Dikritik, Boneka Robot Seks Khusus Jadi Target Korban Pemerkosaan
Boneka itu diberi bernama 'Frigid Farrah' yang bisa jadi tidak akan melayani Anda yang dalam keadaan bernafsu.
Editor: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM - Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat manusia terkadang menciptakan hal-hal yang sebelumnya tidak terpikirkan.
Sebelumnya para pakar menciptakan boneka cantik yang bisa diajak hubungan intim.
Kini diciptakan boneka cantik yang bisa seperti manusia, menolak diajak hubungan intim jika sedang tidak berkenan.
Karena boneka itu menolak, maka pengguna atau pemilik bonekaitu bisa melakukan stimulasi pemerkosaan. Ya, sungguh.
Penelusurandi situs metro.co.uk, bonekarobot itu dilengkapi atau memiliki sejumlah kepribadian.
Boneka itu diberi bernama 'Frigid Farrah' yang bisa jadi tidak akan melayani Anda yang dalam keadaan bernafsu. Boneka itu diiklankan melalui sebuah situs.
Boneka itu juga bisa mengatakan 'tidak' saat Anda mencoba menyentuhnya di bagian sensitif, sehingga memancing Anda mengeluarkan simulasi pemerkosaan.
Menurut situs tersebut, True Companion, boneka robot nan cantik, 'Frigid Farrah' adalah 'pemalu dan pendiam'.
Situs tersebut mengatakan: "Jika Anda menyentuh dia di area pribadi, kemungkinan besar, dia tidak akan menghargai kemajuan Anda".
Boneka itu dijual dengan harga 10.000 dolar AS atau 7.670 poundsterling atau setara Rp 136.000.000.
Situs tersebut menambahkan: 'Sebuah studi oleh Brett Kahr menemukan bahwa 85% orang dewasa tidak pernah berbagi fantasi terdalam mereka atau melakukan tindakan mereka.
"Roxxxy mengizinkan setiap orang mewujudkan impian seksual mereka yang paling pribadi," ujar situs tersebut. "Yang benar, jika impian seksual Anda yang paling pribadi adalah pemerkosaan."
Sejak diiklankan secara online, boneka itu - tentu saja - menarik banyak kritik.
Salah satu kritik itu menyebutkan bahwa pemerkosaan bukanlah tindakan gairah seksual. Ini adalah kejahatan kekerasan.
"Kita seharusnya tidak lagi mendorong pemerkosa untuk menemukan jalan keluar yang seharusnya aman untuknya," kata Laura Bates, juru kampanye dan pendiri proyek Everday Sexism, dalam artiketlnya di New York Times.