Bruno Fernandes & Man United: Menepis Keraguan Ricardo Kaka akan Pemain No 10 di Sepak Bola Modern
Kualitasnya terlalu istimewa untuk hanya duduk di bangku cadangan ataupun dibuang dengan alasan sistem permainan yang tak membutuhkan perannya lagi.
Penulis: deivor ismanto
Editor: Claudia Noventa

TRIBUNNEWS.COM - Seiring berjalannya waktu, semakin tergambar bahwa sepak bola telah berkembang lebih banyak, dan peran pemain nomor 10 mulai memudar dari permainan sepak bola modern.
Trequartista diberikan kepada pemain yang paling kreatif, mahir dalam hal membagi bola dan mencetak gol dari lini kedua.
Deco di Porto, Juan Riquelme di Villareal, dan Mesut Ozil di Arsenal (Kepelatihan Wenger) adalah contoh paling nyata dari peran nomor 10 dalam sepak bola sebelum era modern seperti sekarang.
Sepak bola modern dan formasi barunya mengandalkan permainan gelandang bertipe box to box, yang bergerak naik turun selama 90 menit, dengan etos kerja dan stamina yang tinggi.
Pemain nomor 10 yang identik dengan kemalasannya dalam urusan bertahan membuat mereka tak lagi diistimewakan.
Manajer seperti Antonio Conte, Jurgen Klopp, dan Jose Mourinho lebih sering memilih gelandang dengan tipikal pekerja keras yang dapat diandalkan untuk menyerang dan bertahan.

Baca juga: Semifinal Liga Champions: Klopp Ingatkan Liverpool, Villarreal Bukan Kuda Hitam Sembarangan
Baca juga: Kebangkitan Man United di Liga Inggris: Adaptasi Spesial Ralf Rangnick, Peran Vital Bruno Fernandes
Bahkan di Liverpool, sejak tiga musim belakangan peran playmaker diberikan kepada striker mereka, Roberto Firmino.
Perlu diingat, Firmino sebelum direkrut Liverpool merupakan pemain yang berposisi sebagai playmaker untuk Hoffenheim.
Jurgen Klopp yang mengutamakan skema 4-3-3 dengan permainan gegenpressing serta kick and rush membuat Liverpool lebih mengandalkan gelandang tipikal box to box untuk mengisi lini tengah The Reds.
Lalu, Firmino yang memiliki kreatifitas serta visi bermain yang mumpuni diberi peran false nine oleh Jurgen Klopp.
Tugas utama Firmino bukanlah mencetak gol, melainkan untuk melayani dua winger Liverpool Sadio Mane dan Mohamed Salah.
Hasilnya? Istimewa. Dengan skema tersebut Liverpool berhasil menjuarai Liga Champions di musim 2018/2019, dan gelar Liga Primer Inggris di musim setelahnya.
Contoh lain pemain trequartista yang perannya diubah dalam skema tim adalah Kai Havertz di Chelsea.

Baca juga: Hasil Liga Inggris: MU Bekuk Brentford, Asa Setan Merah ke Liga Champions Bergantung Spurs & Arsenal
Bersama Thomas Tuchel yang idealis dengan skema tiga beknya, Havertz yang merupakan seorang playmaker diberi peran lain oleh pelatih asal Jerman tersebut.
Havertz seringkali bermain sebagai false nine dan seorang winger, skema 3-4-3 dan 3-4-2-1 miliki Tuchel mengharuskan pemain berusia 21 tahun tersebut mengalami lintas posisi.
Untung saja Havertz berhasil melakukan perannya dengan baik, ia sukses mengantar Chelsea menjadi juara Liga Champions musim lalu walaupun tak banyak menyubang assist dan gol untuk The Blues.
Itu dua contoh seorang trequartista yang berhasil melakukan lintas posisi.
Lalu yang gagal?
James Rodriguez dan Isco adalah dua contoh pemain yang menjadi korban dari sepak bola modern yang mulai meninggalkan peran nomor 10 di musim ini.
James Rodriguez adalah seorang trequartista brilian di Real Madrid pada era kepelatihan Carlo Ancelotti di musim 2014/2015.
Bahkan, ia mampu meraih gelar gelandang terbaik di La Liga pada musim tersebut, dengan torehan 14 gol dan 15 assist.

Baca juga: Ansu Fati Kembali, Xavi Hernandez Berseri, Barcelona Tatap Sinis Real Madrid di Musim Depan
Namun, kegemilangan James mulai memudar seiring berkembangnya sepak bola, puncaknya ada di musim ini.
Bermain di tim semenjana Everton, dirinya tak mendapatkan tempat utama bagi sang pelatih Rafael Benitez.
Pelatih asal Spanyol tersebut mengusung permainan pragmatis dengan sistem 4-4-2.
Ia lebih mengandalkan dua gelandang nomor 8 seperti Allan dan Doucoure. James tentu tak akan masuk ke dalam permainan dengan skema seperti itu.
Kini sang playmaker memilih mengakhiri karier gemilangnya dengan hijrah ke tim Qatar, Al Rayyan.
Satu trequartista cemerlang lainnya juga pernah dimiliki oleh Real Madrid, pemain tersebut adalah Isco.
Bersama Zinedine Zidane ia diberi peran nomor 10 dengan skema 4-3-1-2, tugasnya tak begitu dibutuhkan untuk bertahan, ia fokus untuk melayani dua striker Los Blancos saat itu, Cristiano Ronaldo dan Karim Benzema.
Bermain brilian, Isco mampu menyumbangkan dua gelar Liga Champions untuk Real Madrid di dua musim berturut-turut.
Namun, seiring berjalannya waktu, formasi 4-3-1-2 yang sering digunakan untuk mengedepankan kreativitas sang playmaker digantikan dengan skema 4-3-3 yang lebih mengutamakan keseimbangan tim.
Alhasil, peran Isco pun mulai terpinggirkan, musim lalu saja, dari 29 pertandingan pemain asal Spanyol tersebut hanya bermain selama 1092 menit dengan rata-rata menit bermain 37 menit per pertandingan.
Di sepak bola modern, gelandang bertipe box to box dan pekerja keras lebih dipilih dalam skema 4-3-3 dan 3-4-3, yang sekarang menjamur dan digunakan oleh banyak tim-tim besar.
Sebagai salah satu mantan pemain terbaik dalam peran trequartista, Ricardo Kaka memahami bahwa sepak bola era sekarang tak lagi mendukung pemain tipikal seperti itu.

Menurutnya, garis pertahanan yang tinggi membuat pemain nomor 10 kesulitan untuk menciptakan kreativitas.
"Kita tidak punya lagi pemain klasik no.10," kata Kaka dilansir Sky Sports.
"Saya telah melihat perubahan dalam pertandingan. Situasinya canggung sebab bukan berarti pemain-pemain seperti itu tidak ada, hanya posisi-posisi lain dipandang lebih penting,"
"Alih-alih, sekarang kita punya formasi 4-3-3 di mana ketiga gelandang adalah pemain box to box,"
"Ketika garis pertahanan tinggi, ruang kosong menjadi lebih sempit, jadi pemain nomor 10 tak lagi mempunyai ruang untuk mengembangkan permainan," pungkas mantan pemain AC Milan itu.
Namun, Bruno Fernandes mampu menjadi sosok trequartista yang tampil mentereng di sepak modern seperti sekarang. Ia tidak memudar apalagi punah.

Sejak didatangkan dari Sporting Lisbon, pemain asal Portugal itu menjadi seorang goal getter sekaligus playmaker handal yang rajin menyumbangkan assist.
Sang pemain terlibat dalam 89 gol dari 124 laga yang dijalani bersama United di seluruh ajang, dengan rincian 50 gol dan 39 assist.
Baca juga: Sorotan Liga Inggris: Manchester United Butuh Trofi, Bukan Gol Milik Bruno Fernandes
Dalam sistem 4-2-3-1 maupun 3-5-2 Man Utd, Pemain berusia 28 tahun tersebut mengisi pos nomor 10 yang lebih sering bergerak di area kotak penalti, perannya yang begitu ke depan diback-up oleh dua gelandang pengangkut air, Fred dan Scott McTominay.
Manchester United begitu bergantung pada kecemerlangan Bruno, ia menjadi yang tertinggi dalam hal progressive passes (6.16) begitu juga passes attempted (63.25).
Aliran bola dan serangan United ke sepertiga akhir hampir selalu berawal dari Bruno, statisiknya begitu mencolok, passes into final third Bruno berada di angka 4.79, lagi-lagi yang tertinggi.
Kegemilangan Bruno di posisi tersebut memang mengharuskan pelatih untuk memaksimalkan perannya dalam strategi yang diusung.
Rangnick dan pelatih Timnas Portugal, Fernando Santos, selalu memberi satu tempat kepada Bruno untuk menjalani peran sebagai seorang trequartista.
Kualitasnya terlalu istimewa untuk hanya duduk di bangku cadangan ataupun dibuang dengan alasan sistem permainan yang tak membutuhkan perannya lagi.
(Tribunnews.com/Deivor)