Perjalanan Masih Panjang, dari 718 Bahasa Daerah Baru 10 yang Terdigitalisasi
Dari total 718 bahasa daerah yang terdapat di Indonesia, saat ini baru 10 bahasa daerah yang telah terdigitalisasi.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) secara bertahap akan terus mendigitalisasikan aksara-aksara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya Indonesia berikut tradisi lisan dan tradisi tulisnya ke digital.
Dari total 718 bahasa daerah yang terdapat di Indonesia, saat ini baru 10 bahasa daerah yang telah terdigitalisasi, hasil kerja keras tim PANDI bersama sejumlah pihak di Tanah Air.
Upaya mendigitalisasi aksara bahasa daerah ini sebenarnya untuk menyelamatkannya dari ancaman kepunahan ketika jumlah penutur aksara dan bahasa tersebut makin sedikit jumlahnya karena tergerus zaman dan modernitas.
Ditemui di acara launching Program Merajut Indonesia Melalui Digitalisasi Aksara Nusantara yang diselenggarakan PANDI dan dihadiri pejabat UNESCO melalui telekonferensi virtual di Hotel Alila SCBD Jakarta, Ketua Umum PANDI Yudho Giri Sucahyo, upaya memperjuangkan aksara daerah ke digital di Indonesia perjalanannya masih panjang karena aksara daerah jumlahnya mencapai ratusan.
"Kita punya bahasa daerah 718 tapi yang terdaftar di Unicode baru 10. masih ada 700 lebih aksara kita yang belum terdigital. Jika tak didigitalkan sememtara penutur bahasanya meninggal, aksara itu akan hilang punah," ujar Yudho.
Dia menegskan, PANDI tidak mungkin sendirian mengerjakan digitalisasi aksara daerah ini.
"Kami mengajak semua komunitas pegiat aksara ikut terlibat mendigitalkan aksara daerah. Pak Sultan (Sri Sultan Hamengk Buwono X) bilang ada 100 aksara yang akan didaftarkan ke Unicode. Kita sudah daftarkan ke Unicode 7 aksara daerah Indonesia seperti aksara Jawa, Bali, Arab Pegon, Bugis, Batak, Makasaar, Rejang, Sunda dan lain-lain," ungkapnya.
Yudho juga mengingatkan, di Unicode status aksara lokal Indonesia masih limited usage, alias penggunaan bahasa daerahnya masih terbatas.
"Harus dipertemukan pelaku pegiat aksara, pelaku budaya dan komunitas TI. Pelaku budaya perlu literasi untuk menghadirkan aksara daerah swcara digital. Karena itu kita perlu saling bersinergi."
"Selanjutnya kita perlu identifikasi lagi para pegiat aksara di luar 7 aksara lokal tadi. Kita perlu rembukan bikin tabel aksaranya seperti apa lalu kita daftarkan," ujarnya.
"Dari 7 aksara yang sudah terdaftar di Unicode, tugas kita adalah menaikkan status dari limited usage ke peringkat di atasnya. Itu PR kita di 2021," kata dia.
Ditambahkan, salah satu negara yang berhasil memasukkan aksara lokal mereka di IDN (Internationalized Domain Name) dari ICANN adalah India.
Dalam mendigitalisasikan Aksara Nusantara ke dalam format internationalize domain name (IDN), yang bisa diakses dan dipergunakan di internet mendapat apresiasi dan dukungan dari berbagai pihak.
IDN merupakan nama domain untuk bahasa lokal atau aksara tiap daerah/negara.
Nama domain ini bersifat khusus, karena tidak menggunakan huruf latin dengan karakter selain a, b…, z; 0, 1,…, 9; dan "-" yang merupakan kode dari American Standard Code for Information Interchange (ASCII).
Sementara, ASCII merupakan standar pengkodean karakter untuk alat komunikasi. Kode ASCII mewakili teks dalam komputer, peralatan telekomunikasi, dan perangkat lainnya, singkatnya berupa huruf dan angka yang biasa dipergunakan sehari-hari.
Kebanyakan skema pengkodean karakter modern didasarkan pada ASCII, meskipun mereka mendukung banyak karakter tambahan.
Namun saat ini Internet diakses oleh lebih banyak orang yang tidak menggunakan bahasa dan skrip Latin, ketimbang aksara daerahnya.
Artinya mereka sulit mengenali karakter ASCII dan mereproduksinya pada keyboard atau menggunakan perangkat lunak untuk masuk ke alamat situs web di browser.
Mohamad Shidiq Purnama, Chief Registry Operator PANDI menambahkan, Indonesia perlu naikkan dari status limited usage ke status recomme ded.
"Di Indonesia kita dorong antara lain dengan kompetisi website aksara jawa dan penggunaan aksara lokal di website pemerintah," ujar Shidiq.
Dia mencontohkan, di Bali sudah ada Perda yang mengharuskan semua papan informasi publik di bagian atasnya menggunakan aksara Bali.
Yudho menambahkan, keberadaan IDN di era digital saat ini dirasa penting, mengingat pertumbuhan pengguna internet dunia yang semakin pesat, ditambah masyarakat internet terbiasa memakai huruf latin untuk menulis ataupun mengetik.
Sebagai bagian dari upaya pelestarian aksara dan bahasa daerah ini, PANDI menginisasi program khusus bertajuk Merajut Indonesia Melalui Digitalisasi Aksara.
"Dari program tersebut diharapkan bisa melestarikan aksara nusatara yang sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat sekarang," ungkapnya.
Program ini mendapat dukungan penuh UNESCO.