Gareth Southgate Kunci Ketajaman Harry Kane, Dirusak Nuno Santo, Menanti Peran Antonio Conte
Melempen bersama Tottenham Hotspur, Harry Kane Justru menunjukkan ketajamannya bersama Timnas Inggris.
Penulis: deivor ismanto
Editor: Dwi Setiawan
TRIBUNNEWS.COM - Harry Kane telah menunjukkan ketajamannya bersama Timnas Inggris dengan mampu mencetak quattrick di partai pamungkas penyisihan grup Kualifikasi Piala Dunia 2022 melawan San Marino.
Pelatih The Three Lions, Gareth Southgate seakan tak ambil pusing dengan performa buruk hari Kane bersama Tottenham Hotspurs di Liga Inggris.
Kane selalu dipercaya untuk tampil dari menit awal dalam rentetan partai yang dijalani Inggris di Kualifikasi Piala Dunia.
Baca juga: Perwujudan Ambisi Conte untuk Tottenham, Bidik 3 Pemain, Tularkan Kejayaan di Chelsea & Inter Milan
Baca juga: Bedah Skuat FPL Gameweek 12 - Menunggu Sentuhan Ajaib Conte, Aset Spurs Layak Masuk Radar
Hasilnya pun istimewa, berkat ketajaman striker berusia 28 tahun tersebut, pasukan Southgate lolos ke Piala Dunia 2022 dengan catatan paling mentereng diantara kontestan lainnya.
Torehan 12 gol dari delapan penampilan berhasil disumbangkan Kane, tak hanya itu, ia juga mampu menyamai torehan gol Gary Lineker dengan lesatan 48 golnya selama membela The Thre Lions.
Namun di balik menterengnya kontribusi Kane untuk Timnas Inggris, penampilannya bersama Tottenham justru melempem.
Ia hanya mampu mencetak sebiji gol bersama The Lilywhites dari 10 pertandingan yang sudah dijalani di Liga Inggris.
Itu merupakan start terburuk Harry Kane selama sepuluh tahun berkostum tim yang bermarkas di White Hart Lane tersebut.
Lalu apa yang membuat performa Harry Kane begitu menurun di klub?
Eks juru taktik Tottenham, Nuno Espirito Santo memberi sentuhan berbeda dalam skema permainan The Lilywhites.
Ia memainkan sepak bola pragmatis dengan skema 4-3-3 miliknya, skema tersebut tak asing, ia juga menggunakannya saat masih menukangi Wolverhampton Wanderers.
Yang jadi masalah, Nuno menggunakan seorang playmaker dalam skema yang ia usung, itu berakibat terhadap pergerakan Kane yang menjadi terbatas.
Kane sejak musim lalu bersama kepelatihan Jose Mourinho merupakan striker kreatif yang sering menjemput bola hingga ke tengah.
Dengan begitu, Kane dapat muncul dari lini kedua untuk mencetak gol.
Musim lalu, pemain berpostur 188 cm tersebut mampu menjadi top skor Liga Primer Inggris dengan torehan 23 gol.
Masalahnya, hal tersebut tak bisa dilakukan Harry Kane bersama pelatih asal Portugal tersebut.
kehadiran Delle Alli di belakangnya membuat ia harus membagi peran dengan sang gelandang serang.
Harry Kane tak mampu menciptakan progresi serangan untuk dirinya sendiri di tengah.
Alli yang berdiri tepat di belakangnya membuat ia harus mengalah untuk fokus berada di kotak penalti.
Musim ini, dilansir Fbref, shots total Harry Kane berada di angka 2.88 per pertandingan, jauh turun dibandingkan musim lalu yang mencapai angka 4.01 per pertandingan.
Lebih seringnya Kane berada di kotak penalti membuat ruang tembaknya semakin menurun.
Kane bukanlah goal getter yang menunggu bola, ia bisa mencari peluangnya sendiri dengan menjemput bola ke tengah.
Ia tak seperti Romelu Lukaku ataupun Jamie Vardy yang mematikan di kotak penalti memanfaatkan peran para gelandang.
Lebih dari itu, Harry Kane adalah tipe striker dan trequartista, akan semakin berbahaya jika berada di lini kedua.
Musim lalu saja, bermain dengan lebih banyak menjemput bola, xG Harry Kane berada di angka 2.18. Statistiknya begitu menurun musim ini.
xG sang striker hanya mencapai angka 1.17 dari 481 menit yang sudah ia jalani bersama The Lilywhites.
Tak heran mengapa kontribusi gol Kane begitu menurun musim ini, ia kesulitan untuk menciptakan dan mendapatkan peluang berbahaya.
Tottenham Hotspur tak lagi menunjukkan permainan kolektif nan agresif.
Permainan mereka di bawah Nuno begitu mengandalkan kecepatan Son Heung-min dan Lucas Moura yang berada di lini sayap.
Nuno menyerahkan segala aktivitas ofensif kepada Son Heung-min.
Itu tergambar dari rata-rata tembakannya yang menyentuh angka 3.4 per pertandingan, Harry kane hanya berada di 2.3 per pertandingan.
Nuno tak mampu memaksimalkan peran keduanya secara bersamaan, Son dan Kane merupakan duet tersubur di eropa musim lalu, namun Nuno sepertinya lupa akan hal itu.
Skemanya begitu mengandalkan kecepatan seorang Son, saat melakukan serangan balik, Son akan berada paling depan untuk menerima umpan.
Baik dari sisi tengah, kiri atau kanan, Son bebas bergerak, yang penting adalah membuka ruang.
Memang bagus untuk mengangkat performa pemain asal Korea Selatan tersebut, namun tidak untuk seorang Kane.
Kane tak mampu bergerak bebas, posisinya terisolir dengan pergerakan Son dan Delle Alli.
“Kami mencoba untuk menemukan perform terbaiknya (Kane) kembali," kata Nuno saat timnya mengalami kekalahan 0-3 atas Chelsea pada (19/9/2021).
"Dengan menciptakan situasi yang dapat meningkatkan sepak bola dan permainan kami, Kane adalah bagian dari tim,” Lanjutnya.
Namun, alih-alih menemukan performa Harry Kane yang sebenarnya, Nuno justru membawa Tottenham menuju kehancuran usai mengalami kekalahan memalukan menghadapi Manchester United.
Nuno pun dipecat dan kursi kepelatihannya dilanjutkan oleh pelatih kaliber Antonio Conte.
Tugas untuk mengembalikan ketajaman Kane pun sekarang menjadi juru taktik asal Italia tersebut.
Sudah dua laga dijalani Kane bersama Conte, namun nampaknya ia belum berhasil menemukan ramuan untuk membuat performa Kane kembali bertaji.
Di dua laga tersebut, kontribusi gol kane untuk Tottenham masih saja nihil.
Ya, Conte nampaknya masih meraba bagaimana ramuan yang akan ia berikan untuk Tottenham dan mengembalikan ketajaman strikernya itu.
Conte adalah pelatih yang sangat idealis terhadap sistem bermain yang ia usung. Ia selalu bermain menggunakan pakem tiga bek sejajar dengan sistem 3-4-3 atau 3-5-2.
Di dua laga awal bersama The Lilywhites, Conte cenderung memakai tiga penyerang di lini depan.
Kane yang menjadi penyerang tengah, posisinya disokong oleh dua winger cepat Son Heung-min dan Lucas Moura.
Memang belum terlihat efektif, namun ketajaman Kane dibawah kepelatihan Conte hanyalah tinggal masalah waktu.
Conte dikenal sebagai pelatih yang pandai betul dalam memaksimalkan peran ujung tombaknya.
Tak jauh-jauh, Lukaku adalah contoh paling nyata striker yang ia godok menjadi bomber mematikan di lini depan.
Jika di Manchester United Lukaku mengalami paceklik, penampilannya di Inter Milan begitu tajam.
Sempat dianggap terlalu mahal saat mendarat di San Siro, nyatanya polesan tangan dingin Conte mampu membuat Lukaku menjadi penyerang sohor yang namanya disejajarkan bersama Ronaldo dan Immobile di Liga Italia musim lalu.
Dari 44 pertandingan bersama Inter Milan di musim 2020/2021, pria asal Belgia itu sukses mencetak 30 gol dan 10 assist untuk Nerazzurri.
Tentu, hal tersebut sebentar lagi juga akan Conte lakukan untuk menggodok ketajaman Harry Kane seperti yang sudah ia buktikan kepada Lukaku.
Conte adalah salah satu penggemar berat Harry Kane, saat masih menukangi Chelsea, Juru taktik berusia 52 tahun itu pernah memuji kemampuan Kane dalam menjebol gawang lawan.
"Jika saya harus membeli satu striker, saya akan memboyong Kane, dia adalah striker yang lengkap," kata Conte dilansir Metro.
"Dia kuat secara fisik, baik dengan atau tanpa bola, dia seorang petarung dan dia kuat di udara serta mencetak gol akrobatik dengan kaki kanan dan kiri," lanjutnya.
(Tribunnews.com/Deivor)