Masalah Persib Bandung, Pragmatisme Robert Alberts, Paceklik Bruno & Silva, Peran Ezra Walian
Penampilan Persib Bandung di putaran kedua BRI Liga 1 tak menunjukkan permainan yang mentereng.
Penulis: deivor ismanto
Editor: Gigih
TRIBUNNEWS.COM - Penampilan Persib Bandung di putaran kedua BRI Liga 1 tak menunjukkan permainan yang mentereng.
Padahal, dapat dibilang skuat Persib Bandung merupakan skuat termegah di antara kontestan BRI Liga 1 lainnya.
Yang paling disorot tentunya penampilan kedua striker asing Maung Bandung yang baru didatangkan di putaran kedua ini.
Adalah David Da Silva dan Bruno Cunha Cantanhede.
Duet mereka di lini depan tak mampu memberikan impact yang berarti untuk sumber gol Persib Bandung.
Di dua pertandingan melawan Persita Tangerang dan Bali United, Maung Bandung hanya mampu menciptakan sebiji gol, itupun melalui titik putih yang dieksekusi oleh Bruno Cantanhede.
Baca juga: Klasemen Liga 1 Usai Persib Kalah 0-1 dari Bali United, Arema ke Puncak, Persib Rawan Turun Lagi
Baca juga: BRI Liga 1: Geger Tagar Robert Alberts Out Jilid II, Pelatih Persib Bandung Dicap Miskin Taktik
Skema permainan 4-4-2 yang diterapkan Robert Rene Albert di dua pertandingan tersebut tak berjalanan efektif.
Robert lebih memilih bermain pragmatis ketimbang mengandalkan kolektivitas pemain dan bermain sabar dari kaki ke kaki.
Umpan direct di lini sayap menuju ke depan lebih dipilih Robert untuk memaksimalkan peran pemain sayap dan 2 strikernya di depan.
Masalahnya adalah, David Da Silva dan Bruno Cantanhede adalah tipikal striker yang sama, yaitu seorang target man.
Keberadaan mereka di depan sebagai ujung tombak tak menunjukkan kerja sama yang apik, keduanya sama-sama bernafsu untuk mencetak gol ketimbang saling melayani satu sama lain.
Persib Bandung memang memilki barisan pemain sayap cepat yang berfungsi untuk melayani kedua ujung tombak mereka.
Namun, serangan-serangan Maung Bandung sering mandek saat berada di sepertiga akhir, Bruno dan David da Silva tak mampu menjadi tembok ataupun pemain yang kuat untuk menahan bola.
Tak ada pemain yang mampu untuk menjadi jembatan sebagai penyuplai kedua striker Persib yang bertipikal pemain nomor 9.
Bahkan, Bruno seringkali turun ke tengah hingga lini sayap guna menjemput bola, jelas hal tersebut tidaklah efektif.
Pemain asal Brasil itu bukanlah pendribel handal ataupun pembuka ruang yang mempunyai visi bermain tinggi.
Robert nampaknya harus berpikir dua kali untuk menduetkan Bruno dan David da Silva di laga selanjutnya.
Memang tak ada salahnya bermain pragmatis dengan skuat mentereng, namun Robert harus memikirkan komposisi skuatnya agar Maung Bandung mampu bermain lebih apik.
Pilihannya adalah mencadangkan salah satu dari Bruno dan David da Silva dan memberi kesempatan kepada Ezra untuk menempati posisi striker dalam skema 4-4-2 miliknya.
Ezra adalah orang yang tepat jika Robert membutuhkan efisiensi dan kreativitas di sepertiga akhir serangan Persib Bandung.
Kualitas passing dan visi bermain yang ia miliki akan membuat serangan Persib lebih rancak, ia juga bisa menyelesaikan peluang dengan baik.
Pengalamannya bermain di akademi Ajax Amsterdam bersama pemain-pemain sekaliber Frankie De Jong, Donny van de Beek, hingga bek Juventus, Matthijs de Ligt membuat permainannya begitu matang.
Ezra bukanlah target man, meski memiliki postur yang ideal, 185 sentimeter dan berbadan sedikit bongsor.
Ia tetap memiliki kecepatan dan tektik olah bola yang mumpuni. Di putaran pertama, ia bermain di belakang striker utama Persib dahulu, Wander Luiz.
Ezra lebih banyak bermain melebar dan melakukan fenetrasi dari sisi tepi lapangan.
Ia bukan tipikal striker yang menunggu di kotak penalti, pergerakannya begitu cair dan rajin menjemput bola untuk menjadi jembatan antara lini tengah dan depan.
Cara Robert Rene Alberts memanfaatkan atribut Ezra Walian yang seperti itu harus ia hadirkan kembali di laga Persib Bandung setelahnya.
Kualitas Bruno dan David da Silva memang lebih mentereng dari Ezra dalam urusan mencetak gol.
Namun, ketika Robert membutuhkan efisiensi permainan dan kolektivitas di lini depan maka Ezra adalah jawabannya.
Kerja sama Bruno dan David da Silva tidaklah apik, saat melawan Bali United pada Kamis, (14/01/2022) adalah contohnya.
Persib Bandung hanya mampu menguasai ball possesion sebanyak 44 persen dan menghasilkan dua shot on target.
Alhasil, Maung Bandung pun harus rela dikalahkan Bali United dengan skor 1-0 lwqat gol sundulan kepala yang dicetak oleh Stefano Lilipaly.
Robert bisa belajar dari Shin Tae-yong untuk menerapkan permainan 4-4-2 dengan memasang dua tipikal striker yang berbeda.
Beruntung Persib Bandung memiliki Ezra Walian yang tak akan keusulitan jika diberi peran sebagai second striker yang lebih banyak menjemput bola di tengah untuk menjadi pelayan striker utama Maung Bandung.
Ketika mengalami kebuntuan, tipikal striker seperti Ezra dapat menajdi pemecah kebuntuan meski di sepanjang pertandingan bermain tak begitu mencolok.
Pergerakan Ezra yang cair juga dapat membuka ruang bagi para winger Persib Bandung untuk bermain lebih menusuk.
Khususnya untuk Febri Hariyadi dan Beckam Putra yang memiliki kecepatan dan isnting mencetak gol tinggi.
Ya, menarik dinanti bagaimana cara Robert melakukan kontra strategi di Persib Bandung pada laga BRI Liga 1 selanjutnya.
Yang jelas, situasi Maung Bandung yang seperti ini tak boleh dibiarkan, kapabilitas Robert sebagai pelatih yang pernah menjuarai Liga Indonesia bersama Arema pun mulai dipertanyakan.
(Tribunnews.com/Deivor)