Cerita Pejuang Sinyal Menghidupkan Akses Komunikasi di Daerah Terluar
Upaya Telkomsel menghadirkan jaringan telekomunikasi di daerah tak mudah. Para pekerja di garis depan, sering menghadapi kendala tak terduga.
Penulis: Sanusi
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Telkomsel terus berperan aktif menghadirkan akses telekomunikasi bagi masyarakat di kawasan tertinggal, terluar, dan terdepan (3T).
Ini dilakukan untuk membuka akses telekomunikasi dan informasi kepada semua lapisan masyarakat.
Dengan adanya kualitas layanan komunikasi yang setara dengan kota besar, diharapkan mendukung percepatan pertumbuhan sekaligus mampu menjadi katalisator dalam mempromosikan potensi daerah, sekaligus menjadi manfaat bagi daya tarik investasi, peluang usaha, bahkan lapangan kerja baru.
Sejatinya, upaya Telkomsel menghadirkan jaringan telekomunikasi di daerah tak mudah. Para pekerja di garis depan, sering menghadapi kendala tak terduga. Akses yang sulit, kendala komunikasi, juga dukungan infrastruktur minim. Apalagi jika bertugas di daerah konflik, nyawa jadi taruhan. Namun, semua itu tak membikin patah semangat.
Lihat saja Moch Azizil Hamid, karyawan Telkomsel yang bekerja sebagai Consumer Sales Operation di Atambua, ia tak lelah mengedukasi masyarakat, pentingnya sarana telekomunikasi. Ia berjuang mempertahankan pelanggan yang ada di kawasan perbatasan RDTL (Republik Demokratik Timor Leste).
Baca: Pendapatan Indosat Ooredoo Naik 9,4 Persen di Triwulan II 2020
Tak jarang, bertemu pelanggan butuh waktu sekitar 4 jam lebih ke Kabupaten tertentu, kendala bahasa serta kompetensi ketika melakukan edukasi ke outlet, dan juga fasilitas kesehatan yang alakadarnya.
Baca: XL Prioritas Tawarkan Bundling Paket Kuota Spesial untuk Pembelian Samsung Galaxy Note 20 Series
Agar hasil kerja maksimal, ia berbaur, berusaha mengenal banyak orang, berkenalan dengan mitra outlet yang punya hobi sama, ataupun warga warga lokal yang jualan ikan bakar.
“Jadi semakin banyak kenalan akan semakin nyaman berada di lokasi,” ucapnya, Selasa (11/8/2020).
Baca: XL Perkuat Jaringan di Tol Balikpapan-Samarinda
Agar tak penat, ia membiasakan menikmati diinginnya perbukitan Fulan Fehan, deru ombak Pantai Tanjung Bastian, hingga menikmati sedapnya cakalang bakar di Wini.
Di daerah, ia berpikir kreatif. Misal membuat tutorial program yang diberi judul ''kelasmalam'' alias Kami Ulas Supaya Kaka Paham yang akan digunakan untuk mengedukasi Sales Force (SF) dan Outlet terkait dengan produk atau program baru.
Laki-laki kelahiran Sidoarjo itu menyebut, tak jarang bersama karyawan lain, ia berbagi pengalaman, agar bisa bekerja optimal di area penugasan.
Sementara Umar Hasan, Staff Radio, Transport And Power Operation (RTPO) Merauke mengisahkan, menjaga komunikasi di daerah terluar, di area yang masih banyak konflik seperti Papua, sungguh tak mudah.
Kendala seperti akses ke pedalaman, perjalanan jauh, kesulitan komunikasi, hingga pemadaman listrik, menjadi makanan sehari-hari. Pernah suatu ketika, dalam perjalanan ke site Oksibil di kabupatan Pegunungan Bintang, ada beberapa penjaga berseragam tapi tidak tampak seperti anggota keamanan yang berjaga di sebuah rumah belakang site.
“Kami disamperi saat menjelang malam untuk tidak beraktifitas, sambil orang-orang tersebut memegang senjata . Tapi hari itu berlangsung aman,” kenangnya.
Pengalaman pulang ke Merauke dari Oksibil juga tidak kalah menegangkan. Ia mengenang, di bulan Desember 2018, ketika itu banyak orang yang pulang ke kampung halaman dari Oksibil untuk Natal bersama keluarga.
Pesawat semua penuh, hanya akan ada penerbangan ke Jayapura yang kosong seminggu setelah hari terakhir bekerja di Oksibil. Tiba-tiba, ia mendapat info akan ada pesawat perintis yang memuat barang ke Tanah Merah Bovendigoel, 30 menit lagi akan terbang.
Tanpa berpikir bahwa mungkin akan jadi satu-satunya pesawat yang bisa bisa ditumpangi untuk keluar dari Oksibil, ia ke bandara untuk naik pesawat. Rupanya, tanpa kursi, maupun safety belt. Penerbangan 30 menit melalui pegunungan di kabupaten Pegunungan Bintang, hingga sampai di Tanah Merah dengan aman.
“Mudah-mudahan pekerjaan saya membantu banyak orang di ujung timur Indonesia. Ketika itu menghidupkan 4G pertama kali saat bulan Ramadan 2018 di Yahukimo. Senyum terlihat di wajah wajah yang saya temui, seperti guru sekolah dasar, juga warga sekitar,” ucapnya.
Sebagai seorang pejuang sinyal, susah senang ia terima dan jadikan pengalaman. Ia gembira, karena membantu menyambungkan orang ke orang dari daerah remote dari genggaman mereka.
“Semoga semua yang perjuangkan sebagai karyawan Telkomsel di ujung timur Indonesia menjadi pengalaman hidup dan energy positif yang bisa kami bawa terus dan bisa kami tularkan,” ucapnya.
Berkat para pekerja Telkomsel di garis depan itulah, daerah terpencil seperti Desa Taratak Bancah Sumatera dengan jumlah penduduk sekitar 500 jiwa yang dikelilingi oleh bukit, kini mampu menikmati layanan telekomunikasi.
Begitu juga desa Wokoklibang yang terletak di bagian barat Pulau Adonara yang masih menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggata Timur, dimana akses menuju Desa yang dikelilingi lahan hutan kemiri dan harus dijangkau menggunakan kapal laut dan tiga jam perjalanan darat, kini sudah menikmati akses telekomunikasi. Semua itu, berkat kerja keras para karyawan Telkomsel di garis depan.