Pasal 28 ayat 2 UU ITE Dipakai Menjerat Ahok, Ada Keanehan dan Tak Logis
Ahok Tersangka Penistaan Agama. Soal juncto UU ITE Pasal 28 ini, peneliti dari ICJR, Anggara Suwahju, menyatakan itu sebagai keanehan
Editor: Yudie Thirzano
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI petahana Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ditetapkan sebagai tersangka penistaan agama oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Rabu (16/11/2016) pagi WIB.
Ahok dijerat dengan Pasal 156 a Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-undang nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Penetapan tersangka dilakukan Bareskrim Polri setelah melakukan gelar perkara terbuka terbatas di Mabes Polri sejak Selasa (15/11/2016).
Baca: Berstatus Tersangka, Ahok: Siapa Tahu Saya Bisa Jadi Presiden
Berikut ini bunyi pasal 156 a KUHP:
Dipidana dengan pidana penjara selama-lumanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;
b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sementara Pasal 28 ayat 2 UU no 11 Tahun 2008 tentang ITE berbunyi:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa
kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Adapun ketentuan pidana Pasal 28 ayat 2 tersebut di atas diatur dalam undang undang yang sama Pasal 45 ayat 2, demikian bunyinya:
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Aneh kalau disangka dengan UU ITE...
Soal juncto atau keterkaitan dengan UU ITE Pasal 28 ini, peneliti dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Anggara Suwahju, menyatakan itu sebagai suatu keanehan.
"Aneh kalau disangka dengan UU ITE," kata Anggara saat dihubungi KompasTekno, Rabu.
Perbuatan yang dilarang dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE ialah dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA).
"Yang upload (video diduga menistakan agama) kan bukan dia (Ahok), itulah anehnya UU ITE, semua jadi kena," katanya.
Menurut Anggara, seharusnya pasal yang digunakan hanya KUHP karena lebih fokus kepada orang atau pelakunya. Di sisi lain, UU ITE lebih fokus kepada cara penyebarannya.
"Jadi, di UU ITE itu fokusnya bukan orangnya, melainkan cara. Karena itulah, rumusan UU ITE lebih 'karet' (mis-interpretasi)," katanya.
Bila itu ingin diperberat dengan UU ITE, Anggara berpendapat seharusnya bukan Ahok yang dijadikan tersangka, melainkan pengunggah video pertama yang diduga berisi penistaan agama.
Video yang dimaksud adalah video sambutan Ahok yang disampaikan saat kunjungan kerja di Kepulauan Seribu pada 27 September lalu. Video tersebut diunggah di kanal YouTube Pemprov DKI Jakarta.
"Harusnya yang menyebarkan video Pemprov ke media sosial itulah yang jadi tersangka," katanya.
Tidak logis
Hal yang sama juga diutarakan oleh Direktur Eksekutif ICT Watch, Donny BU. Ia berpendapat, penggunaan Pasal 28 UU ITE terhadap Ahok tidak logis. Sebab, seperti disinggung di atas, UU ITE fokus kepada prosesnya, bukan orang atau individunya.
"Saya bilang enggak logis, seharusnya yang dikejar Pemprov-nya. Mekanisme (upload video ke YouTube) kan Pemprov-nya. Siapa yang bertanggung jawab, upload, segala macam," kata Donny kepadaKompasTekno.
"Bahwa Ahok Gubernurnya, iya, tetapi ini kan pemeriksanya atas nama Ahok as a person, bukan dia sebagai perwakilan institusi Pemprov," kata Donny.
Donny pun lebih menekankan agar Bareskrim Polri lebih fokus menangani kasus Buni Yani jika ingin menyangkutpautkan dengan UU ITE.
"Yang upload itu Pemprov, lalu yang mengeditnya (transkrip) Buni Yani. Buni Yani-nya kejar dululah," katanya. (Sumber:Tribunnews/Kompas.com)