Alasan Mengapa WHO Tak Larang Game meski Bisa Buat Sakit Jiwa
WHO memutuskan untuk memasukkan kecanduan game sebagai salah satu jenis gangguan penyakit jiwa!
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Bermain game sudah menjadi salah satu aktivitas wajar di dunia teknologi zaman now.
Seiring dengan semakin majunya teknologi, maka jenis permainan game atau video game juga semakin ragam dan semakin canggih.
Jika dulu kita kalau ingin bermain game harus memiliki konsol atau perangkat komputer di rumah, kini kita bisa memainkan game di mana saja lewat perangkat gadget atau hape kita.
Sedangkan biasanya jika kita sedang asyik bermain game, maka kita bisa lupa waktu dan larut dalam keasyikan di dalam dunia game tersebut.
Namun, beberapa bulan lalu muncul sebuah keputusan dari WHO yang cukup menggemparkan.
WHO memutuskan untuk memasukkan kecanduan game sebagai salah satu jenis gangguan penyakit jiwa!
Seperti yang NexTren.com kutip dari artikel Kompas.com pada bulan Februari 2018 lalu, Badan Kesehatan Dunia (WHO) berencana menerbitkan buku panduan International Classification of Diseases (ICD-11) pada tahun 2018 ini dengan memasukkan kecanduan main game sebagai salah satu kategori gangguan jiwa baru, disebut sebagai gaming disorder (GD).
Buku panduan tersebut akhirnya resmi dirilis beberapa hari yang lalu, dan kecanduan game memang dimasukkan ke dalam kategori gangguan jiwa.
Meski demikian, janganlah langsung terburu-buru membuang game atau melarang orang tersayang kita dari bermain game.
Karena ada beberapa alasan yang NexTren.com himpun, mengapa kita jangan langsung takut sakit jiwa.
1. Penyakit jiwa akibat game tidak terjadi mendadak
Di beberapa pemberitaan terkait kategori baru yang dimasukkan oleh WHO ini tidak menjelaskan secara detail kondisi yang dapat menyebabkan penyakit jiwa tersebut.
Karena ternyata butuh tiga kondisi utama di mana seseorang baru bisa dinyatakan mengalami gangguan jiwa akibat game.
Pertama: Bermain game selalu menjadi prioritas utama dibanding kegiatan pokok lainnya seperti makan, tidur, pergi sekolah, dan lainnya.
Kedua: Penderita tidak juga berhenti bermain game meski telah mendapatkan dampak negatif seperti kehilangan teman atau pacar, nilai di sekolah jadi buruk, dipecat dari pekerjaan, bahkan sampai sakit-sakitan.
Ketiga: Dua kondisi di atas tersebut terus berlangsung sampai tahunan, minimal setahun secara terus menerus.
Jadi, game tidak serta merta dapat membuat orang mengalami gangguan jiwa jika belum mengalami ketiga kondisi di atas.
2. Belum ada penjelasan secara medis yang diakui
Penelitian terkait dampak game terhadap jiwa seseorang itu masih sangat minim dan belum dapat memberikan penjelasan secara medis yang pasti dan diakui oleh semua pihak yang berwenang.
Bahkan banyak peneliti yang justru menentang rencana WHO tersebut saat diumumkan, dengan alasan bahwa penelitian yang dilakukan terlalu dangkal dan tidak mengikuti konsensus medis yang benar.
Saat ini WHO berpegang teguh dengan landasan medis yang mengacu terhadap hormon dopamin.
Hormon dopamin adalah efek kimia yang dikeluarkan oleh otak kita saat kita mengalami perasaan senang dan bahagia.
Dalam kondisi normal, hormon tersebut tidak berbahaya. Namun, jika berlebihan atau dengan kata lain akibat kecanduan terhadap penyebab pembuat rasa senang tersebut, maka hormon dopamin dapat mengganggu kinerja hipotalamus yang merupakan bagian di otak kita yang mengatur emosi dan suasana hati.
Hanya saja, penyebab hormon dopamin yang berlebihan tidak hanya akibat game, melainkan semua hal yang dapat membuat kita senang.
Sehingga secara medis, game tidak bisa dituding sebagai penyebab gangguan jiwa yang disebabkan karena hormon dopamin yang berlebih.
3. Kategori WHO tersebut dapat memberikan dampak yang jauh lebih buruk di bagian lain
Mereka yang menentang WHO dalam mengategorikan game sebagai gangguan jiwa tersebut bahkan berargumen bahwa rencana WHO tersebut dapat memberikan dampak yang jauh lebih buruk.
Seorang pakar psikologi bernama Anthony Bean mengatakan pada CNN yang kemudian dikutip NexTren.com bahwa kategori gangguan jiwa tersebut terlalu luas dan banyak faktor yang mungkin jadi penyebab kecanduan.
"Saya seorang peneliti sekaligus petugas medik, di mana saya memang melihat kecanduan game itu dapat berakibat buruk, namun terlalu dini untuk mengatakan bahwa game adalah penyebab gangguan jiwa tersebut" ujarnya.
Kategori WHO tersebut juga dapat berpengaruh terhadap hak asasi manusia yang berhak untuk mencari kebahagiaan mereka sendiri tanpa merugikan orang lain.
Termasuk juga dampak sosial lainnya yang dapat memengaruhi perkembangan di dunia medis, kesehatan, sampai ke teknologi yang akan menjadi lebih berhati-hati dalam mengembangkannya.
Apapun itu, jika kita sudah mengonsumsinya melebihi dari batas wajar maka kita memang sudah sebaiknya mencari pertolongan agar tidak menjadi kecanduan.
(NexTren.com/Kama Adritya)
Artikel ini telah tayang di NexTren.com "Ini Alasan Tak Larang Game Meski WHO Bilang Game Bisa Buat Sakit Jiwa"