Biang Kerok Jebloknya Performa Timnas Thailand, Sang Dirtek Bandingkan dengan Nasionalisme Jepang
Tak bisa dipungkiri bahwa performa Timnas Thailand dalam beberapa waktu terakhir tampak mengalami penurunan.
Penulis: Dwi Setiawan
TRIBUNNEWS.COM - Tak bisa dipungkiri bahwa performa Timnas Thailand dalam beberapa waktu terakhir tampak mengalami penurunan.
Memang, Thailand sempat berhasil meraih gelar juara Piala AFF edisi terakhir pada Januari 2023 lalu.
Hanya saja jika dilihat sekilas, penampilan anak asuh Mano Polking tidak segarang biasanya.
Hal itu dibuktikan dengan rentetan hasil yang didapatkan Thailand ketika bermain di FIFA Matchday.
Baca juga: FIFA Matchday: Uji Nyali Vietnam & Thailand Berujung Pahit, Bukti Level ASEAN Terlalu Jomplang
Sejak menjuarai Piala AFF 2023, Thailand memang melakukan beberapa agenda ujicoba serius dan menantang.
Laga ujicoba away melawan tim dengan peringkat FIFA lebih baik rela disanggupi Thailand dalam edisi enam ujicoba terakhir.
Thailand rela bertanding away beruntun melawan Syria, Uni Emirat Arab, China Taipei dan Hong Kong.
Keberanian Thailand mengagendakan laga ujicoba tersebut diyakini sebagai persiapan mereka bertarung di Piala Asia 2023.
Hasilnya memang kurang memuaskan, dimana Thailand hanya mampu mendulang satu kemenangan saja.
Satu-satunya kemenangan yang didapatkan Thailand yakni saat mengalahkan Hong Kong, Juni lalu.
Kemenangan melawan Hong Kong pun juga hanya diraih dengan skor tipis saja, padahal ranking FIFA milik Thailand jauh lebih tinggi.
Tiga laga sisa lainnya berakhir dengan dua kekalahan dan satu hasil imbang.
Dua kekalahan didapatkan Thailand saat bermain melawan Syria (3-1) dan Uni Emirat Arab (2-0).
Sementara, raihan hasil imbang didulang Thailand saat bermain 2-2 melawan China Taipei.
Teranyar, uji nyali dijalani Thailand dengan cara mengagendakan tur Eropa melawan Georgia dan Estonia pada edisi Oktober 2023.
Hasilnya, Thailand dibantai Georgia dengan skor telak nan memalukan yakni delapan gol tanpa balas.
Hasil lebih baik didapatkan Thailand saat bertemu Estonia dimana kedua tim bermain imbang 1-1.
Melihat rentetan hasil yang diperoleh Thailand memang tidak terlalu memihak kepada tim besutan Mano Polking.
Lebih dari itu, tak sedikit pihak yang memandang hasil tersebut juga dibarengi dengan menurunnya performa pemain pilar Thailand.
Mulai usangnya usia generasi emas Thailand dipandang menjadi salah satu faktor menurunya performa tim tersebut.
Bagaimana tidak, pemain pilar seperti Theerathon Bunmathan, Chanathip Songkrasin, Teerasil Dangda hingga Sarach Yooyen kini sudah berkepala tiga.
Selain itu, ada masalah klasik lain yang ternyata juga mewarnai mulai menurunnya performa pemain Thailand.
Hal itu diungkapkan oleh Masatada Ishii yang berstatus sebagai Direktur Teknik alias Dirtek Timnas Thailand.
Masatada Ishii memandang jebloknya performa Thailand dalam beberapa waktu terakhir lantaran masalah pemanggilan skuad.
Tak sedikit pemain yang enggan memenuhi panggilan Mano Polking ketika Thailand bermain di FIFA Matchday.
Ia pun langsung membandingkan dengan kondisi negaranya sendiri (red: Jepang) dimana para pemain siap berkorban ketika dipanggil pelatih membela timnas.
"Di Thailand, beberapa pemain dipanggil namun menolak untuk pergi dan lebih memilih istirahat," ujar Masatada Ishii via Think Curve.
"Beda dengan Jepang, mewakili tim nasional merupakan suatu kehormatan besar,"
"Meskipun cedera, kamu tetap ingin pergi (membela tim nasional," jelasnya.
Berdasarkan pernyataan Direktur Teknik tersebut, jebloknya performa Thailand nyatanya salah satunya karena faktor dari pemainnya sendiri.
Beberapa pemain yang mendapatkan panggilan untuk membela timnas ternyata berani membelot ataupun menolak.
Hal itu jelas seperti menjadi aib tersendiri bagi Timnas Thailand yang dipandang sebagai kekuatan besar sepak bola wilayah Asia Tenggara.
Hal ini dikarenakan jikalau merujuk aturan FIFA, selama tim nasional memainkan laga internasional sesuai kalender FIFA.
Sang pemain seharusnya tidak boleh menolak panggilan tersebut kecuali karena alasan tertentu misal cedera.
Mulai Usangnya Generasi Emas Thailand
Tercatat ada beberapa pemain andalan Thailand yang kini sudah memasuki usia yang kurang produktif.
Nama pemain semacam Theerathon Bunmathan, Chanathip Songkrasin, Sarach Yooyen hingga Adisak Kraisorn yang menjadi bagian generasi emas sudah berkepala tiga.
Bahkan, Teerasil Dangda yang belum tergantikan posisinya sebagai bomber utama Thailand sudah menginjak usia 35 tahun.
Jika melihat nama-nama diatas, tak bisa dipungkiri bahwa merekalah yang membawa Thailand berjaya.
Baca juga: Waspadalah Shin Tae-yong, Timnas Indonesia Cuma Kelinci Percobaan Irak Menuju Piala Asia 2023
Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, beberapa nama diatas menjadi kunci kejayaan Thailand merebut berbagai prestasi.
Misalnya, Thailand sukses menjadi negara yang mampu back to back menjuarai Piala AFF dalam dua edisi beruntun.
Momen itu terjadi tepatnya saat Thailand menjuarai Piala AFF edisi 2014 dan 2016.
Prestasi bagus lainnya ditorehkan saat generasi emas Chanathip Songkrasin memenangkan medali emas sepak bola dalam tiga edisi beruntun.
Kegemilangan itu terjadi tepatnya saat Thailand merajai sepak bola SEA Games pada tahun 2013, 2015 dan 2017.
Prestasi mentereng lainnya tercipta saat Thailand mampu tembus sampai babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2018 lalu.
Kenaikan signifikan ranking FIFA yang didapatkan Thailand juga menjadi buah manis dari kehadiran generasi emas Thailand pada periode tersebut.
Hanya saja kini para pemain andalan Thailand yang menjadi tulang punggung timnas mulai menuai usianya.
Sebagaimana misal Theerathon yang menjadi kunci utama keberhasilan Thailand menjuarai Piala AFF 2022 lalu.
Pemain yang berposisi utama sebagai fullback kiri itu menjadi sosok pilar tak tergantikan di skuad Thailand.
Penggawa Buriram United itu terhitung telah mengecap total 83 caps pertandingan bersama tim Gajah Perang.
Pada tahun ini, Theerathon tercatat sudah berusia 33 tahun dan butuh diregenerasi oleh Thailand.
Begitu pula dengan Chanathip yang pernah menggemarkan sepak bola Asia Tenggara lantaran menjadi rekrutan mahal tim Jepang, Kawasaki Fronthale.
Kini, usia Chanathip juga sudah memasuki 30 tahun dan tampak mulai memberikan tempatnya ke pemain muda Thailand lainnya.
Nama pemain lain seperti Sarach Yooyen (31), Adisak Kraisorn (32) dan Kawin Thamsatchanan (33) juga sudah usang.
(Tribunnes.com/Dwi Setiawan)