Sepakbola Amputasi, Mendobrak Stigma Terhadap Penyandang Disabilitas
Tak pernah terpikirkan oleh Yudhi Yahya, sekelompok kaum marjinal atau prasejahtera yang ia bentuk enam tahun silam bisa melancong jauh dari ekspektas
Penulis: Alfarizy Ajie Fadhillah
Editor: Toni Bramantoro
"Dari situ kami mulai membangun badan struktural serta kelembagaan agar lebih kuat lagi, sampai saat ini Alhamdulillah kami masih diberi kepercayaan untuk mengelola sepak bola amputasi di Indonesia," sambungnya.
Asa itu semakin jelas, ketika Timnas sepak bola amputasi Indonesia diundang untuk menjalani kualifikasi Piala Dunia wilayah Asia Timur bersama, Bangladesh, Jepang dan Malaysia.
Pada laga perdananya, Garuda INAF berhasil membantai tuan rumah, Bangladesh dengan skor telak 8-0. Kemudian di pertandingan kedua sekaligus laga kunci, Indonesia menang 3-0 dari Malaysia.
Indonesia lolos dengan status runner up grup setelah dikalahkan oleh Jepang dengan skor 0-2.
Hasil itu membuat Indonesia berada di posisi dua klasemen dengan total 6 poin dari 3 pertandingan dan menjadi perwakilan zona Asia Timur di Piala Dunia 2022 bersama Jepang.
Gonjang-ganjing Sepak Bola Amputasi Indonesia
Yudhi Yahya menceritakan perjalanannya meyakinkan para pemain untuk bergabung dengan skuad Garuda INAF. Dalam ceritanya, Yudhi bahkan sampai harus datang door to door untuk mencari bibit-bibit pemain.
Bahkan tak jarang ajakannya itu berujung penolakan, baik saat mencari calon pemain maupun saat mencari suntikan dana untuk jalannya roda organisasi, karena masih dianggap sebelah mata.
Oleh sebab itu, Yudhi pun respek terhadap segenap pengurus dan pemain yang masih sedia bertahan dalam naungan PSAI hingga saat ini.
"Karena dari 2018-2020 memang kami tidak ada pemasukan apa-apa, sampai saat ini pun juga bisa dikatakan belum ada, karena belum begitu settle. Karena penganggarannya juga sifatnya tiba-tiba, jadi belum dianggarkan pada tahun sebelumnya," kata Yudhi.
"Jadi orang-orang yang bertahan sampai saat ini menurut saya orang yang memiliki daya juang yang kuat serta kepercayaan yang tinggi terhadap organisasi, dan mimpi-mipinya untuk bermain sepak bola," sambung Yudhi dengan nada bicara sedikit bergetar.
Dalam prosesnya, Yudhi menyebut, tak banyak yang tahu jika organisasi yang ia dirikan baru seumur jagung itu hampir kandas karena tak ada satu pun donatur yang mau membantu.
Dalam ingatan Yudhi yang tak jelas waktunya, berkisar momentum pertandingan internasional pertama Aditya dkk, kontra Malaysia di tahun 2018, merupakan titik terendah dari organisasi tersebut.
Sampai akhirnya ada sedikit cahaya yang menjadi titik terang bagi Yudhi. Pada saat itu ia bak melihat oase di tengah gurun, namun harapan itu pupus seketika usai ditolak mentah-mentah.