Indonesia Kian Rentan Terhadap Serangan Malware
Ransomware capai 11 persen, perbankan (30 persen), seluler (34 persen), cryptominers (48 persen) dan botnet (42 persen)
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebagai salah satu kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara disertai kelas menengah yang tumbuh pesat, Indonesia kian rentan terhadap serangan malware, khususnya dengan pertumbuhan bisnis di berbagai sektor.
Evan Dumas, Direktur Regional Asia Tenggara di Check Point Software Technologies mengatakan laporan teranyar dari Check Point berjudul “Cyber Attack Trends: 2019 Mid-Year Report” mengungkapkan terdapat lima jenis malware yang berpotensi untuk berkembang di Indonesia.
"Ransomware capai 11 persen, perbankan (30 persen), seluler (34 persen), cryptominers (48 persen) dan botnet (42 persen)," kata Evan dalam keterangan pers, Kamis (12/9/2019).
Artikel tersebut juga mengungkapkan bahwa baik itu ponsel, media penyimpanan data atau on-premise, intinya, tidak ada yang kebal terhadap serangan malware.
Evan menyebut, di manapun ada penyebaran uang, pasti terdapat ancaman malware, termasuk platform e-commerce.
"Para sindikat penjahat siber malware akan berusaha mengakses data Anda,” katanya.
Sebagai contoh, “Agent Smith”, jenis malware ponsel yang ditemukan oleh peneliti Check Point setidaknya telah menjangkiti lebih dari 570.000 perangkat di Indonesia, sementara para penggunanya masih belum menyadari.
Mirip dengan aplikasi Google, bagian inti dari malaware mengeksploitasi beberapa kelemahan sistem operasi Android dan secara otomatis mengganti aplikasi yang sudah terpasang pada gawai dengan versi berbahaya tanpa diketahui oleh penggunanya.
Baca: Seorang Perempuan Ditangkap karena Bawa Flashdisk yang Terinfeksi Malware ke Properti Trump
Sementara itu, “Agent Smith” digunakan untuk mendongrak keuntungan dengan penggunaan iklan berbahaya, hal tersebut sangat mungkin terjadi untuk tujuan yang mengganggu dan berbahaya seperti pencurian kredit bank dan penyadapan.
Bahaya serangan malware tumbuh 50 persen pertumbuhan serangan malware yang meningkat harus diperhatikan, dan strategi keamanan siber dituntut untuk melawan ancaman tersebut.
“Laporan kami menunjukkan bahwa terdapat 50 persen peningkatan serangan malware sejak 2018,” ucapnya.
Merujuk pada peningkatan jumlah serangan malware terhadap aset perusahaan yang terdapat pada media penyimpanan data, platform surel, dan perangkat seluler individu.
“Termasuk peningkatan malware perbankan, karena orang-orang saat ini menggunakan komputer atau ponsel mereka untuk melakukan transaksi perbankan,” katanya.
Institusi keuangan, seperti bank, menjadi sasaran terbesar serangan malware, imbuhnya.
Baca: Waspadai Virus Joker, Segera Hapus 24 Aplikasi Ini dari HP Android Anda
“Contohnya JP Morgan. JP Morgan dibobol beberapa tahun yang lalu oleh penjahat siber menggunakan malware sebagai “senjata”. Kasus tersebut menjadikan bank sebagai salah satu pengguna produk keamanan terbesar.”
Di antara tren yang mendominasi pada 2019 adalah ancaman serangan ransomware.
Kolaborasi antar pelaku ancaman malware menghasilkan serangan fatal yang melumpuhkan beberapa organisasi di seluruh dunia.
Akhir dari serangan ransomware biasanya dimulai dengan serangkaian infeksi bot.
“Orang-orang yang mendapatkan penghasilan bersih menjadi sasaran serangan ransomware. Sekali Anda menjadi korban, mereka akan meminta Anda untuk membayar tebusan atas data yang mereka tahan. Semakin tinggi pendapatan Anda, semakin banyak pula uang yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan kembali data Anda,” Dumas menjelaskan.
Banyak orang merasa bahwa perangkat lunak antivirus sudah cukup untuk melindungi gawai mereka.
Anggapan ini tampaknya sudah tidak berlaku, mengingat malware sekarang disebarkan melalui banyak vektor, contohnya PC, jaringan dan umumnya perangkat seluler serta media penyimpanan data.
“Apa yang kita butuhkan saat ini adalah solusi tepat yang tidak hanya dapat menghapuskan virus biasa, namun juga ampuh mengatasi serangan malware paling canggih,” tutup Dumas
Check Point Software Technologies adalah perusahaan penyedia solusi keamanan siber global yang berhasil melindungi 100.000 organisasi dari serangan malware pada media penyimpanan data, jaringan dan perangkat seluler.