Director Action Football Asia Sdn Bhd, perusahaan yang berurusan dengan luar negeri dalam urusan pemain, pelatih, dan aktivitas olahraga internasional.
Menurut Effendi, pemain berusia antara 16 dan 18 tahun lebih mudah dipasarkan ke Eropa.
Effendi mengungkapkan, sebagian besar klub Eropa tak berminat merekrut pemain asal Malaysia karena berbagai kendala, seperti kualitas dan kesulitan adaptasi atau menyesuaikan diri.
“Menurut saya, sulit bagi pemain berusia 20 tahun ke atas untuk beradaptasi dan menarik minat klub-klub di Eropa dibandingkan dengan mereka yang berusia di bawah 18 tahun," tegas Effendi, sebagaimana dikutip BolaSport.com dari Utusan.com.my.
Pemain muda, imbuhnya, seharusnya memulai karier di klub Eropa dengan bermain bersama tim junior, bukan langsung dipaksakan ke tim utama atau senior.
Setelah matang, barulah pemain itu diserap ke tim utama.
Effendi menjelaskan, saat memulai dengan tim junior, pemain muda akan lebih memahami sistem dan pola permainan tim.
Baca Juga: Persija Jadi Klub Terpopuler di ASEAN, Kalahkan 9 Klub Termasuk Persib
"Skenario sepak bola klub-klub besar di Eropa adalah, mereka sendiri mencari pemain yang diinginkan karena memiliki pencari bakat di seluruh dunia," tutur Effendi.
Jadi, Effendi tak setuju dengan cara mengirimkan pemain muda langsung ke tim utama di Eropa, karena pasti membuat mereka sulit diturunkan atau mendapat kepercayaan dari pelatih.
Dari Indonesia, selain Egy dan Witan, Brylian Aldama dan Bagus Kahfi juga melangkahkan kaki mereka ke klub Eropa dalam usia 18 tahun.
Brylian ke klub utama Rijeka di Liga Kroasia, sedangkan Bagus menuju FC Utrecht di Belanda.
Bagus disebut-sebut tak akan ke tim senior FC Utrecht, tapi Jong Utrecht, yang bermain di kompetisi kasta kedua Liga Belanda.