Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Techno

Pro Kontra Game PUBG, Ini Respons Menteri Rudiantara

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menanggapi pro dan kontra online game PlayerUnknown's Battlegrounds (PUBG).

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Fajar Anjungroso
zoom-in Pro Kontra Game PUBG, Ini Respons Menteri Rudiantara
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Anggota DPR RI Komisi I Fraksi PDIP Charles Honoris (tengah) bersama penggiat game Vina Eleast (kanan) dan Karen Wijaya (kiri) saat bertanding game online PUGB mobile dalam turnamen 'NXL Mobile Esport Cup 2019' di lantai dasar Mangga Dua Mall di Jakarta, Minggu (17/3/19). Turnamen yang diikuti ratusan gamers bertanding di game Mobile Legends dan PUBG Mobile diharapkan kedepannya pemerintah mendorong ekosistem yang positif dan sehat serta tidak menggangu kegiatan belajar mengajar. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menanggapi pro dan kontra online game PlayerUnknown's Battlegrounds (PUBG).

Termasuk terkait adanya wacana bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan melakukan pengkajian terhadap game yang memiliki konten kekerasan termasuk PUBG.

Ia mengatakan selama ini pemerintah selalu memberikan kesempatan yang besar kepada para generasi muda yang mau menyalurkan kreativitas.

Namun tentunya kreativitas tersebut harus disalurkan dalam bentuk positif.

"Begini, kita ini pemerintah memberikan kesempatan kepada anak muda siapapun berinovasi, berkreasi, tetapi juga harus yang positif," ujar Rudiantara, saat ditemui di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Jumat (29/3/2019) sore.

Pernyataan tersebut ia sampaikan usai melihat adanya anggapan sejumlah pihak yang menyebut bahwa permainan PUBG dikaitkan dengan perilaku pelaku teror penembakan brutal di dua masjid kota Christchurch, Selandia Baru beberapa waktu lalu.

Baca: Bukan PUBG Saja, MUI Akan Kaji Game Online Lainnya

Berita Rekomendasi

Menurut Rudiantara, tiap game tentunya memiliki sisi positif dan negatif, sehingga memang perlu mendapatkan pengawasan.

Jika ada konten negatif, tentunya diperlukan mitigasi terhadap game tersebut.

"Nah semua game ada yang positif ada yang negatif tuh, nah kalau negatifnya kita tinggal mitigasi aja," jelas Rudiantara.

Ia kemudian menekankan, pemblokiran terhadap game tersebut mungkin saja bisa dilakukan.

Namun itu belum tentu bisa menjadi solusi dalam permasalahan yang terjadi.

Ia menilai, sebelum melakukab pemblokiran, ada sejumlah aspek yang harus menjadi pertimbangan.

"Pemblokiran kan belum tentu (menjadi solusi) ya, (tapi) bukan berarti tidak (bisa diblokir), (hanya) belum tentu solusi karena harus lihat dari aspek lain lainnya," kata Rudiantara.

Sebelumnya, menyoroti adanya dampak negatif yang bisa ditimbulkan game yang memuat konten kekerasan PUBG, MUI pun menggelar Rapat Pengkajian terkait fatwa.

Rapat tersebut dihadiri oleh anggota MUI, perwakilan Kementerian dan lembaga, yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Psikolog dan Asosiasi e-sport Indonesia.

Dalam kesempatan itu, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam mengatakan bahwa agenda tersebut sengaja diadakan untuk mendengarkan pendapat sejumlah pihak terkait dampak yang bisa ditimbulkan dari PUBG.

"Kita melaksanakan pengkajian yang mendengar dari para pihak yang memiliki keahlian terkait fenomena game kekerasan dan dampaknya di tengah masyarakat," ujar Asrorun, dalam konferensi pers yang digelar di Kantor MUI, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (26/3/2019).

Ia menjelaskan, sejak terjadinya aksi penembakan brutal di dua masjid kota Christchurch, Selandia Baru, banyak pihak yang mengaitkan apa yang dilakukan pelaku dengan permainan PUBG.

Kendati demikian, ia dan jajaran MUI lainnya enggan untuk mengambil kesimpulan terlalu dini terkait penyebab kasus tersebut.

Menurutnya, ada sejumlah faktor yang bisa mempengaruhi pelaku dalam melakukan aksi sadisnya itu.

"Bisa jadi (pelaku terpengaruh) faktor pemahaman keagamaan yang bersifat menyimpang, bisa jadi faktor sosial politik, bisa jadi ekonomi, bisa jadi faktor budaya termasuk di dalam tontonan dan juga permainan," jelas Asrorun.

Oleh karena itu, semua pihak harus bisa melakukan pencegahan terhadap aksi serupa.

Meskipun ada atau tidaknya kaitan PUBG dengan aksi teror yang menewaskan 50 orang itu.

Asrorun menegaskan jika semua pihak saling bekerjasama untuk menangani permasalahan tersebut, maka kedamaian bisa diperoleh seluruh masyarakat.

"Ini semua harus kita cegah secara bersama-sama, guna memastikan kehidupan masyarakat kita (agar) hidup tenang, tenteram, harmonis," kata Asrorun.

Ia kembali menekankan bahwa jika kedamaian tercipta, maka masyarakat akan terhindar dari tindakan yang terkait kekerasan.

Lebih lanjut ia menegaskan, perubahan harus dimulai dari tata cara berpikir tiap individu agar pola pikir negatif dan radikal bisa terhindari.

"(Semua harus bekerjasama untuk melindungi masyarakat agar) jauh dari tindak kekerasan, radikalisme, terorisme sekalipun, mulai (perubahan) dari tata berpikir," tegas Asrorun.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas