Sepakbola Amputasi, Mendobrak Stigma Terhadap Penyandang Disabilitas
Tak pernah terpikirkan oleh Yudhi Yahya, sekelompok kaum marjinal atau prasejahtera yang ia bentuk enam tahun silam bisa melancong jauh dari ekspektas
Penulis: Alfarizy Ajie Fadhillah
Editor: Toni Bramantoro
Keduanya adalah bagian dari Timnas Sepak Bola Amputasi Indonesia, belakangan diketahui, Roni bukan lagi bagian dari skuad Garuda INAF - julukan Timnas Sepak Bola Amputasi Indonesia.
"Sebenarnya inisiasi itu sejak tahun 2015, saya ngobrol dengan teman-teman, ada Mas Jun dan Mas Roni, tapi itu belum saya tanggapi serius," kata Yudhi.
"Jadi 2017 baru saya mulai cari tahu sepak bola amputasi itu apa, ternyata keren juga, dan di tahun yang sama, saya bertemu dengan Mas Vincente, Mas Tomo, dan coba kumpulin teman-teman yang ruang lingkupnya itu ada di organisasi sosial disabilitas," ungkapnya.
Menurut Yudhi, lahirnya organisasi independen itu adalah buah dari kesamaan mimpi dan visi satu sama lain, yang tak bukan adalah untuk memberi penyandang disabilitas untuk bisa bermain sepak bola.
"Setelah terkumpul, ternyata kita punya mimpi yang sama, akhirnya kami coba buat satu tim, siapa yang punya minat dan hobi walaupun belum punya background menjadi pemain sepak bola, di situ kita coba eksplorasi teman-teman untuk bermain menggunakan tongkat," tutur Yudhi.
"Dari situ kami coba eksplorasi kemampuan teman-teman dan ternayata memang mereka memiliki kesungguhan untuk bermain sepak bola itu sangat luar biasa walaupun belum punya basic-nya," lanjut Yudhi semringah.
Perjalanan Sepak Bola Amputasi Indonesia Tembus Piala Dunia 2022
Malaysia punya peran penting dalam perjalanan PSAI untuk bisa membawa nama sepak bola amputasi Indonesia ke dunia internasional.
Pada tahun 2018, dengan waktu persiapan yang tak lebih dari tiga bulan, PSAI menerima undangan dari Negeri Jiran untuk bertanding di Petaling Jaya, Malaysia.
Dalam kurun waktu itu jugalah, Yudhi dan segenap pengurus PSAI lintang-pukang mencari urunan dana guna memberangkatkan Timnas Sepak Bola Amputasi Indonesia ke pertandingan internasional pertamanya.
"Sebelumnya kita hanya bermain funball, dan ternyata di tahun itu, kami mendapatkan undangan dari Malaysia, saya dan teman-teman berpikir ini momentum," ucap Yudhi.
"Akhirnya kami cari anggaran dan terealisasi, dan sepulang dari Malaysia kami mendapatkan hasil yang lumayan dan bisa dikatakan menjadi prestasi untuk kami, walaupun hanya latihan seadanya selama 2-3 bulan," lanjutnya.
Sejak 2018 sampai tahun 2020 akhirnya Yudhi dan rekan seperjuangnya mulai serius untuk membangun suatu kelembagaan yang diakui oleh Federasi Sepak Bola Amputasi Dunia (WAFF).
"Di situ mulai kami serius dari tahun 2018-2020 kami finalisasi dengan kelembagaan, melalui badan induk sepak bola amputasi dunia juga kami sudah diakui, dan menjadi anggota tetap," ucap Yudhi.