Peran False Nine di Sepak Bola Modern: Bantu Chelsea hingga Liverpool Raih Trofi Bergengsi Eropa
Memindahkan seorang gelandang untuk menjadi penyerang kini mulai menjadi solusi juru taktik elite untuk meramu skema terbaiknya
Penulis: deivor ismanto
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Perkembangan strategi sepak bola terus bertransformasi, barisan juru taktik hebat pun mulai memutar otak untuk menyusun skema terbaiknya.
Sampai-sampai, atribut pemain yang memiliki skill di atas rata-rata pun harus rela tersisih lantaran idealisme pelatih tentang penyesuaian taktik yang ia usung.
Salah satu posisi yang paling menarik untuk dibahas adalah bagaimana peran striker yang kini tak hanay sebagai pencetak gol utama, namun sebagai penafsir ruang sekaligus pelayan untuk seorang winger.
Memindahkan seorang gelandang untuk menjadi penyerang kini mulai menjadi solusi juru taktik elite untuk meramu skema terbaiknya.
Bermainnya striker palsu di depan atau biasa yang disebut false nine memang membuat striker murni tersingkir.
Namun hal tersebut terbukti efektif bagi seorang pelatih untuk meramu skema terbaik yang ia terapkan.
Contoh yang paling nyata akhir-akhir ini adalah peran Kai Havertz di Chelsea, berposisi asli sebagai gelandang serang, ia disulap Thomas Tuchel untuk menjadi seorang false nine.
Baca juga: Fakta Kemenangan Liverpool atas Arsenal: Rekor Ciamik Trio The Reds dan Kemalangan The Gunners
Baca juga: Kualitas Firmino di Livepool: Menggendong Salah & Mane, Gacoan The Reds Raih Trofi Liga Inggris
Baca juga: Thomas Tuchel Capai Rekor Ini Saat Chelsea Kena Sanksi, Terbanyak Menang di 50 Laga Liga Champions
Dan terbukti, bermainnya Havertz di posisi tersebut mampu menggendong Chelsea merengkuh trofi Liga Champions dan kompetisi Piala Dunia Antar Klub.
False nine merupakan penyerang tengah yang tidak berada dalam posisi aslinya, seorang pemain yang diperankan menjadi false nine akan sering menjemput bola di tengah.
Dilansir Coachesvoice, tujuan dari memasang posisi false nine yaitu untuk menarik bek lawan ke tengah, agar terciptanya celah di pertahanan lawan, sehingga, pemain yang berposisi sebagai gelandang ataupun winger dapat masuk ke celah yang berhasil dibuka.
False nine pertama kali digunakan pada tahun 1930 oleh Danubian School, Austria. Saat itu mereka bermain menggunakan lima orang penyerang dengan skema 2-3-5.
Satu dari lima orang penyerang tersebut ditarik di tengah untuk menciptakan ruang bagi empat penyerang lainnya di depan, agar dapat leluasa mengeksploitasi pertahanan lawan.
False nine kemudian semakin berkembang. 20 tahun setelahnya, tepatnya di tahum 1950, Timnas Hingaria bermain dengan strategi false nine selama beberapa tahun.
Dengan strategi false nine yang diterapkan, Timnas Hungaria dapat bermain di kompetisi Eropa dan menjadi tim unggulan.
Setelah digunakan oleh Timnas Hungaria, false nine sempat tidak populer dan tidak digunakan oleh tim-tim di Eropa.
Hingga akhirnya false nine kembali populer di tahun 2000an sampai sekarang, peran false nine dianggap dapat berjalan efektif ketika diperankan oleh pemain yang tepat.
Pertanyaannya, siapa pemain yang sering berperan sebagai false nine di masa sekarang?
1. Lionel Messi
Saat Barcelona masih dilatih oleh Pep Guardiola tepatnya di musim 2009/2010, Blaugrana yang akan bertanding melawan Real Madrid membuat Pep tidak bisa tidur dengan nyenyak.
Hingga malam menjelang pertandingan, Pep mempelajari kelemahan yang ada di Los Galaticos.
Akhirnya, setelah menemukan jawaban, Pep menelpon Lionel Messi untuk datang ke kantornya pada jam 10 malam.
Pep menunjukkan kepada Messi beberapa kelemahan Real Madrid yang dapat ia manfaatkan.
Pep pun meminta Messi untuk berperan menjadi false nine pada laga El Clasico itu.
Messi dianggap cocok berperan sebagai false nine karena memiliki kreatifitas dan kontrol bola yang di atas rata-rata.
Kemampuannya dalam mengirim umpan juga menjadi faktor Pep memberi peran tersebut kepada Messi.
Hasilnya? sempurna.
Taktik yang dijalankan berhasil membuat Blaugrana mencukur Real Madrid dengan skor 6-2.
Messi yang berperan menjadi false nine berhasil menjadi man of the match, akhirnya, Pep mulai aktif memberi peran false nine kepada Messi di laga-laga selanjutnya.
2. Cesc Fabregas
Pada Euro 2012, Cesc Fabregas diberi peran menjadi seorang false nine oleh pelatih Spanyol saat itu, Vicente Del Bosque.
Fabregas diberi peran tersebut karena dianggap mampu mengontrol bola dengan baik walaupun dalam tekanan lawan. Di lini tengah, Fabregas disokong oleh Iniesta, David Silva dan Busquets,
Dengan berperannya Fabregas sebagai false nine membuat Timnas Spanyol yang saat itu mengusung gaya bermain tiki-taka, sukses mendominasi lini tengah dengan rata-rata penguasaan bola sebanyak 67%.
Peran baru Fabregas pun dapat dikatakan sukses, ia berhasil bermain reguler untuk Timnas Spanyol dan membawa La Roja membawa pulang trofi Euro 2020.
3. Roberto Firmino
Nama Roberto Firmino merupakan nama paling diingat ketika mendengar kata false nine.
Karena sampai sekarang, pemain asal Brazil tersebut masih diberi peran oleh pelatih Liverpool, Jurgen Klopp untuk berperan sebagai false nine.
Di posisinya itu, Firmino mampu membuka ruang untuk Mohamed salah dan Sadio Mane.
Evektifitas yang diberikan Firmino mampu membuat Salah dan Mane menjadi gol getter Liverpool.
Perannya menarik bek lawan, mampu membuat Salah dan Mane dapat mengeksploitasi pertahanan lawan.
Dampak paling kelihatan dari peran false nine yang dimainkan oleh Firmino adalah ketika Salah dan Mane mampu menjadi top skor Liga Inggris 2018/2019 dengan torehan 22 gol.
Ia dianggap sebagai sosok paling vital dibalik gacornya dua pemain winger Liverpool tersebut.
Sebelum berperan sebagai false nine, Firmino adalah seorang gelandang serang yang menjadi andalan di klub Liga Jerman, hoffenheim.
Dari 229 laga Firmino berperan sebagai false nine, pemain 30 tahun tersebut berhasil mencetak 82 gol dan 60 assist.
4. Kai Havertz
Dari sistem permainan yang Tuchel usung, Chelsea lebih apik bermain menggunakan striker palsu yang diisi oleh Kai Havertz yang mulai menunjukkan ketajamannya di depan gawang.
Tuchel dengan pakem 3-4-2-1 maupun 4-3-3, sering menduetkan Lukaku bersama Werner. Masalahnya adalah, Werner bukanlah pemain yang nyaman berada di kotak penalti.
Itu membuat Lukaku lebih dioptimalkan oleh Tuchel untuk lebih banyak berdiri di kotak 16, tentu hal tersebut berpengaruh pada ketajaman sang pemain.
Musim ini, dilansir FBref, shots total Lukaku berada di angka 2.45 per pertandingan.
Jauh turun dibandingkan musim lalu saat dirinya bermain untuk Inter, shots total Lukaku mencapai angka 3.78 per pertandingan.
Itu statistik terkait individu, statistik lain berdasarkan permainan kolektif di lapangan, terlihat rekan Lukaku di lini depan Chelsea begitu jarang memberi umpan kepadanya.
Catatan Sky sports per (15/9/2021), menunjukkan bahwa belum satu kali pun seorang Kai Havertz mengirimkan umpan kepada Lukaku.
Bahkan asumsi liar beredar bahwa Havertz sengaja melakukan hal tersebut agar ia mampu menggeser posisi Lukaku di lini depan Chelsea.
Faktanya, progesi skema Thomas Tuchel lebih efektif ketika Chelsea bermain tanpa striker murni atau false nine.
Meski tak rajin mencetak gol di tiap pekan, Havertz mampu membuka ruang bagi Mount dan winger Chelsea lainnya untuk bermain lebih menusuk dan fleksibel.
Havertz yang sering bergerak ke lini tengah dan samping membuat Mount bebas bergerak untuk mengisi pos yang ditinggalkan pemain asal Jerman tersebut.
Pun dengan keleluasaan para wing back The Blues, ketiadaan Lukaku yang sering berada di kotak penalti membuat para wing back Chelsea bebas untuk masuk ke kotak penalti tanpa bertabrakan dengan striker Chelsea.
Dengan penampilan apik yang ditunjukkan Havertz saat dimainkan sebagai penyerang tengah, nampaknya Tuchel akan lebih sering memainkan Lukaku dari bangku cadangan.
Peduli setan dengan harganya yang selangit, sistem yang dijalankan Tuchel memang lebih baik jika diperankan oleh seorang Kai Havertz.
(Tribunnews.com/Deivor)