Terkait Aksi Terorisme, Afi Unggah Tulisan Menyentak Nurani Soal Agama
Aksi terorisme yang mulai menghantui Indonesia dan seolah memojokkan satu kelompok agama tertentu menjadi sorotan Afi dalam tulisannya kali ini.
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNWOW.com/Natalia Bulan Retno Palupi
TRIBUNNEWS.COM - Setelah tulisannya yang berjudul 'Warisan' menjadi viral di media sosial, Asa Firda Inayah atau yang lebih dikenal dengan nama pena Afi Nihaya Faradisa yang dicantumkan di Facebooknya, kembali menuliskan tulisan inspiratifnya.
Tulisan siswa kelas III SMA Negeri 1 Gambirang, Banyuwangi tersebut kembali ia unggah di akun Facebooknya pada, Kamis (25/5/2017).
Memang benar, semangatnya untuk terus menyampaikan gagasannya tidak pernah padam meskipun ia sempat menerima ancaman-anacama yang datang dari inbox Facebooknya bahkan telepon dari orang yang tak dikenal.
Peristiwa ledakan bom di Kampung Melayu, Jakarta Timur yang terjadi pada, Rabu (24/5/2017) ini menjadi pembahasan pada tulisan baru Afi di akun Facebooknya tersebut.
Aksi terorisme yang mulai menghantui Indonesia dan seolah memojokkan satu kelompok agama tertentu menjadi sorotan Afi dalam tulisannya kali ini.
Tulisannya kali ini berjudul 'Belas Kasih Dalam Agama Kita'.
Dalam tulisan tersebut, ia mengatakan bahwa banyak pihak yang meragukan Islam sebagai ideologi kelembutan, terutama pada saat Indonesia dan dunia terus dikejutkan oleh serangkaian insiden berdarah yang mengatasnamakan agama ini.
Melalui tulisannya, ia meyakinkan kepada orang-orang bahwa sesungguhnya Islam memiliki prinisip belas kasih.
Ia juga menuliskan contoh-contoh riil yang tercatat di dalam Al Qur'an yang menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang penuh dengan kelembutan dan belas kasih.
Dalam akhir tulisannya, Afi juga menyampaikan bahwa menjadi muslim adalah hal yang berat, sesuai yang dikatakan rasul bahwa muslim ialah orang yang menyelamatkan orang lain dari gangguan lidah dan tangannya.
Apabila masih banyak orang yang masih suka mefitnah, bergunjung, menyakiti bahkan sampai membunuh orang lain dengan lidah dan tangan, apakah orang ini masih termasuk dalam golongan muslim.
Simak tulisan Afi selengkapnya di sini!
"BELAS KASIH DALAM AGAMA KITA
Afi Nihaya Faradisa
“Ada seorang wanita pezina melihat seekor anjing di hari yang panasnya begitu terik. Anjing itu mengelilingi sebuah sumur sambil menjulurkan lidahnya karena kehausan. Wanita itu segera melepas sepatunya (untuk digunakan menimba air). Ia pun diampuni karenanya.” (HR. Muslim).
Banyak yang meragukan Islam sebagai ideologi kelembutan, terutama ketika Indonesia dan dunia terus dikejutkan oleh serangkaian insiden berdarah yang mengatasnamakan agama ini.
Namun, jika kita menelisik sedikit lebih dalam saja, kita akan menemukan bahwa salah satu doktrin sentral Islam ternyata memang berputar pada prinsip belas kasih.
Kalimat basmalah, pembuka surat-surat Al-Qur'an dan doa yang paling sering diucapkan umat Islam sedunia, mengandung dua sifat utama Tuhan: "Maha Pengasih" dan "Maha Penyayang". Kalimat ini menjadi bukti paling tegas bahwa kasih sayang adalah jiwa dari seluruh ajaran Islam.
Kisah pezina yang diampuni karena belas kasihnya ini mengandung banyak pesan. Pertama, anjing adalah hewan yang secara tradisi dianggap najis dalam Islam. Belas kasih terhadap makhluk yang dianggap hina sekali pun ternyata memiliki arti.
Kedua, zina juga adalah dosa yang secara tradisi diganjar hukuman berat, mulai dari cambuk hingga rajam. Namun, belas kasih senilai seteguk air dianggap mampu menebus 'dosa' ini.
Yang menarik, tidak ditemukan kisah serupa yang melibatkan dosa lain seperti membunuh dan merampok, yang sudah pasti mengabaikan belas kasih.
Kisah ini bukanlah satu-satunya dalam Islam. Banyak kisah lainnya yang memiliki narasi serupa, yang mengindikasikan bahwa belas kasih dibayar dengan amat mahal dalam Islam.
Kitab Tsalasatul Ushul (Tiga Landasan Utama) karya Muhammad Abdul Wahab (yang sering dikaitkan dengan Wahabisme, sekte terkeras dalam Islam saat ini), misalnya, menceritakan satu kisah di mana seseorang ditolak seluruh ibadahnya, namun diampuni karena menyelamatkan seekor lalat yang tenggelam di sebuah gelas.
Kitab ini bahkan juga mengutip dorongan untuk berbelas kasih kepada orang kafir sekali pun.
"Kasihilah yang di bumi, maka yang di langit akan mengasihimu", bunyi lafadz sejumlah hadits yang menjadi dasarnya.
Sayyidina Ali bin Abi-Thalib ra. juga pernah mengatakan: "Mereka yang tidak bersaudara dalam iman bersaudara dalam kemanusiaan."
Kitab Tadzkiratul Auliya (Kisah Para Wali) karya Fariduddin Atthar menyitir kisah lain tentang satu-satunya orang yang diterima ibadah hajinya oleh Allah justru karena membatalkan hajinya agar uang biaya haji itu bisa digunakan untuk menolong tetangganya yang kelaparan.
Kisah semacam ini mungkin akan jarang didengar dan cenderung tidak disukai di kalangan Islam legalistik yang memiliki pendekatan sangat kaku tentang benar dan salah.
Aku pribadi mengelompokkan kisah-kisah ini sebagai post-sharia Islam, atau Islam pasca-syariat. Islam yang tidak lagi berdebat soal percabangan hukum hingga ke tataran seperti batas aurat & jumlah rakaat.
Sejenis Islam level berikutnya yang telah melampaui aspek legal formal menuju sesuatu yang lebih esensial. Dan esensi itu bernama belas kasih.
Agaknya tidak mengherankan jika tema ini juga ditemukan di semua agama besar dunia. Mulai dari Yesus yang berdiri membela pezina yang nyaris dihakimi massa, hingga Guan Yin yang dipuja luas di Asia Timur sebagai Dewi Belas Kasih yang mendengar penderitaan dunia.
Agama-agama di dunia ini mungkin berbeda pada tataran syariat dan legal formal, namun melebur dalam esensi yang sama ketika naik ke jenjang berikutnya. Cita-cita rahmatan lil 'ālamīn (belas kasih bagi semesta alam).
Meski sama-sama berjubah dan berjenggot, akan tetapi panutan kita dalam beragama adalah Muhammad SAW yang lembut, rendah hati, dan penuh belas kasih. Bukan Abu Jahal atau Abu Lahab yang licik, sombong, dan penuh amarah.
Beratnya menjadi muslim seperti yang dikatakan rasul: "Muslim ialah orang yang menyelamatkan orang lain dari gangguan lidah dan tangannya."
Masih suka memfitnah? Bergunjing? Menyakiti (bahkan membunuh) orang lain dengan lidah dan tanganmu? Muslimkah engkau?
Dengan pistol kita bisa membunuh teroris, tapi dengan pemahaman agama yang baik kita bisa membunuh terorisme," tulis Afi dalam akun Facebooknya.
Sontak, tulisan ini langsung mendapat reaksi dan tanggapan yang beragam dari para netizen yang membacanya.
Tak sedikit dari mereka setuju dengan pemikiran Afi yang dituangkan dalam tulisannya tersebut.
"Afi diberkahi kemampuan menulis dan menyampaikan pikiran nalar luar biasa. Suka banget, bukan hanya muslim tapi juga yang non muslim tertarik membacanya. Alhamdulillah," tulis akun Meita Glen.
"Islam yang menyejukkan inilah yang saya tahu sejak dulu, sampai muncul sekelompik orang berorasi meneriakkan sebaliknya," tulis akun Tomy Widjaja.
"Luar biasa Afi, nggak nyangka penghayatanmu terhadap keilmuan Islam ternyata sudah sedemikian luas dan dalam tak berbanding lurus dengan usiamu. Teruskan menulis," tulis akun Umar Saifudin.
"Keren selalu nih tulisan Dik Afi, ayolah kita yang dewasa masa kalah sama Afi. Kalimat Basmallah, doa yang paling sering diucapkan tapi diabaikan maknanya oleh sebagian orang yang suka berteriak kekerasan, sangat berlawanan dengan ajaran Tuhan YME. Jauh dari sifat Nabi yang lembut, sabar, rendah hati, dan penuh kasih," tulis akun Puji Siswanti.