Pemerintah Jangan Asal Blokir Aplikasi Telegram
Politisi PKS Sukamta menilai pemerintah belum membuat aturan berupa PP yang spesifik mengenai pemblokiran situs atau aplikasi.
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi PKS Sukamta menilai pemerintah belum membuat aturan berupa Peraturan Pemerintah (PP) yang spesifik mengenai pemblokiran atas sebuah situs atau aplikasi berbasis elektronik.
Sukamta menjelaskan, hal itulah yang menyebabkan pemblokiran kerap memunculkan kegaduhan dari pada penyelesaian tuntas.
"Pemerintah katanya akan bertindak tegas kepada Google, Facebook dan Twitter yang mangkir bayar pajak, tapi hingga saat ini belum ada perangkat untuk memaksa. Termasuk dalam hal ini isu pemblokiran terhadap Telegram yang dianggap tidak membuat filter terhadap konten berbau radikalisme", jelas anggota Komisi I DPR RI itu, Senin (17/7/2017).
Menurut Undang-Undang No. 19 tahun 2016 tentang Perubahan Undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal 40 ayat (2a), (2b) dan (6), pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.
Untuk melakukan pemutusan akses (pemblokiran) tersebut diamanatkan pemerintah agar membuat peraturan pemerintah (PP).
“Saya kira, tanpa aturan yang jelas, secara teknis, pasti akan timbul masalah. Apalagi, cara kerja pemblokiran belum ada pedoman yang jelas dan baku," kata Sukamta.
Sukamta berharap pemerintah melakukan pembinaan terlebih dulu. Pemblokiran menurit Sukamta bisa jadi jalan terakhir setelah pembinaan dan peringatan sudah dilakukan tapi tidak mbawa hasil.
"Sebaiknya pemerintah menghindari asal main blokir sedangkan fiksasi belakangan, ini bisa mengancam kehidupan berdemokrasi di negeri kita” kata Sukamta.
Selain itu menurut Sukamta yang juga Sekretaris Fraksi PKS DPR RI tersebut isu pemblokiran situs jejaring asing ini mestinya menjadi momentum untuk mengembangkan industri TI nasional.
"Ini penting dilakukan supaya kita tidak bergantung kepada aplikasi asing, seperti China yang punya aturan ketat tetapi di sisi yang lain mendorong industri TI maju pesat," jelas Sukamta.