Kecewa dengan Twitter, Netizen Berbondong-bondong Beralih ke Mastodon
Netizen pun berbondong-bondong berlaih ke Mastodon. Dalam semalam, jumlah pengguna baru Mastodon mencapai ribuan.
Editor: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM - Bagi pengguna yang kecewa dengan layanan jejaring sosial Twitter, kini ada layanan serupa bernama Mastodon. Jejaring sosial ini muncul dari hasil kekecewaan terhadap Twitter.
Adalah Euegene Rochko yang merasa timeline Twitter kini sudah berbeda.
Timeline dengan algoritma baru mirip Facebook ini menampilkan posting berdasar kepopuleran.
Rochko pun mendesain ulang Twitter dengan menciptakan algoritma sendiri, lalu diberi nama Mastodon.
Dikutip dari The Verge, Jumat (7/4/2017), Mastodon adalah Twtter versi open-source yang identik dengan beberapa perbedaan.
Pertama, postingan bisa mencapai 500 karakter. Twitter sendiri membatasi postingan penggunanya hanya 140 karakter. Kedua, pengguna Mastodon bisa membuat posting tertentu menjadi private.
Nama Mastodon diambil dari nama band metal yang ia sukai. Temannya membuat logo berupa gajah purba yang imut sedang memegang smartphone dan tersenyum.
Rochko mulai membuat back-end Mastodon setahun yang lalu, setelah Twitter merilis algoritma baru yang tak lagi menampilkan postingberdasar urutan waktu (chronological feed).
Alih-alih membuat layanan yang menyatukan, Rochko membuatnya lebih seperti layanan e-mail atau RSS, yakni sistem distribusi yang memungkinkan orang-orang mengirim pesan publik ke siapa saja yang mereka ikuti di layanan.
Siapa saja bisa membuat server dan menjadi host, Mastodon bekerja di background untuk saling menghubungkannya.
Sudah enam bulan hadir
Sebenarnya, Mastodon telah dikenalkan oleh Rochko sejak enam bulan lalu. Dalam enam bulan pertama itu, sudah ada 24.000 pengguna Mastodon. Namun minggu lalu, jumlah pengguna Mastodon naik drastis.
Penyebabnya, Twitter baru saja meluncurkan update yang mengubah cara menampilkan balasan tweet.
Netizen pun berbondong-bondong berlaih ke Mastodon. Dalam semalam, jumlah pengguna baru Mastodon mencapai ribuan.
Menurut mesin penghitung yang dipasang di situs Mastodon, dalam 48 jam, jaringan Mastodon tumbuh 73 persen, menjadi 41.000-an pengguna.
Jumlah pengguna sebanyak itu telah membuat nyaris 1 juta posting, menyebabkan beberapa fungsi di layanan Mastodon menjadi macet selama beberapa jam.
Pada Selasa (4/4/2017) lalu, Rochko memutuskan untuk menutup pendaftaran pengguna baru, hingga kualitas layanan Mastodon bisa dijamin bagi pengguna yang sudah mendaftar.
Untuk mendanai proyeknya, Rochko membuat akun di platform Patreon, yang saat ini memberikan bayaran sekitar 1.000 dollar AS per bulan kepadanya.
"Saya membuatnya bukan untuk menjadi kaya, namun karena ini langkah yang benar, saya cuma memikirkan biaya nge-kos dan asuransi saja," kata Rochko.
Rochko bukan orang pertama yang berusaha membuat alternatif Twitter. Pada Juli 2012 lalu, programer bernama Dalton Caldwell mengumumkan App.net, kloningan twitter yang dihasilkan dari urun dana, yang memberi layanan gratis dan berbayar untuk fitur tertentu.
Walau berhasil mengumpulkan dana 500.000 dollar AS, namun aplikasi ini mandek dan statusnya dalam "maintenance mode" sejak 2014, hingga akhirnya dimatikan pada Januari 2017 lalu.
Mastodon, App.net, dan kloningan Twitter lainnya menjadi bukti bahwa bila Twitter tidak bisa membuat layanan yang tepat dan sesuai keinginan pengguna, maka banyak developer lain yang akan membuat versi mereka sendiri.
(Reska K. Nistanto/kompas.com)