TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kehadiran OLX mempopularkan istilah iklan baris online. Iklan jenis ini menargetkan individu yang ingin menjual berbagai barang.

Kemudahan menjual barang tanpa punya toko online yang ditawarkan inilah yang membuat OLX digemari.

Sayangnya, mode iklan baris ini kurang dipahami masyarakat mobile, utamanya kalangan milenials.

Kebanyakan mereka lebih menyukai segala sesuatu yang bersifat visual, dinamis, simple, dan praktis.

Situasi ini diakui CEO OLX Daniel Tumewa membuat bisnis OLX tak lagi relevan dengan segmen pasar tersebut.

”Bisnis OLX tumbuh, namun mulai tidak relevan dengan kondisi pasar, yaitu masyarakat mobile, perempuan, dan milenials,” katanya di Jakarta, Selasa (7/2/2017).

Menurut Daniel, mereka adalah orang yang tertarik pada visual dan treasure hunter alias yang suka beli barang secara impulsif.

”Kami menyebut hal ini sebagai gaya hidup nggak suka, nggak ingin, tetapi beli,” ucap dia.

Di saat bersamaan, sebelas tahun terakhir ini OLX lebih didominasi kaum pria berumur 30 tahun lebih.

Tipikal pengguna ini adalah mission seeker atau tak membeli barang secara implusif.

Mereka jelas memanfaatkan OLX untuk menemukan barang-barang yang dicari seperti motor, mobil, atau gadget.

”Iklan baris online yang mengharuskan pengguna menentukan dulu barang yang dicari sudah tidak lagi relevan digunakan di era milenial,” tutur Daniel.

Inilah yang melatarbelakangi OLX mengubah ‘baju’ agar lebih memberi manfaat maksimal ke pengguna bagi yang baru maupun lama.

‘Baju’ baru OLX ini menonjolkan konsep hyperlocal, hypersimple, C2C, dan trust. Konsep yang diklaim relevan dengan masyarakat mobile.

Khusus untuk ‘trust’, OLX menawarkan log in melalui akun Facebook maupun Google. Tujuannya agar profil dapat diketahui calon pembeli atau penjual.

”Faktor keamanan sangat kami utamakan,” kata Daniel.