Ban Kapten Pelangi di Piala AFF, Awal Kampanye LGBT Lewat Sepakbola & Penolakan Timnas Indonesia
Akhir-akhir ini sepak bola eropa dan asia begitu aktif menyuarakan dan mendukung gerakan LGBT melalui berbagai gimmick.
Penulis: deivor ismanto
Editor: Dwi Setiawan
Lalu, sepakbola sebagai salah satu olahraga populer pun menjadi olahraga yang disorot oleh para penyuara LGBT.
Dilansir Britannica, sekitar 70% penonton sepakbola masih sering melakukan ujaran kebencian kepada kaum LGBT.
Para pemain yang memiliki orientasi seksual berbeda pun juga ikut menjadi korban dari perudungan penonton sepakbola baik di media sosial maupun lewat tribun stadion.
Contohnya adalah pemain Chelsea bernama, Le Saux, dirinya pernah merasakan diskriminasi oleh para penonton di tribun dan dituding sebagai penyuka sesama jenis.
Di akhir laga, dirinya pun tak mengakui tudingan tersebut, ia merasa kejadian yang dialaminya sangat tak adil.
Homoseksual atau bukan, tak sepantasnya para penonton sepakbola melakukan diskriminasi kepada dirinya, penonton sepakbila begitu sensitif dengan hal tersebut.
Mulai dari situ, para pemain sepakbola pun begitu menjaga privasi tentang orientasi sex mereka untuk menghindari perudungan dan diskriminasi.
Namun, baru-baru ini, adalah pemain sepakbola asal Australia bernama, Josh Cavallo.
Gelandang milik Adelaide United itu menjadi pemain A-League aktif pertama yang menyatakan dirinya seorang gay dan mengaku lelah menjali kehidupan penuh dengan pura-pura.
"Saya seorang pesepakbola dan saya seorang gay (penyuka sesama jenis),” tulis Josh Cavallo di akun twitter pribadinya pada (27/10/2021).
“Yang ingin saya lakukan hanyalah bermain sepakbola dan diperlakukan dengan sama seperti yang lain,” tegasnya.
Atas pengakuannya tersebut, pemain berusia 21 tahun itu pun mendapatkan dukungan dan pujian oleh barisan pesepakbola elite seperi Zlatan Ibrahimovic dan Antonio Griezmann.
Mereka memuji keberanian Cavallo yang tak malu dengan orientasi sexnya yang berbeda.
Kini, kampanye tentang LGBT pun telah sampai di sepakbola Asia Tenggara, memang menjadi pro dan kontra.
Namun, sebagai sesama manusia, melakukan perudungan dan ujaran kebenciam terhadap manusia lain yang telah memilih jalannya adalah hal yang salah.
Setuju atau tidak setuju kita harus tetap menghormati keputusan orang lain khususnya dalam hal seksualitas.
(Tribunnews.com/Deivor)